RUU Cipta Kerja Diyakini Bisa Percepat Arus Investasi dan Implementasi 5G
Dengan RUU Cipta Kerja diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,7 hingga 6 persen.
Penulis:
Hendra Gunawan
Editor:
Choirul Arifin
Tantangan lainnya yang perlu dibahas dalam RUU Cipta Kerja adalah pemanfaatan spektrum radio secara optimal.
Saat ini ada beberapa isu sektor telekomunikasi yang tidak tercakup di dalam UU Telekomunikasi.
Beberapa isu tersebut seperti pencabutan perizinan berusaha atau persetujuan atas penggunaan spektrum frekuensi dalam hal penggunaan tidak optimal sedangkan di sisi lain terdapat kepentingan umum yang lebih besar.
Baca: Warga Ngeluh Lonjakan Tagihan Listrik, Jubir Istana Bantah Ada Kenaikan Tarif
Isu lainnya adalah kerja sama penggunaan spektrum frekuensi radio untuk mendukung 5G antara operator telekomunikasi setelah mendapatkan persetujuan pemerintah. Selain itu Mira juga melihat belum adanya aturan pengalihan penggunaan spektrum radio dari teknologi televisi analog ke televisi digital.
Baca: Permenhub 41/2020 Terbit, Sepeda Motor Boleh Angkut Penumpang
“Dengan memperhatikan urgensinya dan mengingat substansi tersebut belum ada dalam UU 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi maka pemerintah memandang perlu memasukan substansi infrastructure sharing dalam RUU Cipta Kerja,” terang Mira.
Baca: Kemenhub Ubah Kapasitas Angkut Penumpang Pesawat Jadi 70 Persen
Ketua Bidang Infokom DPP KNPI Muhammad Ikhsan menilai untuk mengatasi permasalahan di industri telekomunikasi dan pemerataan layanan telekomunikasi di seluruh Indonesia, solusi yang paling urgen bukanlah RUU Cipta Kerja namun revisi PP 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (PP 52/53). Ikhsan dengan tegas menyatakan bahwa proses RUU Cipta Kerja masih Panjang sehingga kita perlu fokus ke revisi PP 52/53.
“Kita melihatnya seperti itu. Revisi PP 52/53 sekarang. Jika ada perubahan maka nanti kita bicarakan di Omnibus Law. Omnibus Law ini masih panjang,” tegas Ikhsan.
Indra Maulana, Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, menyatakan, Kementerian Kominfo sebenarnya pernah mengusulkan revisi PP 52/53 dan dibahas lintas Kementerian, namun belum bisa diselesaikan.
Permasalahan network sharing ini meliputi banyak aspek. Tidak hanya bisnis dan teknis saja, tetapi juga menyangkut aspek hukum.
Jika dilihat dari hierarki peraturan perundang-undangan, melakukan revisi di sisi UU jelas akan memiliki dampak lebih luas dan prinsip dibandingkan dengan revisi PP yang tingkatannya berada di bawah UU.
Sebaliknya, revisi PP tidak dapat keluar dari koridor pengaturan yang telah ditetapkan oleh UU diatasnya.
“Kominfo menganggap dengan adanya RUU Cipta Kerja ini maka pembahasan mengenai revisi PP 52/53 sudah tak diperlukan lagi. RUU Cipta Kerja bahkan lebih hebat dari PP 52/53. Jadi kita fokus di RUU Cipta Kerja saja. Kalau membahas revisi PP 52/53 justru kita malah mundur dan energi terbuang,” ujar Indra.