Bangkit Kaum Muda Indonesia dan Lakukan Perubahan
Kaum muda harus bangkit memanfaatkan momentum Hari Kebangkitan Nasional untuk melakukan perubahan yang berarti di semua lini. Hal ini tidak lepas
Penulis:
Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kaum muda harus bangkit memanfaatkan momentum Hari Kebangkitan Nasional untuk melakukan perubahan yang berarti di semua lini. Hal ini tidak lepas dari keprihatinan atas berbagai kenyataan bahwa bangsa Indonesia masih menghadapi kendala dalam persoalan kebangsaan, kebhinekaan, serta pluralisme.
Selain itu, arah masa depan yang belum jelas, dan alpanya para pemimpin negeri ini untuk membangun keadaban, jati diri dan budaya bangsa yang dipinggirkan, membuat Indonesia tertinggal dari negara lain.
Demikian benang merah dari sarasehan sehari bertema “Apa kabar Kaum Muda Indonesia, Mampukah Kita Bangkit” yang diiselenggarakan oleh Gerakan Pemuda Ansor (GP), di Kantor GP Ansor, Jalan Kramat Raya jakarta Pusat, Minggu (20/5/2012).
Sarasehan yang dibuka Ketua umum GP Ansor Nusron Wahid dan dipandu tokoh Muhammadiyah yang akrab dengan NU, Muslimin Abdurachman ini menghadirkan pembicara Romo Benny Susetyo, Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait, Wasekjen PPP Romahurmuzy, dan politisi PKS, Misbakhun.
Ketua umum GP Ansor Nusron Wahid menekankan pentingnya bangsa ini menyadari kebhinekaan, menghindari sektarianisme, dan memperkuat persatuan. Khusus mengenai kaum muda dalam kaitan kebangkitan nasional
"Kaum muda saat ini akan menentukan wujud masa depan bangsa setelah satu abad lalu diletakkan pondasinya oleh para tokoh pergerakan bangsa," kata Nusron.
Dalam konteks peran kaum muda ini, Muslim Abdurachman mengusulkan adanya suatu “building block” . Tujuannya agar bisa menjadi kekuatan yang mampu menekan pemegang keputusan negeri ini, terutama menyangkut hal-hal dasar dari bangsa ini.
“Saat ini kita menghadapi munculnya fundamentalisme agama. Di samping itu tantangan globalisasi dan liberalisme yang dahsyat. Nah, kaum muda dituntut peran untuk menghadapi dan mengatasi itu semua,” katanya.
Rohaniawan katolik Romo Benny menyatakan, kita sekarang berada dalam ‘masa kegelapan’ karena kebudayaan dan keadaban atau peradaban ditinggalkan. Akibatnya Indonesia tidak memiliki identitas yang jelas dalam menghadapi percaturan global yang penuh persaingan.
“Karena itu bangun pusat-pusat kajian, penelitian dan jangan terlalu banyak bicara atau seminar. Kita pun harus memiliki strategi kebudayaan yang jelas agar arah dan target kemajuan yang ingin dicapai, terukur,” kata Romo Benny.
Politisi PPP, Romahurmuzy dan politisi PDIP Maruarar Sirait serta politiisi PKS sepakat perlunya kesadaran kolektif kaum muda ditumbuhkan khususnya dalam hal menyatakan bahwa kemiskinan adalah musuh bersama. Sama ketika kesadaran kolektif kaum muda pada masa reformasi 1998 yang meneguhkan bahwa Soeharto dan rezim Orba adalah musuh bersama.
Romahurmuzy mengungkapkan keprihatinannya bahwa masyarakat saat ini dihadapkan pada kenyataan jurang sosial yang makin melebar antara mereka yang sangat berpunya dan yang sangat miskin. Jurang sosial itu harus dikurangi dan tugas kaum muda untuk melakukannya.
Maruarar, mengkaitkan fenomena kehidupan masyarakat dengan kepemimpinan yang tidak amanah dan hanya mementingkan sekelompok elit dan golongannya saja.