DPR Soroti Tes Bahasa Inggris LPDP untuk Studi Dalam Negeri: Tak Relevan, Perlu Direvisi!
M. Fathi mengkritik kebijakan LPDP yang mewajibkan tes bahasa Inggris bagi calon penerima beasiswa untuk studi di dalam negeri.
Penulis:
Reza Deni
Editor:
Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Anggota Komisi XI DPR RI, M. Fathi, melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang mewajibkan tes bahasa Inggris bagi calon penerima beasiswa untuk studi di dalam negeri.
Menurutnya, aturan tersebut tidak relevan dan justru menghambat akses pendidikan bagi masyarakat dari daerah terpencil dan kalangan prasejahtera.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Plt Direktur Utama LPDP, Sudarto, dan PKN STAN di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (16/9/2025), Fathi menilai kebijakan itu “sangat tidak nyambung” dengan konteks pendidikan dalam negeri.
“Kalau ada anak-anak dari daerah yang tidak punya akses terhadap pembelajaran bahasa Inggris, bagaimana mereka bisa ikut seleksi? Sangat tidak nyambung kalau mau kuliah di dalam negeri tapi harus memenuhi standar kemampuan bahasa Inggris,” ujar Fathi.
LPDP saat ini mensyaratkan sertifikasi kemampuan bahasa Inggris seperti TOEFL, IELTS, atau PTE Academic, dengan skor minimal yang berbeda tergantung jenjang pendidikan dan tujuan studi.
Namun, Fathi menilai kebijakan tersebut lebih menguntungkan mereka yang mampu secara ekonomi dan memiliki akses terhadap pelatihan bahasa asing.
Baca juga: Pasal ‘Sapu Jagat’ UU Tipikor Digugat Adelin Lis, DPR Tegaskan Pentingnya Kepastian Hukum
“Kalau ditanya soal TOEFL, mereka bahkan tidak tahu itu apa. Tapi bukan berarti mereka tidak cerdas atau tidak layak mendapatkan kesempatan,” tegasnya.
Fathi juga menyoroti kebijakan serupa di PKN STAN.
Ia mempertanyakan urgensi penggunaan bahasa Inggris dalam institusi yang berorientasi pada pelayanan publik di dalam negeri.
“Kan dinasnya bukan di Inggris, dinasnya di Indonesia. Untuk apa pakai bahasa Inggris?” ucap legislator dari Fraksi Demokrat itu.
Lebih lanjut, Fathi menyebut bahwa bahasa Inggris bukan lagi satu-satunya bahasa global.
Ia menyarankan agar LPDP mempertimbangkan bahasa lain yang kini juga berperan besar dalam dinamika ekonomi dan bisnis dunia.
“Sekarang bukan zamannya lagi bahasa Inggris jadi satu-satunya acuan. Kalau bicara penyumbang kemajuan global, economic driver-nya sudah bukan Inggris-inggrisan. Lebih baik tes bahasa Cina atau bahasa lain yang relevan,” tandasnya.
Gaji Pegawai Capai Rp5 Triliun, Nusron Wahid Rinci Anggaran ATR/BPN 2026 |
![]() |
---|
Kompetensi Guru Jadi Fokus, Kemendikdasmen Siapkan Rp95 Miliar dari Total Anggaran Rp55,4 Triliun |
![]() |
---|
RUU Perampasan Aset Ditarget Rampung 2025, Mahfud MD: Tak Ada yang Menakutkan, yang Takut Koruptor |
![]() |
---|
Komjen Suyudi Bantah Isu Jadi Pengganti Kapolri Jenderal Listyo Sigit: Saya Fokus di BNN |
![]() |
---|
Komisi IX DPR RI Kunjungi Pabrik Jamu di Semarang, Soroti Pentingnya Jamu untuk Kesehatan Bangsa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.