Selasa, 12 Agustus 2025

Virus Corona

Jerinx SID Anggap Covid-19 Konspirasi: Swab Test dan Rapid Test itu Hasilnya Tidak Valid

Jerinx menganggap Covid-19 sebagai konspirasi. Menurutnya, angka kasus Covid-19 bukan angka yang sebenarnya dan alat tes Covid-19 tidak valid.

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Instagram/jrxsid
Jerinx SID - Jerinx menganggap Covid-19 sebagai konspirasi. Menurutnya, angka kasus Covid-19 bukan angka yang sebenarnya dan alat tes Covid-19 tidak valid. 

TRIBUNNEWS.COM - Musisi Jerinx SID menilai pandemi corona atau Covid-19 merupakan sebuah konspirasi.

Menurutnya, letak konspirasi tersebut ada pada angka kasus Covid-19 yang terlapor hingga saat ini.

Jerinx mengatakan, angka-angka tersebut bukanlah jumlah yang sebenarnya.

"Konspirasinya adalah banyaknya angka yang tidak sebenarnya, permainan-permainan angka jumlah korban," kata Jerinx dalam acara Sapa Indonesia Malam yang dipandu oleh Aiman di Kompas TV, Rabu (6/5/2020).

Baca: Tanggapi Unggahan Jerinx SID, dr Clarin Hayes Jelaskan Pentingnya Tes Covid-19 untuk Putus Penularan

Jerinx menyebutkan, alat tes Covid-19 yang ada saat ini tidak terjamin keabsahannya.

Menurutnya, para ilmuwan di negara-negara maju seperti Amerika dan Eropa pun masih belum sepakat mengatakan kevalidan alat tes tersebut.

Jerinx juga mengatakan, banyak orang yang hasil swab test-nya positif namun menjadi negatif setelah diperiksa kembali.

Namun, menurut Jerinx, hal ini jarang diungkap oleh media mainstream.

"Swab test dan rapid test itu hasilnya tidak valid," kata Jerinx.

"Itu banyak menimbulkan kesimpangsiuran informasi tapi media selalu dengan gampangnya membawa narasi jika swab test itu hasilnya sudah 100 persen."

"Sedangkan ilmuwan-ilmuwan di negara maju, yang jauh lebih pintar daripada ilmuwan di Indonesia, mereka aja belum satu suara, tapi kenapa Indonesia begitu takut sama WHO?" tambahnya.

Sementara itu, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra, membantah pernyataan Jerinx tersebut.

Menurut Hermawan, sejauh ini para peneliti melaporkan hasil dari swab tenggorokan melalui realtime PCR memiliki keakuratan 96 persen.

"Sejauh ini, para peneliti untuk swab tenggorokan melalui realtime PCR itu menganggap 96 persen hasilnya valid," kata Hermawan dalam acara yang sama.

"Agak berbeda dengan rapid test, kalau rapid test itu memang false negatifnya tinggi itu sekitar 36 persen efektivitasnya," tambah dia.

Kendati demikian, Hermawan mengatakan rapid test penting untuk melakukan penelusuran awal.

"Tapi, rapid test penting untuk mitigasi penelusuran awal untuk lebih private dalam rangka pendeteksian mereka dengan Covid positif," terangnya.

Jerinx Sempat Imbau Masyarakat untuk Tidak Tes Covid-19

Sebelumnya, Jerinx sempat mengunggah tulisan di akun Instagram pribadinya pada Senin (4/5/2020).

Dalam unggahannya, ia mengimbau masyarakat supaya jangan pernah mau untuk dites Covid-19.

Jerinx pun berpesan pada masyarakat supaya lebih fokus menyembuhkan penyakitnya dengan cara biasa.

Jerinx menilai, semakin banyak yang mau untuk melakukan tes Covid-19 maka sama saja memuluskan Bill Gates dalam memonopoli dunia.

Jerinx SID
Jerinx SID (Instagram/jrxsid)

"Jangan pernah mau dites CV.

Makin banyak yang mau dites hanya akan memuluskan agenda BG memonopoli dunia.

Jika anda sedang sakit, jangan mau dites CV.

Fokus sembuhkan sakit anda dengan cara biasa yang sesuai dengan penyakitnya.

Yang jauh lebih bahaya dari CV adalah ketika BG (pemilik mayoritas saham farmasi global) mengendalikan apa yang ada di dalam tubuh anda." tulisnya.

Ketua Satgas Covid-19 dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. dr. Zubairi Djoerban, Sp. PD., menanggapi perihal unggahan musisi Jerinx SID yang mengatakan agar jangan pernah mau melakukan tes Covid-19.

Menurut Zubairi, pernyataan Jerinx tersebut tidaklah tepat.

