Perlunya Penguatan Lembaga Pengawas Persaingan Usaha
Perangkat undang–undang nomor 5 tahun 1999 bagi KPPU dalam melaksanakan tugasnya belum cukup. Perlu sarana penunjang yang lebih memadai
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melihat perkembangan ekonomi belakangan ini, terutama di dalam dunia usaha, pakar ekonomi, Dr Aviliani mengingatkan pemerintah harus segera melindungi produsen dalam negeri.
Pasalnya sejak krisis ekonomi tahun 2008, dunia telah kehilangan 50 persen demand akibat persaingan menjadi semakin sengit.
Banyak yang melakukan kolaborasi untuk menunjang usahanya tapi tak jarang yang justru melakukan langkah yang sebaliknya.
Dalam kondisi ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sangat berperan, apalagi pemilik modal besar cenderung ingin menguasai pasar.
"Di situ diperlukan peran KPPU untuk mengawasi dan bertindak. Baik dengan inisiatif KPPU sendiri atau mendapat laporan dari masyarakat dan memberikan punishment terhadap penyalahgunaan kewenangan," kata Dr Aviliani di Jakarta, Rabu (31/5) lalu.
Menurutnya, pemerintah perlu membuat regulasi karena jika tidak ada maka KPPU akan bekerja lebih berat.
Policy nya di dalam pemerintahan juga harus jelas.
"Perangkat undang – undang nomor 5 tahun 1999 bagi KPPU dalam melaksanakan tugasnya belum cukup. Perlu sarana penunjang yang lebih memadai," katanya.
Aviliani menyoroti kasus yang terdapat pada produsen Yamaha dan Honda yang telah divonis sebagai kartel.
Produsen merek Yamaha dan Honda telah bersekongkol untuk mengatur harga jual sejak tahun 2013.
Mereka telah menguasia pasar sebanyak 97 persen untuk sepeda motor matic.
Pada kasus Honda dan Yamaha, ketika berkolaborasi tidak masalah tapi akan bermasalah ketika terbukti sebagai kartel.
Aviliani diminta menyoroti kasus yang terjadi pada PT Tirta Investama, produsen air minum Aqua dan PT Balina Agung Perkasa sebagai distributor produk Aqua, yang juga sedang dilakukan sidang di KPPU.
Dr. Aviliani secara tegas mengatakan tidak membenarkan tindakan itu. Di mana PT Tirta Investama sebagai Terlapor I diduga telah melanggar pasal 15 ayat 3 huruf a dan b dan PT Balina Agung Perkasa diduga telah melanggar pasal 19 huruf b.
”Kalau itu sih saya tidak setuju. Ini baru namanya monopoli, Itu tidak boleh. Penjual bebas untuk menjual produk apa saja. Dalam berbisnis intinya harus ada etika dan moral,” tutur Dr.Aviliani, Pakar Ekonomi.