Virus Corona
Membagi Beban Saat Pandemi Covid-19: Pemerintah Terbitkan SBN, BI Tanggung Bunganya
Burden sharing antara pemerintah dengan BI ini dilakukan dengan prudent, penerapan good governance, serta transparan dan akuntabel
Editor:
Imanuel Nicolas Manafe
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) kembali berbagi beban atau burden sharing dalam melaksanakan penanganan virus corona atau Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Keputusan itu dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) kedua antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan dan Deputi Gubernur BI.
Baca: Indef Sebut Negara Tak Kehabisan Uang, di Bank Indonesia Ada Rp 400 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, burden sharing antara pemerintah dengan BI ini dilakukan dengan prudent, penerapan tata kelola yang baik atau good governance, serta transparan dan akuntabel.
"Skema burden sharing juga berpegang pada beberapa prinsip utama yaitu menjaga fiscal space dan sustainability dalam jangka menengah," ujarnya saat teleconference, Senin (6/7/2020).
Selain itu, menjaga kualitas defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditujukan untuk belanja produktif dan mendukung penurunan defisit APBN secara bertahap menjadi di bawah 3 persen mulai tahun 2023.
Implementasi burden sharing juga dilakukan dengan menjaga stabilitas nilai tukar, suku bunga, dan inflasi agar tetap terkendali.
"Serta memperhatikan kredibilitas dan integritas pengelolaan ekonomi, fiskal, dan moneter, sehingga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang sustainable," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, pengaturan skema burden sharing dalam SKB kedua ini berlaku untuk pembiayaan APBN tahun 2020, sedangkan untuk pembiayaan tahun-tahun berikutnya akan disusun sesuai dengan kebutuhan pembiayaan APBN tahun bersangkutan.
Adapun mekanisme burden sharing didasarkan pada kelompok penggunaan pembiayaan untuk public goods atau benefit dan non public goods atau benefit.
Sri Mulyani menyampaikan, pembiayaan public goods yang menyangkut hajat hidup orang banyak, terdiri dari pembiayaan di bidang kesehatan, perlindungan sosial, serta sektoral kementerian atau lembaga (KL) dan Pemda.
Sementara, pembiayaan untuk non public goods yang menyangkut upaya pemulihan ekonomi dan dunia usaha, terdiri dari pembiayaan untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), korporasi non UMKM, dan non-public goods lainnya.
"Untuk pembiayaan public goods, beban akan ditanggung seluruhnya oleh BI melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dengan mekanisme private placement dengan tingkat kupon sebesar BI reverse repo rate. Dimana, BI akan mengembalikan bunga atau imbalan yang diterima kepada pemerintah secara penuh," tutur eks direktur pelaksana Bank Dunia itu.
Sementara, pembiayaan non public goods untuk UMKM dan korporasi non UMKM, akan ditanggung oleh pemerintah melalui penjualan SBN kepada market dan BI berkontribusi sebesar selisih bunga pasar (market rate) dengan BI reverse repo rate 3 bulan dikurangi 1 persen.
Baca: KPK Periksa Mantan Direktur Keuangan PT Dirgantara Indonesia
Selanjutnya, untuk pembiayaan non-public goods lainnya, beban akan ditanggung seluruhnya oleh pemerintah sebesar market rate.
"Dengan demikian, pembiayaan non public goods tetap dilakukan melalui mekanisme pasar (market mechanism) dan BI bertindak sebagai standby buyer atau last resort sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) pertama tanggal 16 April 2020," pungkasnya.