Jumat, 3 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Membongkar Epistemicide dalam Sistem Hukum Nasional

Di Indonesia, epistemicide dilembagakan, dijustifikasi, dilanggengkan oleh sistem hukum nasional yang berdiri di atas fondasi hukum kolonial.

|
Editor: Sri Juliati
freepik.com
ILUSTRASI HUKUM - Gambar ilustrasi tentang hukum yang diambil dari situs freepik.com, Senin (14/4/2025). Di Indonesia, epistemicide dilembagakan, dijustifikasi, dan dilanggengkan oleh sistem hukum nasional yang terlalu lama berdiri di atas fondasi hukum-hukum kolonial. 

Padahal yang benar dan logis semestinya negaralah yang harus belajar dari masyarakat adat. 

Dari mereka, negara bisa melihat hukum sebagai sesuatu yang mengakar, yang lahir dari kebutuhan hidup bersama, bukan dari rumusan di atas kertas. 

Dari mereka juga negara belajar bahwa hukum itu tidak sekedar untuk menyelesaikan konflik. 

Tetapi hukum yang ditegakkan harus juga untuk menjaga hubungan baik sesama manusia dan hubungan baik antara manusia dan alam.

Penutup

Epistemicide dalam beberapa hukum nasional di Indonesia bukan sekadar persoalan akademik atau konseptual tetapi persoalan penghargaan terhadap warisan kebudayaan. 

Epistemicide ada, nyata, menyakitkan, dan terus berlangsung di Indonesia

Ia terlihat, tampak cetho welo-welo dalam setiap penggusuran tanpa konsultasi, dalam setiap perampasan wilayah adat, dalam setiap kriminalisasi masyarakat adat, dan dalam ketidakmampuan hukum negara untuk memahami bahasa masyarakatnya sendiri.

Untuk melawan epistemicide dan memperbaiki pola berhukum yang ada saat ini, kita tidak bisa hanya sekedar menambahkan kata “pengakuan hukum adat” dalam undang-undang. 

Yang lebih penting dan utama adalah kita perlu membongkar cara berpikir hukum kita, membuka ruang bagi pluralisme hukum, dan membangun dialog antar sistem pengetahuan secara setara.

Hal ini harus kita lakukan karena pada akhirnya keadilan bukan hanya tentang kepastian hukum

Keadilan juga tentang penghormatan terhadap pengetahuan adat, terhadap sejarah, dan terhadap cara hidup orang banyak. 

Dan selama hukum negara masih "membunuh" pengetahuan adat yang hidup (living law) maka keadilan yang diharapkan bersama di Negeri Khatulistiwa ini hanya akan jadi ilusi di atas meja rapat. (*)

Dr. Bakhrul Amal, S.H., M.Kn
Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta
Dr. Bakhrul Amal, S.H., M.Kn Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta (ISTIMEWA/TRIBUNNEWS.COM)
Sumber: TribunSolo.com

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved