Sabtu, 22 November 2025

Wamen Todotua: Hilirisasi Berdampak Langsung ke Kenaikan Investasi

Pemerintah mencatat realisasi investasi Rp431,4 triliun sepanjang Januari–September 2025, naik 58,1 persen dibandingkan periode yang sama di 2024.

Penulis: Erik S
Editor: Choirul Arifin
Istimewa
HILIRISASI DAN INVESTASI - Pekerja memantau proses pengolahan logam di industri smelter. Pemerintah mencatat realisasi investasi sebesar Rp431,4 triliun sepanjang Januari–September 2025, naik 58,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.  

Ringkasan Berita:
  • Pemerintah mencatat realisasi investasi hilirisasi meningkat 58,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
  • Kenaikan realisasi investasi yang mencapai Rp431,4 triliun didorong terutama oleh sektor mineral, diikuti perkebunan dan kehutanan, migas, serta perikanan.
  • Capaian tersebut menandai perubahan struktural dalam komposisi investasi Indonesia.
 
 

 


TRIBUNNEWS.COM, ‎JAKARTA — ‎Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu mengatakan, kebijakan hilirisasi menjadi fondasi transformasi ekonomi Indonesia.

Pemerintah mencatat realisasi investasi sebesar Rp431,4 triliun sepanjang Januari–September 2025, naik 58,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 

Lonjakan ini terjadi seiring diperketatnya kebijakan pemerintah yang tidak lagi mengizinkan ekspor bahan mentah dan mewajibkan proses pengolahan dilakukan di dalam negeri.

“Kita sudah masuk ke kebijakan yang tidak lagi mengizinkan sumber daya alam diekspor dalam bentuk raw material. Setidaknya proses tier pertama harus dilakukan di dalam negeri,” ujar Todotua  dikutip, Kamis (20/11/2025).

‎Ia menjelaskan bahwa hilirisasi telah menjadi kerangka kebijakan nasional yang dirancang secara strategis oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi.

Pemerintah membangun peta jalan yang memuat 28 komoditas prioritas dalam delapan kelompok besar, dengan tujuan menarik investasi berorientasi ekspor dan menciptakan nilai tambah yang lebih besar bagi ekonomi nasional.



‎Menurut Todotua, kenaikan realisasi investasi yang mencapai Rp431,4 triliun didorong terutama oleh sektor mineral, diikuti perkebunan dan kehutanan, migas, serta perikanan. Ia menyebut capaian tersebut menandai perubahan struktural dalam komposisi investasi Indonesia.

“Tahun lalu totalnya hanya sekitar Rp42,9 triliun. Kenaikan tahun ini membuktikan bahwa hilirisasi memberikan impact langsung pada peningkatan investasi nasional,” katanya.

‎Dalam paparannya, Todotua menegaskan bahwa kekayaan sumber daya alam Indonesia merupakan modal besar yang tidak dimiliki banyak negara.

Baca juga: Toyota Tsusho Inves Rp 1,6 Triliun di Hilirisasi Timah dan Tembaga RI

Dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa dan posisi geopolitik yang berada pada tulang punggung jalur perdagangan global, Indonesia menurutnya memiliki peluang strategis untuk mempercepat industrialisasi.

“Indonesia ini luar biasa. Apa yang dicari ada di sini. Kita berada pada backbone geopolitik timur–barat dan utara–selatan, dengan ALKI II sebagai penggerak ekonomi internasional,” ujarnya.

‎Ia mengatakan bahwa sektor nikel menjadi salah satu rantai industri yang struktur hilirnya sudah hampir lengkap, mulai dari smelter hingga industri baterai.

Baca juga: Inalum Percepat Hilirisasi Aluminium untuk Penuhi Kebutuhan Nasional yang Melonjak 600 Persen

Pemerintah kini tengah menata hilirisasi bauksit, tembaga, dan timah agar rantai pasok domestik lebih kuat dan tidak bergantung pada pasar luar.

Todotua juga mengingatkan bahwa pembangunan smelter yang tidak terkendali berisiko memunculkan overcapacity dan menekan daya saing produk dalam jangka panjang.

‎Di sektor energi, pemerintah mempercepat proyek gasifikasi batubara.

Todotua menyebut proyek coal to synthetic gas yang dijalankan Bukit Asam bersama PDN dan Pusri akan diarahkan untuk produksi amonia dan metanol, sekaligus mengurangi impor yang selama ini masih tinggi.

“Impor metanol kita masih 2,2 sampai 3 juta ton, padahal gas dan batubara kita punya. Permintaan meningkat karena program B40 yang membutuhkan campuran metanol dengan CPO. Kita harus mengejar negara seperti China yang 40 persen batubaranya dipakai untuk produk turunan,” katanya.

‎Percepatan hilirisasi juga terlihat pada ekosistem yang dikembangkan oleh MIND ID. Di sektor aluminium, proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Fase 1 telah resmi beroperasi.

Ke depan fasilitas yang berada di Mempawah ini akan semakin kuat dengan hadirnya SGAR Fase II dan Smelter Alumunium baru yang saat ini tengah dibangun. Langkah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan alumina dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor. 

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved