Kerusuhan Sampang
Ini Alasan Polisi Tidak Mampu Redam Kekerasan di Sampang
Peristiwa kekerasan yang menimpa Muslim Syiah, sebenarnya bukan kali pertama terjadi di Sampang, Jawa Timur.
Penulis:
Adi Suhendi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peristiwa kekerasan yang menimpa Muslim Syiah, sebenarnya bukan kali pertama terjadi di Sampang, Jawa Timur.
Bahkan, polisi telah melihat adanya aksi massa yang besar, sebelum peristiwa berdarah terjadi.
Aparat polsek setempat juga sudah hadir, saat mendengar informasi adanya penghadangan massa terhadap para santri, yang akan kembali ke pesantren setelah merayakan Idul Fitri.
"Oh tidak (kecolongan). Saat kejadian anggota sudah ada, dan kapolsek pun sudah ada di lokasi," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Agus Rianto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (29/8/2012).
Tapi, menurut Agus, imbauan polisi tidak dihiraukan massa yang menyerang, hingga akhirnya kekerasan terjadi.
"Personel kepolisian tidak sebanding dengan massa yang ada, sehingga tidak optimal saat dilakukan upaya pencegahan. Kecolongan tidak ada, masyarakat saat itu tidak lagi menghargai hukum dan aparat di lapangan," jelas Agus.
Menyikapi penilaian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menganggap lemahnya peran intelijen dalam kasus kekerasan di Sampang, Polri menganggap perkataan SBY akan menjadi bahan koreksi dan dorongan bagi Polri, untuk bekerja lebih baik di masa datang.
"Apapun yang dikatakan Bapak Presiden, itu harus dicermati, karena beliau sudah punya informasi yang banyak tentang ini. Kepolisian akan mengupayakan kinerja yang lebih baik ke depan," imbuhnya.
Peristiwa Sampang yang terjadi Minggu (26/8/2012), merupakan bagian dari rentetan peristiwa sebelumnya. Aksi kekerasan diawali persaingan antara dua orang yang memiliki kelompok yang berbeda.
Kedua orang yang sejak awal saling berselisih, masih memiliki hubungan saudara. Perselisihan menjadi melebar, sampai akhirnya seakan ada pandangan bahwa tragedi di Sampang dipicu perbedaan ideologi.
Pada 29 Desember 2011, kekerasan di Sampang sempat pecah. Dari peristiwa tersebut, polisi menetapkan Tajul Muluk sebagai tersangka, atas laporan Rois Al-Hukuma pada 6 Maret 2012.
Polisi menjerat Tajul Muluk dengan pasal penistaan dan penodaan agama. Ia divonis dua tahun penjara. Muskirah, terdakwa tunggal pembakaran Kompleks Pesantren Syiah, juga divonis penjara 3 bulan 10 hari pada 10 April 2012.
Kemudian, pada 26 Agustus 2012, sekitar pukul 09.00 WIB, kekerasan kembali terjadi. Sekitar 200 orang menyerbu pemukiman warga Syiah di Sampang, Jawa Timur. Akibatnya, dua orang tewas dan 15 rumah hangus terbakar. (*)
BACA JUGA