Berantas Premanisme di Pelabuhan, Dirut ASDP Sampai Harus Dikawal Orang Bersenjata
Jadi saya bukan anak yang lahir dari BUMN tapi saya diimpor kemudian saya masuk ke BUMN. Dan ASDP adalah BUMN ketiga buat saya.
Penulis:
Reynas Abdila
Editor:
Hendra Gunawan
Memang ada hikmahnya juga karena saya tidak tahu seluk-beluk yang sangat dalam karena saya hanya punya visi dan niat hayuu kita mengerjakan ini bareng-bareng.

Alhamdulillah dengan dialog panjang dan banyak, kita akhirnya bisa melewati ini dengan smooth tidak perlu sampai ada pergolakan sosial yang sangat besar. Akhirnya orang berpikir ini bukan hanya untuk ASDP tapi ini untuk kebaikan Indonesia.
Kalau lebarannya tertib, orang-orang juga happy semuanya.
Mereka ini kan dalam tanda kutip mencari makan, bagaimana Bu Ira mengelola orang-orang yang nyatanya memang ada di pelabuhan?
ASDP sendiri kita mencoba menanamkan mindset bahwa teman-teman yang ada di pelabuhan lebih lama dari saya mereka adalah stakeholders ada wujudnya, ada nyawanya, dan mereka cari makan.
Saya beberapa kali kalau ngobrol denga teman-teman terus kita pakai bahasa preman, itu istilah yang tidak enak didengar karena kita mungkin sosial ekonomi lebih tinggi. Tapi sesungguhnya mereka cari duit saja.
Yang kita lakukan kita engage mereka, beberapa ada yang menjadi agen tiket kita misalnya. Jadi mereka terlibat di dalam sistem. Kalau ditanya apakah ASDP hari ini sudah lebih baik. Saya bisa katakan iya.
Apakah itu menyelesaikan seluruh masalah, tentu belum. Masih banyak hal-hal yang perlu kita perbaiki agar penyeberangan Indonesia menjadi semakin tertib dan nyaman bagi penggunanya. (Tribun Network/Reynas Abdila)