Tribunners / Citizen Journalism
Candaan Wamen Perlindungan Pekerja Migran: Tidak Boleh Lebih Besar dari Menteri
Dzulfikar dipercaya Presiden Prabowo masuk kabinet merah putih sebagai Wakil Menteri RI (Wamen) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI)
Editor:
Erik S

Oleh Rusman Madjulekka
Pengajar Literasi di Jakarta
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- SEMUA orang merasa bisa. Apa saja. Termasuk merasa bisa jadi anggota kabinet merah putih-nya Presiden Prabowo Subianto. Atau merasa bisa jadi Gubernur, Bupati dan Walikota lewat Pilkada serentak tempo hari. Tapi hanya sedikit diantaranya yang bisa merasa.
Salah satu yang sedikit itu sosok pria dengan wajah ganteng dan murah senyum. Memimpin organisasi kepemudaan level nasional. Berasal dari keluarga ormas keagamaan terkemuka di Indonesia. Saat ini sudah jadi siapa-siapa. Di usia yang terbilang muda.
Dua kali saya bertemu dengannya. Dalam waktu berdekatan, hanya berselang sehari. Yang pertama, di acara HUT organisasi paguyuban Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) ke-48 di sebuah hotel di daerah kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (30/11/2024) malam. Kedua, besoknya minggu (1/12/2024) pagi di acara grand opening sebuah kedai kopi di bilangan Gondangdia Menteng, Jakarta.
Baca juga: Profil Dzulfikar Ahmad Tawalla, Ketum PP Pemuda Muhammadiyah yang Dipanggil Prabowo, Calon Wamen?
Nama pria muda itu: Dzulfikar Ahmad Tawalla. Biasa akrab disapa Fikar. Dari dialek dan ejaan namanya tidak usah ditebak orang mana: pasti Makassar. Ia anak sulung dari enam bersaudara dan ayahnya Pak Kiyai Ahmad Tawalla, dikenal ulama dan tokoh pemuka agama di kampungnya Limbung, Gowa, Sulawesi Selatan. Tak begitu jauh dari kota Makassar, arah selatan.
Pun anda sudah tahu. Dzulfikar dipercaya Presiden Prabowo masuk kabinet merah putih sebagai Wakil Menteri RI (Wamen) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) sekaligus Wakil Kepala BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia).
Menterinya Abdul Kadir Karding, politisi PKB yang juga hadir sebagai warga KKSS. Orang tuanya berasal dari Tajuncu, pelosok desa di kabupaten Soppeng, Sulsel. Ia sendiri lahir dan sekolah hingga SMA di Palu, Sulawesi Tengah.
Di acara KKSS Wamen Dzulfikar ikut bicara. MC mendaulatnya memberikan sepatah kata dihadapan tamu undangan para tokoh dan sesepuh warga Sulsel di Jakarta. Seperti Jusuf Kalla, Said Didu, Anhar Gonggong, utusan saudagar dari Kepri, Papua, Kalimantan dan lainnya.
“Saya gak akan bicara panjang lebar. Harus tahu diri. Sebagai wakil menteri tidak boleh lebih panjang dari pak menteri,” ujarnya membuka sambutan dan disambut riuh tawa hadirin yang memenuhi ballroom hotel bintang lima itu. Suasananya kian meriah dengan nuansa etnis khas Sulsel. Ada juga lagu, tarian dan hidangan aneka kue tradisional.
Dengan nada sersan–serius tapi santai–Wamen Dzulfikar memberi ilustrasi kalau misalnya pak menteri bicara memberikan sambutan atau pidato dengan durasi sekitar 20 menit, maka wakil menteri harus tahu diri cukup bicara maksimal 10 menit saja. Lebih sedikit, porsinya setengah.
Malam itu anak muda kelahiran Gowa, Sulsel, 28 April 1987 ini mencuri perhatian. Setidaknya bagi saya yang baru pertama kali bertemu dengannya. Sebelumnya belum kenal dan tak banyak tahu dirinya. Mengenakan baju patik, saya perhatikan, ia berupaya hati-hati menjaga setiap kalimat yang dilontarkan dari mulutnya tidak blunder menimbulkan kontroversi seperti dialami koleganya di kabinet yang sempat viral. Meski itu dalam konteks bercanda.
Keesokan harinya. Pagi menjelang siang. Secara kebetulan saya bertemu lagi dengannya. Penampilannya casual dengan baju kaos. Di acara pembukaan warung kopi “Phoenampungan” yang diprakarsai kawan-kawannya sesama mantan aktivis mahasiswa dan pergerakan asal Makassar di Jakarta. Sekaligus jadi ajang reuni dadakan.
Hadir juga mas menteri pemuda dan olahraga (Menpora) Dito Ariotedjo, Sekjen Partai Golkar Sarmudji, politisi Dhave Laksono, Nurdin Halid, Supriansa, ustads Das’ad Latif, Jubir JK Husain “uceng” Abdullah dan lainnya.
Kemasan acaranya tak formal. Lebih santai. Para tamu ngobrol sambil menyeruput kopi. Ramai di lantai satu tamu perokok dan lantai dua yang no smoking. “Hari ini semua free,” kata pelayan. Lalu, sejumlah tamu undangan VIP diminta memberikan testimoni.
“Sebagai wakil maka saya harus tahu diri, tidak bicara lebih panjang dari mas manteri yang juga hadir di sini,” kata Dzulfikar bercanda melirik mas menteri Dito yang duduk disampingnya.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Prabowo Subianto
Dzulfikar Ahmad Tawalla
Wakil Menteri RI
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
SDG08-Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Komentar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Soal Pembentukan Badan Industri Mineral |
![]() |
---|
Begini Jawaban Bos Boeing Soal Rencana Indonesia Borong 50 Pesawat |
![]() |
---|
KPK Bakal Dalami Temuan 4 HP di Plafon Rumah Immanuel Ebenezer: Apa Itu Memang Kebiasaannya? |
![]() |
---|
Jasman Tongi Minta Prabowo Bertindak, Tambang Ilegal Kotamobagu Meningkat Usai Pidato Kenegaraan |
![]() |
---|
Elite Golkar Bertemu Prabowo Hampir Tiga Jam di Istana, Sejumlah Hal Dibahas, Termasuk Isu Munaslub? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.