Minggu, 28 September 2025

Kata Analis Soal Penyebab Jebloknya Kinerja 2020 dan Prospek Saham Bank BUMN di 2021

Anjloknya laba bersih ketiga bank BUMN itu dipicu membengkaknya biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atau provisi.

Warta Kota/Alex Suban
ILUSTRASI. Anjloknya laba bersih bank BUMN di tahun 2020 dipicu membengkaknya biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atau provisi. (Warta Kota/Alex Suban) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak bisa dipungkiri, Pandemi covid-19 yang masih terus terjadi membuat sejumlah industri di sektor jasa keuangan di Tanah Air terpuruk.

Industri perbankan pun terdampak.

Sejak wabah Covid-19 masuk ke Nusantara pada Maret 2020, industri perbankan sulit untuk menggenjot kinerjanya.

Alhasil, di tahun lalu, kinerja sejumlah bank mencetak rapor merah.

Baca juga: Himbara Salurkan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional Rp 192,24 Triliun ke 28,91 Juta Penerima

Kondisi itu tercermin dalam laporan keuangan tahunan yang dirilis sejumlah bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Di antaranya PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (Mandiri).

Pada tahun 2020, laba bersih ketiga bank pelat merah yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tersebut, merosot dibandingkan tahun sebelumnya.

Anjloknya laba bersih ketiga bank BUMN itu dipicu membengkaknya biaya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atau provisi.

Baca juga: Wamen BUMN: Realisasi Restrukturisasi Kredit Bank Himbara Paling Masif Sebesar RP490 Triliun

Suria Dharma, Kepala Riset Samuel Sekuritas mengatakan, melonjaknya biaya provisi disebabkan adanya upaya dari bank untuk mengantisipasi munculnya kredit macet karena tekanan pandemi.

"Bank-bank BUMN  membentuk provisi untuk mengantisipasi kredit macet. Ini yang membuat laba bersih mereka turun di 2020," ujar Suria, Selasa (2/2).

Perbankan, lanjut Suria, memang tidak salah untuk meningkatkan CKPN.

Sebab, risiko kredit di sepanjang tahun lalu memang cukup tinggi.

Banyak debitur bank, terutama para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) kesulitan membayar cicilan kredit lantaran bisnisnya terkena imbas pandemi Covid-19.

Meskipun, program restrukturisasi kredit telah digulirkan oleh bank. OJK mencatat, sejak diluncurkan pada 16 Maret 2020 hingga akhir Desember 2020, program restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai nilai Rp 971 triliun.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan