Sabtu, 6 September 2025

Korupsi KTP Elektronik

Dakwaan Jaksa: Fredrich dan Bimanesh Berkolaborasi Hingga Novanto Dirawat di RS Medika

Kerjasama Fredrich dan Bimanesh dilakukan agar mantan Ketua DPR tersebut tidak dapat dimintai keterangan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Pengacara Fredrich Yunadi tiba di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (13/1/2018) dini hari. Pengacara Fredrich Yunadi memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan merintangi penyidikan perkara KTP Elektronik yang menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam surat dakwaannya menyebut advokat Fredrich Yunadi melakukan persekongkolan dengan dokter Bimanesh Sutarjo supaya Setya Novanto, terdakwa kasus korupsi e-KTP, dapat dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta Selatan.

Kerjasama Fredrich dan Bimanesh dilakukan agar mantan Ketua DPR tersebut tidak dapat dimintai keterangan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Pada tanggal 16 November 2017 sekitar pukul 11.00 WIB, terdakwa (Fredrich Yunadi,-red) menghubungi dokter Bimanesh Sutarjo yang sebelumnya telah dikenal terdakwa untuk meminta bantuan agar Setya Novanto dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dengan diagnosa menderita beberapa penyakit, salah satunya adalah hipertensi," tutur JPU KPK Fitroh Rohcahyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (8/2/2018).

Baca: Kuasa Hukum Fredrich Pasrah Sidang Praperadilan Gugur

Dalam rangka menegaskan permintaan itu, terdakwa sekitar pukul 14.00 WIB datang menemui Bimanesh Sutarjo di kediamannya yang berada di kawasan Simprug, Jakarta Selatan.

Tujuan pertemuan untuk memastikan agar Novanto dirawat inap di RS Medika Permata Hijau.

"Terdakwa juga memberikan foto data rekam medik Setya Novanto di RS Premier Jatinegara yang difoto terdakwa beberapa hari sebelumnya padahal tidak ada sirat rujukan dari RS Premier Jatinegara untuk dilakukan rawat inap terhadap Setya Novanto di rumah sakit lain," kata JPU.

Di dalam surat dakwaan disebutkan Bimanesh menyanggupi untuk memenuhi permintaan terdakwa padahal dirinya mengetahui Setya Novanto sedang memiliki masalah hukum di KTP.

Baca: Terungkap dalam Dakwaan Jaksa: Novanto Sembunyi di Hotel di Kawasan Sentul

Lalu, Bimanesh menghubungi dokter Alia, selaku Plt Manajer Pelayanan Medik RS Medika Permata Hijau melalui telepon agar disiapkan ruang VIP untuk rawat inap pasien atas nama Setya Novanto yang direncanakan aka masuk rumah sakit dengan diagnosa penyakit hipetensi berat, padahal Bimanesh belum pernah melakukan pemeriksaan fisik.

"Selain itu, dokter Bimanesh Sutarjo juga menyampaikan kepada dokter Alia bahwa dirinya sudah menghubungi dokter lainnya, yakni dokter Mohammad Toyibi dan dokter Joko Sanyoto untuk melakukan perawatan bersama terhadap pasien bernama Setya Novanto padahal kedua dokter tersebut tidak pernah diberitahukan oleh dokter Bimanesh Sutarjo," kata dia.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK membacakan surat dakwaan atas nama terdakwa advokat Fredrich Yunadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (8/2/2018).

Fredrich didakwa menghalangi proses hukum yang dilakukan penyidik KPK terhadap Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI yang menjadi tersangka tindak pidana korupsi e-KTP.

Terdakwa dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi.

Baca: SBY Laporkan Fitnah Pengacara Setnov ke Polisi

Pada Kamis (16/11/2017), terdakwa Fredrich Yunadi bersama dengan dokter Bimanesh Sutarjo, tenaga medis dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di RS Medika Permata Hijau.

Upaya itu dilakukan dalam rangka menghindari pemeriksaan penyidikan oleh penyidik KPK terhadap Setya Novanto sebagai tersangka e-KTP.

Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahu 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahu 1999 tentang Pemberantasa Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan