Jumat, 8 Agustus 2025

Pengamat Bicara Beda PSI dan PDIP yang Baru Saja Gelar Kongres Partai

PSI memilih ketua umum secara terbuka dengan sistem one man one vote, sementara PDIP tetap menggunakan mekanisme aklamasi

Penulis: Reza Deni
Editor: Eko Sutriyanto
Tribunnews.com/Rifqah
KONGRES PSI di SOLO - Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, dalam acara penutupan Kongres PSI di Edutorium KH Ahmad Dahlan, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Kecamatan Laweyan, Surakarta, Minggu (20/7/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua partai politik, PDI Perjuangan dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), baru saja menyelenggarakan kongres partai dalam waktu yang berdekatan. 

Namun, keduanya menampilkan sistem internal berbeda. 

PSI memilih ketua umum secara terbuka dengan sistem one man one vote, sementara PDIP tetap menggunakan mekanisme aklamasi.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Slamet Riyadi (UNISRI) Solo, Herning Suryo, menilai perbedaan itu mencerminkan kultur politik yang masih sangat dipengaruhi oleh pola patronase, khususnya dalam tubuh PDIP.

"Kalau PSI kan belum memiliki pemimpin sekuat Megawati yang karismatiknya memang masih sangat kuat. Apalagi kita masih ini ya pada budaya patronal gitu ya. Jadi budaya patronal itu sebuah kultur yang menempatkan panutan, atau patron, masih diikuti. Sehingga kemudian hasil Kongres kemarin Ibu Mega tetap berada di posisi ketua umum untuk periode 2025 sampai 2030," ujar Herning kepada wartawan, Selasa (5/8/2025).

Meski mengakui banyak kader PDIP yang memiliki kapasitas dan kapabilitas, Herning menilai belum ada yang cukup kuat untuk mengambil alih posisi pemimpin partai. 

Baca juga: Pakar Nilai Amnesti Hasto Tak Buat PDIP Gabung Koalisi: Tetap Jaga Jarak, Bak Teman, tapi Mesra

"Yang masih dikehendaki oleh PDIP itu adalah pemimpin yang memiliki kharismatik, yaitu pemimpin yang masih memiliki kesejarahan, masih terkait kesejarahan perjalanan partai politik itu sendiri," kata dia.

Sementara itu, Herning menilai PSI tengah membangun fondasi sebagai partai terbuka, sesuatu yang menurutnya positif dalam perkembangan demokrasi.

"Ini memang hal yang baik dalam sebuah demokrasi. Ini baik," katanya.

Namun dia menambahkan, keberhasilan strategi itu masih perlu diuji oleh respons publik. 

"Persoalan berhasil atau tidak ya nanti bisa dilihat dari respon publik apakah partai terbuka itu menjadi label yang kuat, itu perlu diuji."

Hening menegaskan, untuk menjaga identitas sebagai partai terbuka, PSI perlu konsisten dalam merawat kultur tersebut, salah satunya dengan terus menerapkan sistem one man one vote dalam pemilihan ketua umum.

Terkait kebutuhan akan figur karismatik untuk menarik pemilih, Herning menyebut hal itu tidak terlalu dominan dalam konteks PSI. 

"Ya enggak dominan sebenarnya, karena kan PSI ini isinya orang-orang muda. Justru kemudian PSI harus merancang sebuah strategi yang menempatkan dirinya menjadi partai terbuka," kata Herning.

Menurutnya, anak muda saat ini memiliki sikap yang lebih kritis dan akan memperhatikan banyak aspek sebelum memutuskan bergabung ke partai politik. 

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan