Gerak Kecil Aloe Liquid dari Gunungkidul Mengubah Banyak Hal: Kesehatan, Pendidikan, Keuangan
Alan Efendhi dengan olahan lidah buayanya menghasilkan minuman kesehatan, berdampak juga untuk masyarakat luas dari pendidikan dan keuangan
Ia menghubungi dinas pertanian, berkonsultasi dengan ahli teknologi pangan, bahkan belajar secara online dari petani lidah buaya di Thailand.
"Saya tidur di laboratorium kecil saya selama berminggu-minggu, mencoba setiap formula pengawetan alami,” ungkap dia.
Keberhasilan akhirnya datang. Aloe Liquid versi baru mampu bertahan hingga 6 bulan tanpa bahan pengawet berbahaya.
Inovasi stevia-nya justru menjadi keunggulan kompetitif ketika minuman kekinian berbasis gula mulai ditinggalkan konsumen.
"Kami mulai dari nol lagi tahun 2022. Kali ini lebih hati-hati, lebih banyak riset," ujarnya.
Strategi pemasaran pun dimulai dari cara paling sederhana, bagi-bagi sampel ke tetangga, teman, dan keluarga.
Satu per satu pesanan mulai berdatangan.
Dari hanya 50 botol per minggu, kini Aloe Liquid mampu memproduksi 3.000-5.000 botol per bulan.
Yang membanggakan, Alan mampu menyerap tenaga kerja puluhan pemuda lokal dan bekerja sama dengan ratusan petani lidah buaya.
Bergerak dan Berdampak
Inovasi Alan bukan hanya tentang produk.
Ia ingin geraknya berdampak pada warga di sekitarnya.
Ia mulai mengajak tetangga menanam lidah buaya di pekarangan masing-masing.
Lalu ia membentuk kelompok tani dan membina ibu-ibu desa melalui Kelompok Wanita Tani (KWT) Mount Vera Sejati.
Jumlah petani mitranya yang semula hanya beberapa orang kini telah mencapai lebih dari seratus dari berbagai dusun di Gunungkidul.
Para perempuan, yang sebelumnya hanya mengurus rumah, kini ikut menanam, merawat, hingga ikut proses pascapanen aloe.
Satu di antaranya adalah Marni, sehari-hari bekerja membantu produksi olahan produk lidah buaya.
Ia bersama ratusan ibu-ibu antar dusun di Desa Katongan meraup untung sebagai petani mitra untuk merawat dan mengolah produk bernama ilmiah Aloe Vera ini.
Dari hasil menyetor pelepah lidah buaya pagi itu, Marni sudah mengantongi Rp 60 ribu. Per kilogramnya dihargai Rp 3.000 oleh usaha dagang milik Alan.
Ibu satu anak ini juga mendapat upah bekerja di UD. Mount Vera Sejati sebagai pengupas daun lidah buaya, per hari ia mendapat Rp 60-80 ribu tergantung jumlah pelepahnya.
Belum ditambah penghasilan ketika rombongan wisatawan melakukan kunjungan wisata edukasi, ia dapat tambahan upah Rp 100 ribu per hari.
Hasil-hasil yang ia dapatkan tersebut bisa dibilang lebih dari keuntungan semata lantaran sebelumnya Marni terseok-seok menjalani hidup.
Bahkan nasib serupa juga dirasakan oleh para ibu-ibu di dusunnya yang hanya mengandalkan suami pekerja bangunan dan buruh tani.
Penghasilannya mereka awalnya tak menentu, selalu kesulitan ekonomi saat musim kemarau karena tanah di desanya adalah tanah tadah hujan, sulit untuk bercocok tanam.
Saat tak ada pendapatan, warga bertahan hidup makan hasil kebun seperti singkong untuk dijadikan nasi dan daun pepaya sebagai sayurnya.
Beberapa juga terlilit piutang dengan rentenir karena terjebak dalam situasi gali lubang tutup lubang.
Marni menjadi salah satu dari sekian para perempuan kuat Dusun Jeruklegi untuk menopang perekonomian keluarga.
Kebutuhan makan, kebutuhan sekolah, hingga untuk uang saku anak pada akhirnya bisa ia penuhi semenjak bekerja dengan UD. Mount Vera Sejati.
“Seneng sekali Alhamdulilah sekarang semua kebutuhan terpenuhi tanpa mengandalkan suami, dulu kalau kemarau ga ada penghasilan, kadang nengok orang sakit ambil utang juga,” ucapnya.
Manfaat olahan lidah buaya UD. Mount Vera Sejati juga dirasakan oleh Umar Abdul Azis.
Azis merupakan karyawan Alan yang bertanggung jawab perihal pengemasan produk lidah buaya.
Seperti Marni, UD. Mount Vera Sejati mengubah hidupnya sejak SMA.
Mahasiswa semester akhir Manajemen Pemasaran Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini mengaku terbantu ekonominya.
“Sangat bersyukur sekali, kebutuhan saya terbantu sejak SMA hingga bisa kuliah tanpa merepotkan orangtua satu rupiah pun. Sebagai petani mitra dan karyawan Mount Vera Sejati saya bersyukur,” ungkapnya.
Pria kelahiran 2003 ini juga merupakan anggota karang taruna dusun setempat.
Karang taruna ternyata dilibatkan UD. Mount Vera Sejati sebagai pendukung wisata edukasi lidah buaya bernama Aloe Land.
Setiap ada kunjungan, biasanya sebulan dua kali, karang taruna diminta untuk menjadi petugas.
Karena medan menuju Aloe Land terbilang sulit ditempuh, karang taruna kampung bertanggung jawab dari proses perparkiran bus hingga menggiring rombongan ke tempat wisata edukasi.
Tak hanya itu, karang taruna juga bertugas menyediakan kursi untuk wisatawan yang hendak melakukan kunjungan wisata.
“Jadi karang taruna dapat penghasilan dari kursi-kursinya disewa Mas Alan itu dana masuk kas. Per orangnya yang terlibat juga mendapat upah dari sekitar 1-2 jam bekerja Rp 100 ribu,” ucapnya kemudian tersenyum.
Raih Apresiasi
Dari sinilah terasa gaung “Satukan Gerak, Terus Berdampak” benar-benar hidup.
Gerak Alan menjadi gerak bersama. Gerak kecil yang awalnya terjadi di halaman rumah, merambat pelan menjadi gerakan ekonomi, sosial, dan edukasi.
Atas usahanya itu, Alan diganjar penghargaan Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2023 kategori kewirausahaan dari PT Astra International Tbk.
Sebelum itu, Alan pada 2019 mendapatkan penghargaan dari Krenovamaskat, Finalis Zona Kategori Boga Wirausaha Muda Mandiri pada 2020, Wakil Provinsi Kategori Kewirausahaan Astra Satu Indonesia Awards 2021, Penghargaan Pemuda Berprestasi Kabupaten Gunungkidul 2022, Young Ambassador Program Yess Kementerian Pertanian 2023, Juara Harapan 1 Talenta Wirausaha BSI Kategori Berdaya 2023, dan Penghargaan UMKM Milenial Inspiratif 2024 RB PLN.
Alan mengaku bersyukur atas raihan yang telah ia capai selama ini selain untuk berwirausaha juga berkontribusi bagi desa dan masyarakat luas.
“Kalau ada yang berubah dari usaha ini, saya ingin yang berubah bukan saya saja. Tapi desa saya juga ikut tumbuh,” ucapnya.
Kolaborasi dan Keberlanjutan
Perjalanan Alan tak berhenti sampai ke hilirisasi olahan lidah buaya.
Alan memegang teguh prinsip keberlanjutan dan berkembang lebih luas.
Pria kelahiran Gunungkidul tahun 1988 ini memiliki proyeksi dalam kurun waktu satu hingga dua tahun ke depan memiliki pabrik dengan standar tinggi.
Kemudian Alan ingin menambah mesin-mesin produksi dengan tujuan meningkatkan kapasitas, hal itu otomatis beriringan dengan meningkatnya kebutuhan bahan baku.
Harga untuk mengganti setoran petani juga bakal terus meningkat karena permintaan semakin banyak.
“Otomatis bahan baku pelepah daun lidah buaya dari masyarakat juga semakin dibutuhkan, semakin banyak yang diserap, harga juga bakal terus naik menguntungkan masyarakat juga kan,” katanya.
Selain standar BPOM, produk usaha Alan ditargetkan memiliki izin-izin standar untuk bisa merambah ke luar negeri.
Langkah tersebut sudah dimulai dengan rutin mengikuti kegiatan ekspo seperti pameran kelas internasional G20 dan Trade Expo Indonesia 2023-2024.
Alan mengakui produknya sudah dilirik oleh pasar internasional, di antaranya dari Mesir, Malaysia, hingga Singapura.
Hanya saja saat ini ia belum bisa menuruti permintaan karena terkendala perizinan ekspor.
“Ke depan orientasinya (jualan) ke luar negeri. Kita urus dulu izin-izin ekspor,” katanya.
Bicara proyeksi yang terakhir, Alan ingin produk lidah buaya menjadi produk unggulan Gunungkidul termasuk berkolaborasi dengan pemerintah daerah setempat.
Seperti halnya jika kita mengenal carica sebagai produk unggulan wisata Dieng, Jawa Tengah, Alan berharap bisa menunjang pariwisata Gunungkidul lewat produk lidah buaya berikut wisata edukasinya.
Terlepas dari hal itu, Alan ke depan melalui usaha ini tetap ingin bermanfaat bagi banyak orang.
Yakni dengan meluaskan manfaat tak hanya kepada petani desa, tapi petani di Gunungkidul yang mungkin mengalami nasib serupa seperti masa lalu Desa Katongan.
Demikian disebutnya sebagai penyerapan tenaga kerja dengan membuka seluasnya lapangan kerja bagi masyarakat.
(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/Petani-lidah-buaya-dan-Alan-Efendhi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.