Tata Kelola Platform Digital di Indonesia Masih Reaktif dan Belum Proporsional
Riset menemukan krisis kepercayaan publik terhadap platform media sosial, khususnya terkait independensi keputusan mereka dari intervensi negara.
Penulis:
Eko Sutriyanto
Editor:
Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tata kelola platform digital di Indonesia dinilai masih menghadapi tantangan besar.
Riset terbaru Center for Digital Society (CfDS) Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) menemukan adanya krisis kepercayaan publik terhadap platform media sosial, khususnya terkait independensi keputusan mereka dari intervensi negara.
Peneliti CfDS, Bangkit Adhi Wiguna, menjelaskan bahwa masyarakat masih meragukan apakah keputusan yang diambil platform digital benar-benar bebas dari campur tangan pihak lain.
Baca juga: CSIS dan CfDS Gelar IRIS 2025, Bahas Risiko dan Peluang GenAI di Asia-Pasifik
“Situasi ini diperparah dengan meningkatnya ancaman terhadap pengguna, seperti misinformasi, serangan siber, hingga kekerasan berbasis gender online (KBGO),” ujar Bangkit saat memaparkan riset bertajuk “Mendorong Tata Kelola Platform Media Sosial yang Adil dan Proporsional” dalam diskusi publik di Kampus UGM Jakarta, Tebet, sekaligus peresmian kantor baru Fisipol UGM di Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Riset CfDS juga menyoroti kerentanan pelaku e-commerce mikro yang sangat bergantung pada media sosial, namun kerap dirugikan oleh perubahan kebijakan sepihak dari platform.
Bangkit mencontohkan kasus pemadaman fitur live streaming TikTok yang menunjukkan pentingnya transparansi dalam tata kelola platform.
“Regulasi tidak boleh hanya berfokus pada pengendalian, tetapi juga harus melindungi hak-hak pengguna dan pelaku ekonomi digital dari intervensi yang tidak proporsional,” tegasnya.
Ia menambahkan, ekosistem digital yang sehat hanya bisa terwujud dengan fondasi kebijakan yang kuat dan kolaboratif, melibatkan pemerintah, platform, masyarakat sipil, hingga sektor swasta.
Sementara itu, Dekan Fisipol UGM, Dr. Wawan Mas’udi, menegaskan pembukaan kantor baru di Jakarta merupakan langkah strategis untuk memperluas kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
“Kami berharap Fisipol UGM dapat menjadi mitra strategis dalam merumuskan kebijakan publik yang berlandaskan data dan analisis mendalam,” jelasnya.
Kantor baru ini tak hanya menjadi pusat diskusi kebijakan publik, tetapi juga difungsikan untuk perkuliahan program magister berbasis blended learning, yang memadukan kuliah di Yogyakarta, pembelajaran daring, hybrid, dan tatap muka di Jakarta.
Melalui riset ini, CfDS berharap masyarakat dan para pemangku kepentingan mendapatkan gambaran utuh tentang dinamika kebijakan platform digital di Indonesia.
Keberadaan kantor Fisipol UGM di Jakarta juga diharapkan dapat memperkuat riset sekaligus mendorong terciptanya tata kelola digital yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan.
Center for Digital Society (CfDS), sebuah pusat kajian yang berfokus pada dinamika masyarakat digital dan isu-isu kontemporer yang menyertainya.
Pria Bertato di Padalarang Bandung Nyaris Dihakimi Massa, Diduga Lakukan Pencabulan Anak |
![]() |
---|
Netizen Heboh Video Prabowo dan Gibran Diputar Sebelum Film Mulai di Bioskop |
![]() |
---|
Ferry Irwandi Sebut Kasus dengan TNI Sudah Selesai, Kapuspen Sudah Minta Maaf via Telepon |
![]() |
---|
Legislator PKS Nilai Usulan 1 Orang Punya 1 Akun Media Sosial Perlu Pendekatan Literasi |
![]() |
---|
Setelah 2 Tahun Menikah, Ikbal Bunuh Istri dan Bayi lalu Posting ‘Maaf Sayang’ di Medsos |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.