Ia mengatakan, tes Covid-19 justru semestinya dilakukan sebanyak mungkin untuk memutus rantai penularan.

"Itu tidak tepat karena tes Covid sebanyak mungkin itu yang harus dikerjakan oleh seluruh negara manapun untuk memutus rantai penularan," kata Zubairi saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (5/5/2020) pagi.

Zubairi menerangkan, dengan dilakukannya tes Covid-19 maka pasien positif akan ditemukan.

Baca: IDI Pastikan Para Dokter Siap Kapan Saja Jika Dibutuhkan dalam Pelayanan Covid-19

Baca: Pemerintah Minta Bantuan IDI untuk Tes Masif Corona

Dengan begitu, pasien tersebut dapat segera diisolasi sehingga tidak menularkan virus yang dibawanya.

"Kemudian dilakukan telusur kontak, teman-teman (pasien) yang positif itu juga diperiksa, yang positif kemudian diisolasi atau dikarantina," kata Zubairi.

"Dengan cara itu, penularan akan sangat berkurang dan berhenti," tambahnya.

Sementara itu, mengenai fokus menyembuhkan penyakit sesuai dengan penyakit yang diderita, menurut Zubairi ada benarnya.

Namun, menolak untuk dites adalah hal yang keliru.

"Tentu fokus pada penyakitnya ketika kita sakit itu benar tapi tidak tes itu keliru," tegasnya.

Zubairi menyebutkan, pasien yang diminta untuk melakukan tes Covid-19 harus bersedia mengikutinya.

Menurut Zubairi, dalam situasi wabah seperti saat ini, Indonesia harus belajar dari negara-negara lain.

Zubairi menyebutkan, negara-negara yang melakukan tes Covid-19 secara masif terbukti dapat menyelesaikan pandemi ini dengan cepat.

"Jadi menjawabnya adalah jika belajar dari negara lain maka negara-negara yang amat cepat mengerjakan tes sebanyak mungkin itu berhasil mengatasi masalah covid-19 ini dengan cepat," kata Zubairi.

"Contohnya adalah Korea Selatan, contohnya juga di China, contohnya juga di Jerman," tambahnya.

Zubairi menambahkan, meskipun Jerman memiliki angka kasus positif yang terbilang sangat tinggi, namun negara tersebut memiliki angka kematian yang lebih rendah dari negara-negara sekitarnya.

"Dibandingkan dengan Belanda, Inggris, Spanyol, Itali, maka kematian di Jerman itu amat rendah," terangnya.

Baca: Perlu Kolaborasi Hentikan dan Memutus Rantai Penyebaran Covid-19

Sementara itu, Zubair juga menanggapi pernyataan Jerinx yang menyebutkan semakin banyak pihak yang melakukan tes Covid-19 maka dianggap semakin memuluskan Bill Gates memonopoli dunia.

Seperti yang diketahui, Jerinx juga sempat menyinggung pandemi Covid-19 ini sebagai konspirasi global.

"Ya menurut saya sekarang yang ilmiah saja," kata Zubairi.

"Kalau konspirasi global itu kan konspirasinya siapa?"

"Kalau konspirasinya China, kenyataannya China yang kena banyak, yang meninggal banyak."

"Kalau yang bikin orang Amerika, Amerika sekarang paling banyak terinfeksi lebih dari 1 juta, yang meninggal juga tadi banyak sekali, jadi tidak sesuai dengan konspirasi global," tambahnya.

Lebih lanjut, Zubairi mengimbau agar masyarakat lebih berfokus pada bagaimana mengatasi Covid-19 di Indonesia.

"Misalnya konspirasi oleh Amerika, ya saat ini jumlah di Amerika itu sudah sejuta lebih dengan angka kematian 69 ribu lebih, kalau konspirasinya oleh China, China itu jumlah pasiennya 82 ribu lebih, yang meninggal 4.633," kata Zubairi.

"Jadi menurut saya, tidak sesuai dengan teori konspirasi, namun sekali lagi yang lebih penting kita fokus saja ke Indonesia," sambungnya.

Menurut Zubairi, untuk mengatasi Covid-19 di Indonesia, saat ini yang perlu dilakukan adalah mengisolasi pasien positif, mengobati pasien positif Covid-19 yang sakit, dan disiplin untuk tinggal di rumah serta tidak berpergian.

Zubairi mengaku mengkhawatirkan situasi di Jakarta yang saat ini mulai tampak ramai.

"Saya terus terang agak khawatir sekarang ini, seminggu terakhir ini jalan-jalan di Jakarta makin penuh mobil kendaraan," kata Zubairi.

"Itu tanda-tanda buruk untuk keberhasilan program penanggulangan Covid," sambungnya.

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan