Minggu, 16 November 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Suku Anak Dalam Jambi Usai Misteri Balita Balqis

Sejarah sedang memutar ulang kisah Suku Anak Dalam (SAD) ketika Bilqis, balita yang diculik di Makassar, akhirnya ditemukan di Jambi

Editor: Dodi Esvandi
ist
Algooth Putranto, Community Director Evident Institute 

Oleh: Algooth Putranto
Community Director Evident Institute
 
Sejarah sedang memutar ulang kisah Suku Anak Dalam (SAD) ketika Bilqis, balita yang diculik di Makassar, akhirnya ditemukan di Jambi setelah sepekan hilang. 

Kabar beredar Balqis dijual kepada warga Jambi dan disembunyikan di sebuah kebun yang dihuni komunitas SAD.

Penulis menyebut terjadi putar ulang sejarah karena hampir satu dekade lalu, SAD Jambi menjadi perhatian nasional setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menemui langsung sejumlah pemimpin suku (Tumenggung) SAD korban kebakaran hutan di Jambi.

Sejumlah pembenci Jokowi saat itu menilai foto Presiden bertemu perwakilan SAD dengan sangat informal adalah sekadar strategi kehumasan. 

Tak sedikit yang percaya, para SAD itu hanyalah para aktor yang didandani dan dinarasikan sebagai SAD.

Butuh waktu tak sebentar bagi penulis untuk mengkonfirmasi kisah foto Jokowi dan SAD tersebut. 

Beruntung, dalam sebuah kesempatan menjelang akhir studi doktoral, penulis bertemu  Tumenggung Grip, salah satu Tumenggung di daerah Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Menumpang motor milik Mijak Tampung, salah satu mantan murid Sokola Rimba yang didirikan Butet Manurung mengajar di hutan Bukit Duabelas, Jambi, penulis bertemu Tumenggung Grip di akhir bencana Covid19.

Bertemu langsung Tumenggung Grip membuat penulis berkesempatan mendapatkan sejumlah fakta primer.

Mulai struktur SAD yang sebetulnya lebih tepat merupakan kelompok masyarakat jenis kawanan (band), keyakinan (believe) hingga budaya rimba yang jadi bagian dari ruang ideologi (sphere) SAD yang eksotik sekaligus menyedihkan.

Sebagai band, kelompok masyarakat ini jumlahnya hanya beberapa lusin individu saja, sehingga tidak memerlukan banyak bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan kelompoknya.

Umumnya band mengandalkan sumber daya yang ada di sekitar tempat hidupnya. Jadi tanpa hutan, mereka sama saja dengan tiada.

Sebagai contoh, Melangun yakni tradisi berpindah tempat secara massal yang dilakukan oleh masyarakat SAD ketika salah satu anggota keluarga meninggal dunia, dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sedih dan kesialan yang diyakini akan menular jika tetap tinggal di tempat lama.

Tanpa hutan yang luas dan asri akibatnya tradisi ini akan sulit terlaksana.

Bahkan sering, pada akhirnya, masyarakat yang sedang melakukan tradisi Melangun menjadi konflik perebutan ruang (space) dengan perusahaan Sawit atau Kayu atau bahkan dengan masyarakat di luar SAD.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved