Manfaat Teknologi AI untuk Cegah Penipuan Digital yang Marak di Indonesia
teknologi Seon membantu menganalis penipuan dengan cara yang lebih efisien dan mengurangi biaya operasional terkait penipuan,
Penulis:
Choirul Arifin
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Teknologi kecerdasan buatan (AI) bisa dimaksimalkan untuk mengatasi maraknya praktik penipuan digital di Indonesia. Praktik penipuan digital selain merugikan masyarakat dan konsumen juga merusak reputasi perusahaan.
Untuk mencegah penipuan digital, satu sistem tunggal yang memanfaatkan machine learning dan large language models digunakan untuk menganalisis jejak digital pelanggan secara real-time.
"Ini memungkinkan bisnis digital membedakan pelanggan sah dari penipu tanpa menimbulkan friksi dalam perjalanan pelanggan," ungkap President GTM (Go-To-Market), SEON Technologies, Matt DeLauro dalam diskusi dengan media di Jakarta, baru-baru ini.
GTM merupakan perusahaan teknologi keamanan digital berbasis di Amerika Serikat yang kini berekspansi ke Indonesia. Matt DeLauro menjelaskan, pihaknya menggunakan Analisis Data Komprehensif untuk menganalisis berbagai data unik.
Misalnya, sidik jari perangkat (OS, model, font, level baterai, panggilan aktif), perilaku pelanggan dalam aplikasi, analisis jaringan (malware, VPN, proxy), geolokasi, nomor telepon, dan jejak e-mail di seluruh internet seperti misalnya, akun di platform lain.
Baca juga: Gelar Webinar AI Nasional, ITB Soroti Tantangan Etika dan Pendidikan di Era Kecerdasan Buatan
Pihaknya berupaya menyatukan fungsi tim penipuan dan anti-pencucian uang di lembaga keuangan untuk meningkatkan efisiensi dan berbagi data dengan solusi AML terintegrasi.
Menurut Matt DeLauro, teknologi SEON membantu menganalis penipuan dengan cara yang lebih efisien dan mengurangi biaya operasional terkait penipuan, yang menurutnya dapat mencapai 5-6 persen dari total pendapatan perusahaan.
Selain itu, dengan mengurangi risiko penipuan, pihaknya juga membantu perusahaan jasa keuangan seperti pemberi pinjaman menawarkan instrumen keuangan yang lebih baik dan suku bunga yang lebih kompetitif, serta memperluas akses ke layanan finansial.
Dia menegaskan, dengan berbagai strategi dijalankan pihaknya berupaya menjadikan Internet tempat yang lebih aman untuk berbisnis.
"Kami melakukannya dengan membantu perusahaan-perusahaan yang beroperasi di dunia digital membuat keputusan yang sangat mudah mengenai siapa pelanggan yang sah atau siapa yang berpotensi menjadi penipu, scammer, atau pelaku kejahatan finansial," ungkapnya.
Menurutnya, praktik penipuan digital telah meningkat hingga 80 persen sejak pandemi dan terus berlanjut hingga saat ini dengan menyasar banyak sektor bisnis terutama yang berhubungan dengan online.
Angka itu 80 persen lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi Covid. Itu sebabnya, dia menilai EON hadir tepat waktu di Indonesia.
Matt menambahkan, penipuan digital tumbuh 37 prsen setiap tahunnya dan sebagian besar perusahaan harus mengeluarkan dana sangat besar untuk memulihkannya pasca mengalami serangan penipuan digital.
"Perusahaan harus mengalokasikan sumber daya untuk merekrut personel guna memelihara sistem deteksi penipuan, serta membayar vendor seperti kami. Selain itu, pihak penipu kadang berhasil melancarkan aksinya, sehingga perusahaan harus berkoordinasi dengan bank," beber Matt.
Secara historis, biaya operasional terkait penanganan penipuan dapat mencapai 5 hingga 6 persen dari total pendapatan perusahaan.
Bimbim Slank Lihat Teknologi AI Sulit Saingi Kreativitas Manusia dalam Bermusik |
![]() |
---|
Hadapi Transformasi Besar, Akuntan Juga Perlu Kuasai AI dan Machine Learning |
![]() |
---|
Menko Airlangga: Pemerintah Perlu Kebijakan Inklusif untuk AI |
![]() |
---|
Menteri Ekraf: AI Jadi Kolaborator Baru di Industri Kreatif |
![]() |
---|
Albania Tunjuk AI Jadi 'Menteri' Anti-Korupsi, Mampu Kerja 24 Jam Tanpa Lelah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.