Selasa, 9 September 2025

Semangat Rahmad Jalankan UMKM Kebon Batik Mulai dari Nol, Buktikan Bangun Bisnis Bisa Tanpa Modal

Ssemangat pemilik Kebon Batik, Rahmat Budiyanto menjadi bukti bahwa memulai sebuah usaha tak harus berbekal modal besar.

Tribunnews.com/Sri Juliati
MODAL NOL - Pemilik UMKM Kebon Batik, Rahmat Budiyanto menunjukkan baju batik yang berada di kantornya di Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta, Kamis (17/4/2025). Semangat Rahmat Budiyanto dalam membangun UMKM bisa menjadi bukti bahwa memulai sebuah usaha tak harus berbekal modal besar. 

TRIBUNNEWS.COM - Sebagian orang berpikir, untuk membangun sebuah usaha, membutuhkan modal yang sangat besar. Hingga yang terjadi kemudian, mereka takut bahkan memilih mundur karena merasa tak punya modal -dalam hal ini berupa dana-.

Namun, semangat pemilik Kebon Batik, Rahmat Budiyanto bisa menjadi bukti bahwa memulai sebuah usaha tak harus berbekal modal besar. Bahkan UMKM yang bergerak di bidang fashion ini bermodal nol rupiah dan dalam kondisi kepepet.

Ide usaha Kebon Batik berawal dari Rahmat yang saat itu dimintai tolong oleh seorang kenalannya untuk mencarikan kain batik di Pasar Klewer, Surakarta. Sosok itu dikenalnya saat ia menjadi guide semasa kuliah.

Bergegas, lulusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) mencarikan pesanan tersebut. Setiba di Pasar Klewer, Rahmat memfoto beberapa produk kain batik untuk dikirimkan kepada si pemesan.

"Kemudian dia pilih beberapa produk, lalu saya kirim ke Kalimantan," kisah Rahmat saat ditemui di kantornya yang beralamat di Mojosongo, Kecamatan Jebres, Surakarta, Kamis (17/4/2025).

Saat melihat beberapa foto batik yang tidak dipilih, terbersit sebuah ide di kepalanya. Rahmat mengunggah foto-foto itu menjadi status di aplikasi pesan BBM.

Tak dinyana, banyak teman, relasi, hingga kenalan yang menanyakan produk tersebut. Dari yang hanya satu-dua kali mendapatkan pesanan batik, lama kelamaan berkembang dan semakin bertambah orang yang 'jastip' pada Rahmat.

Namun, usaha ini masih dianggap sebagai sebagai sambilan oleh Rahmat. Sebab saat itu, ia masih berstatus sebagai karyawan.

Hingga datanglah momen Rahmat memutuskan untuk fokus menekuni usaha tersebut. Momen itu terjadi saat ia resign karena adanya ketidaksesuaian di tempatnya bekerja.

"Ketika ada yang tidak sreg, saya berani speak up, kalau tidak difasilitasi oleh manajemen ya mending keluar," kata dia.

Setelah resign, yang ada di pikiran Rahmat kala itu, jika ingin bekerja di tempat yang sesuai dengan keinginan dan prinsipnya, maka yang paling mudah adalah mendirikan usaha sendiri. 

Baca juga: UMKM Lokal Go Digital: Berdayakan Sesama, Produk asal Klaten dan Jogja Raih Sukses di Dunia Maya

Menurut dia, yang paling mudah saat itu adalah membesarkan usaha sambilannya yaitu menjualkan produk batik, ketimbang harus merintis bisnis baru.

Rahmat mengaku, saat kembali terjun ke usaha ini, ia tak mengeluarkan banyak modal. Bahkan nol rupiah. Sebab saat itu, ia hanya sebagai distributor.

"Modal foto-foto produk, tentu saya foto dengan lebih cantik dan proper, ketimbang sebelumnya. Lalu saya unggah ke media sosial, kemudian ada yang pesan, saya kirim, begitu seterusnya," urai Rahmat.

Tak dinyana, jalan yang ditempuh Rahmat membuahkan hasil yang tak main-main. Dari semula bisnis sampingan dan iseng, kini telah menjadi usaha utamanya.

Lambat laun, relasi Rahmat kian bertambah. Dari sekadar kenal pedagang batik di Pasar Klewer, ia pun menjalin hubungan baik dengan suplier hingga para perajin batik.

