REI: DP 0 Persen Tak Terlalu Berpengaruh Untuk Penjualan Properti
Totok mengatakan kebijakan BI tersebut tak akan berpengaruh signifikan terhadap penjualan rumah di dalam negeri.
Editor:
Sanusi
Bahkan baik itu pembelian pertama maupun pembelian kedua.
Sementara, bank yang memiliki NPL/NPF lebih dari 5 persen akan mencatat ketentuan LTV/FTV bagi properti sebesar 95 persen untuk rumah tapak dan rumah susun tipe 21 - 70 hingga tipe lebih dari 70, serta ruko/rukan.
Namun, bagi rumah tapak maupun rumah susun dengan tipe di bawah 21 masih tetap diberi ketentuan LTV/FTV sebesar 100 persen.
Baca juga: Profil Komjen Pol Agus Andrianto, Kabareskrim Baru Pilihan Kapolri Listyo Sigit
Namun, untuk pembelian kedua dan ketiga, pembelian rumah tapak maupun rumah susun dengan tipe lebih dari 70, serta ruko/rukan, dikenakan FTV/LTV sebesar 90 persen atau dengan kata lain DP 10 persen.
Sementara untuk rumah tapak maupun rumah susun dengan tipe 21 - 70 atau di bawah tipe 21, maka ketentuan FTV/LTV nya sebesar 95 persen.
Perry menambahkan, kebijakan ini akan berlaku per 1 Maret 2021 hingga 31 Desember 2021.
Setelah masa berlaku kebijakan ini habis, maka pada akhir tahun ini akan dilakukan evaluasi untuk menentukan akan diperpanjang atau tidaknya kebijakan ini.
“Tapi diharapkan, evaluasi di akhir tahun nanti menunjukkan adanya peningkatan tingkat penyaluran kredit yang tentu saja untuk mendorong pemulihan ekonomi,” tandasnya.
Kendaraan Baru
Bank Indonesia (BI) resmi melonggarkan ketentuan uang muka kredit alias down payment (DP) menjadi paling sedikit 0 persen untuk pembelian sepeda motor dan mobil baru.
Ketentuan ini berlaku mulai bulan Maret hingga 31 Desember 2021.
"Melonggarkan ketentuan uang muka kredit/pembiayaan kendaraan bermotor menjadi paling sedikit 0 persen untuk semua jenis kendaraan bermotor baru," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi virtual, Kamis (18/2/2021).
Perry menyebut, stimulus ini diberikan untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
Bank sentral melanjutkan bauran kebijakan akomodatif ini sejalan dengan upaya untuk terus mendorong pemulihan ekonomi dan menyikapi perkembangan baik global maupun domestik.
"BI mempertimbangkan perlu adanya dorongan pemulihan khususnya di sektor otomotif, yang memiliki backward dan forward linkage yang tinggi terhadap perekonomian," ungkap Perry.