Tribunners / Citizen Journalism
Ironi Nadiem Makarim, CEO Ojol Memimpin Pendidikan, Semakin Amburadul!
Kebijakan Nadiem dituding mencekik hidup anak-anak sekolah dari keluarga yang tidak mampu, serta menjerumuskan mereka ke jurang depresi dan trauma.
Editor:
Husein Sanusi
Ironi Nadiem Makarim, CEO Ojol Memimpin Pendidikan, Semakin Amburadul!
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc., M.A*
TRIBUNNEWS.COM - Polemik yang dipantik Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani, mewakili surat rakyat yang tidak berdaya. Ia mengkritik kebijakan Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).
Kebijakan Nadiem dituding mencekik hidup anak-anak sekolah dari keluarga yang tidak mampu, serta menjerumuskan mereka ke jurang depresi dan trauma.
Kritik ini muncul karena Mendikbud tidak menjelaskan panduan detail model pembelajaran via daring selama masa pandemi Covid-19.
Kritik Zita dapat diterima. Tiga bulan sebelumnya, Nadiem sudah mengakui, “situasi pandemi Covid-19 membuat pembelajaran online tidak akan optimal dilakukan sekolah. Tidak semua daerah punya akses smartphone ataupun koneksi internet yang baik. Ini merupakan suatu hal yang menantang," (Kompas, 27/3/2002).
Tiga minggu sebelumnya, sebelum mengeluh kesulitan menghadapi tantangan pembelajaran daring di masa pandemi, Mendikbud mantan CEO PT Gojek ini juga terkaget-kaget seakan-akan baru menyadari perkara baru terjadi di luar prediksi.
Ia baru sadar betapa parahnya ketimpangan antar daerah di Indonesia, di mana sejumlah daerah belum dialiri listrik.
Ungkapannya yang menggelikan di telinga pakar pakar pendidikan, "ada yang bilang tidak punya sinyal televisi. Bahkan ada yang bilang tidak punya listrik. Itu bikin saya kaget luar biasa,".
Mantan CEO Ojol (Ojek Online) memimpin pendidikan sebuah bangsa yang besar memang sebuah ironi juga tragedi.
Negara Republik Indonesia yang begitu besar dan beragam, dari Sabang sampai Merauke, dipimpin oleh orang yang tidak mengerti akar budaya bangsanya sendiri.
Semoga bapak bangsa, Ki Hajar Dewantara, tidak kecewa melihat pola tingkah Nadiem, sebagaimana kami semua di sini betul-betul kecewa.
Dalam Kongres Taman Siswa 1947, Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan semestinya dibangun di atas lima asas utama: kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanusiaan.
Semua asas tersebut hari ini amburadul di tangan Nadiem. Ia tidak punya konsep utuh seperti Zita Anjani katakan, juga tidak mengerti persoalan sosial-kultural bangsa ini, seperti yang ia curhatkan sendiri ke publik.
Sebagaimana tukang Ojol, Nadiem juga mencari orderan pelanggan. Cara berpikir seperti ini dia katakan sejak awal menjabat.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.