Pelajar SD di Pangandaran Dihukum Berguling Gegara Seragam, Disdikpora Panggil Kepsek
Pelajar SD Pangandaran dihukum fisik gara-gara seragam batik. Disdikpora panggil kepsek, orang tua protes.
Ringkasan Berita:
- Seorang siswa kelas 5 SD Negeri di Pangandaran mendapat hukuman fisik berupa berjalan jongkok, berguling di lapangan, dan dimarahi guru karena tidak mengenakan seragam batik baru.
- Anak tersebut sebelumnya sakit sehingga tidak mengetahui aturan baru dan tetap memakai batik lama.
- Peristiwa ini memicu protes orang tua murid, termasuk yang berada di luar negeri, serta sorotan advokat lokal.
- Kepala Bidang SD Disdikpora Pangandaran, Darso, membenarkan adanya hukuman
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pelajar SD di Pangandaran, Jawa Barat, menerima hukuman fisik dari sekolah karena salah memakai seragam sekolah.
Hukuman itu berupa berjalan jongkok, berguling di lapangan dan dimarahi pihak sekolah.
Hukuman fisik adalah bentuk hukuman yang diberikan dengan cara menimbulkan rasa sakit pada tubuh seseorang, biasanya sebagai bentuk disiplin atau koreksi.
Hukuman fisik sering diterapkan kepada siswa oleh guru atau pihak sekolah.
Praktik ini dianggap bertentangan dengan hak anak atas perlindungan dan martabat.
Baca juga: Marak Kasus Bully, Shyalimar Malik Teringat Kisah Pahit Jadi Korban Perundungan Saat SMP
Kronologi
Insiden itu terjadi di salah satu sekolah negeri di Pangandaran, Jawa Barat.
Pelajar kelas 5 SD itu menerima hukuman fisik, karena tidak memakai seragam batik baru pada hari yang telah ditetapkan pihak sekolah.
Seragam batik sekolah adalah seragam yang menggunakan kain bermotif batik sebagai identitas budaya dan simbol kebersamaan di lingkungan pendidikan.
Diketahui, pelajar itu sempat sakit dan tidak masuk sekolah sehingga tidak mengetahui dia harus memakai baju batik terbaru dari pihak sekolah.
Pelajar itu hanya memakai batik lama yang dimilikinya.
Ini diduga menjadi alasan pihak sekolah untuk menghukum.
Sejumlah orang tua murid menyatakan keberatan atas tindakan itu, termasuk orang tua yang berada di luar negeri.
Seorang advokat di Pangandaran Ai Giwang Sari mengaku menerima laporan dari orang tua siswa, namun tidak dapat menjadi kuasa hukum karena kendala penandatanganan surat kuasa.
"Ke saya juga tadinya mau menjadi kuasa hukum orang tuanya, tapi enggak bisa karena orang tuanya berada di luar negeri untuk tanda tangan kuasanya susah," ujar Ai Giwang Sari dihubungi Tribun Jabar melalui WhatsApp, Senin (17/11/2025) siang.
Para orang tua juga mempertanyakan kewajiban membeli batik baru yang disebut sebut dijual melalui pihak sekolah.
Sumber: Tribun Jabar
| Prabowo Targetkan Pasang Satu Juta Smartboard Tahun Depan, Tiap Sekolah Dapat Tambahan Tiga Panel |
|
|---|
| Prakiraan Cuaca Jawa Barat Selasa 18 November 2025, BMKG: Waspada Hujan Petir di Sejumlah Wilayah |
|
|---|
| Mahasiswa Unsil Tasikmalaya Tertimpa Bangunan Ambruk, Kampus Diminta Tanggung Jawab |
|
|---|
| ODGJ Mengamuk di Purwakarta, Anak Ceritakan Ayahnya Langsung Pingsan Usai Dibacok |
|
|---|
| Detik-detik Pria di Sumedang Bunuh Kakak Ipar, Pelaku Sempat Lerai Perselisihan Rumah Tangga |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/ilustrasi-bullying-1111.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.