Pada tahun 2017, usaha Rahmat semakin berkibar. Ia menggandeng sejumlah perajin dari Surakarta, Sragen, Pekalongan, Cirebon, hingga Madura. 

Para perajin ini memproduksi kain batik printing, hingga tulis dengan motif beragam, mulai dari motif custom, pakem, hingga pasaran.

Tujuan Rahmat menggandeng banyak perajin adalah melengkapi produk kain batik di Kebon Batik sekaligus membantu para perajin untuk memasarkan produk mereka.

"Bukan rahasia lagi ya, beberapa perajin batik kesusahan untuk menjual produk, karena fokus mereka di bidang produksi, bukan pemasaran," katanya.

Di proses produksi, sudah ada tim dari Rahmat yang bertugas memeriksa kualitas hingga menentukan durasi waktu pembuatan.

Dari perajin, relasi Rahmat berkembang dengan jasa jahit untuk memfasilitasi konsumen yang hendak membeli busana batik atau menjahitkan baju.

Selain penjahit, Rahmat juga menggandeng usaha konveksi untuk memproduksi seragam batik dalam jumlah yang banyak. 

Ia bekerjasama dengan jasa ekspedisi untuk memastikan pengiriman pesanan sampai tepat waktu. Terlebih konsumen Kebon Batik tersebar hingga penjuru Indonesia, termasuk luar negeri seperti Malaysia, Singapura, hingga Hongkong.

"Bisa dibilang, Kebon Batik sebagai wadah para perajin, penjahit, jasa konveksi, hingga ekspedisi. Core bisnisnya adalah hub atau distribusi dari segala macam produk batik," kata dia.

Baca juga: Batik Lokal Apikmen Go Global: Bukti UMK Academy Pertamina Berdampak Nyata

Hal ini, lanjut Rahmat, sesuai dengan nama "Kebon Batik" yang disematkan. Dalam bahasa Indonesia, Kebon bermakna kebun, tempat di mana orang dapat menemukan banyak hal. Sementara Batik merujuk pada produk yang dijual Rahmat.

"Harapannya ya, orang-orang kalau mau cari produk batik mulai dari baju, gamis, kemeja, seragam, hingga suvenir batik ya tujuannya langsung ke Kebon Batik," ujarnya sembari berpromosi.

Rahmat mengatakan, harga jual produk batik di Kebon Batik terbilang terjangkau. Kain batik dibanderol mulai Rp 100an ribu, baju batik mulai dari Rp 200an ribu, sedangkan produk premium seperti jas dihargai Rp 400 ribu hingga Rp 500an ribu.

Dalam satu dekade ini, usaha Rahmat pun kian berkembang. Bahkan Rahmat telah memiliki empat brand di bawah bendera Batikita Group.

Pertama, Kebon Batik yang berfokus pada kain dan seragam batik dengan spesialisasi motif custom. Kedua Batik Tuan yang fokus pada produk kemeja kerja pria. Ciri khasnya ada motif truntum di bagian lengan.

Ketiga, Laras dengan produk baju kerja khusus wanita dengan spesialisasi batik kombinasi dan polos. Terakhir, Suvenir Batikita dengan produk pouch, seminar kit dari kain batik.

Selain melalui media sosial, pemasaran produk Kebon Batik juga merambah ke sejumlah marketplace. 

"Hanya saja, tidak semua brand kami jual melalui marketplace. Yang saya jual di sana adalah produk Kebon Batik dan Batik Tuan karena menyesuaikan dengan segmentasi pasar agar bisa dijangkau semua kalangan," kata dia.

Rahmat juga memiliki toko offline di lobi Hotel Neo Malioboro, seberang pintu selatan Stasiun Tugu Yogyakarta.

Sebagai bagian dari pelayanan sekaligus memastikan kualitas, Rahmat memberikan garansi untuk setiap produk yang dijualnya. Jika tidak sesuai dengan keinginan customer, produk tersebut boleh dikembalikan.

"Kami ingin customer yang menerima produk bisa happy, senang, kalau tidak senang boleh dikembalikan," kata dia.

Dengan segala usahanya dalam membesarkan usaha ini, Rahmat mengaku dapat mengantungi laba hingga Rp 20 juta per bulan.

Rahmat tak menyangka, usaha yang dulu hanya sebatas iseng, kini berbuah jadi hal serius. 

"Kalau dulu, usahanya iseng, penghasilan juga ala kadarnya. Setelah ditekuni dengan serius, ternyata hasilnya tidak main-main," pungkasnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan