Sabtu, 15 November 2025

Tribunners / Citizen Journalism

BPJS Jangan Mau Terima Duit Saja

Menjadi pertanyaan, dana operasional untuk mengawasi yang dilakukan BPRS apakah dari BPJS?

Editor: Dewi Agustina
Istimewa
Hubungan segitiga pasien penerima asuransi kesehatan dan dokter. 

Penulis: Richard Susilo
Koordinator Ekonomi Jepang-Indonesia berdomisili hampir 25 tahun di Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pelaksanaan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan telah dioperasionalkan di Indonesia saat ini. Namun keluhan masyarakat ternyata masih banyak. (Baca: Lemahnya Pengawasan Pemerintah dan BPJS, Berdampak Buruknya Pelayanan Kesehatan RS).

Padahal uang premi asuransi yang dibayarkan tidaklah murah, sekitar 4 persen dari uang gaji karyawan. Seandainya gaji Rp 2 juta berarti tiap bulan perusahaan harus membayarkan premi BPJS Kesehatan sebesar Rp 80.000. Kalau 100 juta penduduk Indonesia yang bayar berarti tiap bulan BPJS Kesehatan menerima sedikitnya Rp 8 trilun uang asuransi kesehatan. Bukan main!

Lalu sesuai Peraturan Pemerintah 49/2013 muncullah Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) yang harus mengawasi Rumah Sakit melakukan penerimaan dan pelayanan pasien tercover BPJS, dilakukan dengan baik atau tidak.

Menjadi pertanyaan, dana operasional untuk mengawasi yang dilakukan BPRS apakah dari BPJS? Dana pengawasan tentu sangat besar, logikanya, si penerima uang, BPJS harus mengawasi programnya berjalan benar, baik atau tidak. Kenyataan banyak pasien pemilik kartu BPJS masih dianaktirikan beberapa rumah sakit.

Lepas dari operasional atau implementasi dan pelaksanaan sistem kesehatan di Indonesia, mungkin bisa dilihat sistem yang ada di Jepang selama ini di mana pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan pemda setempat melakukan koordinasi dengan baik.

Semua warga negara yang tinggal di Jepang (pembayar pajak dan legal person), tercover asuransinya oleh pemerintah. Tiga jenis asuransi kesehatan mendasar di masyarakat Jepang yaitu untuk masyarakat umum biasa (sebut U), untuk pekerja atau karyawan (sebut K) dan untuk pegawai negeri (sebut PN).

Apa bedanya? Kalau U dicover asuransinya 70 persen oleh pemerintah dan kita hanya bayar 30 persen saja setiap kali berobat di mana pun termasuk pembayaran pembelian obatnya.

Kalau K maka perusahaan akan membayar asuransi buat pekerjanya. Pekerja hanya membayar 20 persen saja kalau berobat. Dan kalau PN hanya membayar 10 persen saja setiap kali berobat. Banyak warga Jepang memprotes.

"Apa sih hebatnya pegawai negeri sampai asuransinya hanya bayar 10 persen saja?"

Kenyataan itulah yang terjadi saat ini. Enak memang menjadi pegawai negeri di Jepang.

Apabila kita punya kartu U, berarti kita harus bayar sendiri, sesuai penghasilan yang kita peroleh dari kerja paruh waktu dan sebagainya. Kalau memang kita tak punya penghasilan, biaya premi asuransi bisa saja sangat rendah, sangat murah sekali per tahunnya. Bahkan masyarakat punya hak mendapat subsidi kehidupan, di mana sebagian uang itu untuk membayar asuransi. Inilah kenyataan yang ada di Jepang.

Akibatnya, ada orang menyalahgunakan hal ini, pura-pura tak punya uang sehingga dapat subsidi kehidupan dari pemerintah. Hal ini mungkin terjadi karena belum diterapkan sistem social security number (SSN) di mana dalam waktu dekat semua orang akan dapat nomor tersebut dan tak mungkin lagi ada dobel-dobel atau identitas ganda. Hal ini ditentang kebanyakan oleh keturunan warga negara tertentu yang sudah lama tinggal di Jepang. Kebanyakan kejahatan penipuan tersebut dilakukan oleh mereka itu, berpura-pura miskin.

Dengan kepemilikan kartu asuransi, di Jepang tak ada batas tujuan tempat pengobatan. Mau ke rumah sakit terbaik atau rumah sakit klinik terkecil dan sebagainya, semua meng-cover kartu asuransi pemerintah Jepang ini.

Kartu asuransi ini juga bisa menjadi kartu identitas seperti KTP. Orang Jepang tak punya KTP. Tapi dengan pembentukan SSN tersebut nantinya akan ada semacam kartu SSN yang berfungsi seperti KTP juga.

Dengan Kartu Asuransi Jepang yang kita miliki pun ada tempat yang memungkinkan kita pinjam uang karena kartu tersebut bisa dijadikan jaminan pinjaman kita. Rumah kita dan jiwa kehidupan serta keluarga kita mudah sekali ketahuan kalau kartu asuransi sudah dipegang orang lain sebagai jaminan. Akibatnya peminjam tak bisa macam-macam, tak bisa kabur kalau kartu asuransinya sudah dijadikan jaminan.

Begitu besar arti kartu asuransi di Jepang, sama seperti jiwa manusia pemiliknya. Semua percaya kepada kartu asuransi Jepang ini dan sama sekali tak ada masalah dalam pelayanan kesehatan di mana pun dari Hokkaido sampai dengan Okinawa. Semua orang baik termiskin sampai terkaya percaya penuh, bahkan menganggap sebagai jiwanya, kalau memegang kartu asuransi pemerintah Jepang ini. Tanpa kartu asuransi tersebut hidup seseorang di Jepang pasti akan kacau, penuh dengan stres luar biasa, tak akan pernah tenang.

Sejauh itulah kartu asuransi di Jepang. Kini dengan keharusan masyarakat Indonesia memiliki kartu asuransi kesehatan BPJS, tetapi masih banyak keluhan misalnya penganaktirian pasien pemegang kartu BPJS perlu dipertanyakan, mengapa rumah sakit melakukan demikian?

Logika berbicara, rumah sakit itu tak ada kepercayaan kepada BPJS. Lalu mengapa? Mungkin saja pembayaran kepada rumah sakit lama sekali dilakukan BPJS atau dipersulit dan sebagainya. Kalau kedua pihak dengan sistem yang baik berjalan lancar, rasanya tak ada yang perlu ditakutkan lagi antara kedua pihak tersebut. Tapi kalau kepercayaan tak terjalin satu sama lain, semua tentu akan kacau dan korbannya adalah masyarakat yang sudah bayar mahal premi asuransinya kepada BPJS.

Mungkin bukan saya saja yang berharap, banyak orang akan berharap.

"BPJS tolonglah, jangan mau terima uang saja, tetapi lakukanlah pengawasan yang baik dan berikan pelayanan yang baik bagi pemegang kartu BPJS."

Apakah bisa? Saya yakin sekali pasti bisa. Hanya saja mungkin perlu waktu untuk pembenahan internal BPJS. Kalau ada tikus-tikus, ya bunuhlah dengan racun tikus. Bukan zamannya lagi tikus-tikus berkeliaran saat ini.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tags
BPJS
Jepang
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved