Merasa Tak Melakukan Pencucian Uang, Bahasyim Ajukan PK
Terpidana kasus korupsi dan pencucian uang, Bahasyim Asifie mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis 12 tahun penjara
Editor:
Anwar Sadat Guna

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmalia Rekso P
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana kasus korupsi dan pencucian uang, Bahasyim Asifie mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis 12 tahun penjara Mahkamah Agung.
Dalam pembacaan Memori Permohonan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (4/7/2012), pengacara mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta VII itu, Maruli Simamora menuturkan, pihaknya menganggap telah terjadi kesalahan penerapan hukum putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, serta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Tinggi Jakarta.
Dalam sidang, Maruli menuturkan, proses hukum Bahasyim sudah salah sejak penyidikan di Polda Metro Jaya, yakni tidak adanya laporan pengaduan atas dugaan pencucian uang oleh perusahaan Bahasyim, PT Tri Dharma Kencana.
Maruli juga menyebutkan, MA salah menerapkan hukum dalam putusannya, yang menjatuhkan dua amar putusan pemidanaan sekaligus dan terpisah, dengan tidak menerapkan ketentuan pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) KUHP.
Pengacara juga mengaku memiliki 12 bukti baru (novum) berupa surat, yang dapat menjelaskan Bahasyim tidak melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Bukti tersebut antata lain surat tanah yang diserahkan notaris Kartini Mulyadi di wilayah Cimanggis, Depok, Jawa Barat, dan bukti pengembalian investasi senilai Rp 1 miliar.
Selain itu, juga ada bukti uang Rp 62 miliar di rekening Bahasyim dan keluarganya, adalah murni dari hasil bisnis keluarga yang dirintis sejak lama.
Menurut pengacara, disebabkan salah penerapan ketentuan pasal 197 ayat (1) butir d,f,h KUHAP/ UU nomor 8 tahun 1981 tentang persyaratan sahnya suatu putusan yang dapat mengakibatkan putusan judex juris dan judex facti, sesuai ketentuan pasal 197 ayat (2) konsekuensi yuridis putusan-putusan A’quo batal demi hukum.
Tentang novum/ keadaan baru atas dasar dan alasan pasal 263 ayat (2) huruf a KUHAP (UU nomor 8 tahun 1981), yaitu atas dasar apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktunya sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas.
"Atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau tehadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan," katanya.
KLIK JUGA: