FKBI: Komisi Aplikator Harusnya Maksimal 15 Persen untuk Lindungi Konsumen dan Mitra
FKBI merekomendasikan penyesuaian potongan komisi aplikator menjadi maksimal 15 persen sebagai titik keseimbangan yang adil.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi menyampaikan sikap resmi terkait rencana Kementerian Perhubungan menaikkan tarif ojek online sebesar 8–15 persen.
FKBI sebagai organisasi advokasi yang memperjuangkan hak-hak konsumen di Indonesia, khususnya dalam isu-isu strategis seperti perlindungan data pribadi, layanan keuangan, dan akses terhadap produk dan jasa yang adil.
Berdasarkan hasil survei perilaku pengguna dan analisis willingness to pay (WTP) serta ability to pay (ATP), FKBI menilai bahwa kebijakan ini berisiko menurunkan aksesibilitas layanan transportasi digital, terutama bagi konsumen berpenghasilan menengah ke bawah dan pelaku UMKM.
Baca juga: Demo Ojol Akan Berjilid-jilid sampai Tuntutan 10 Persen Potongan Aplikator Dipenuhi Pemerintah
"Survei yang kami lakukan secara nasional pada pertengahan bulan Juli 2025 menunjukkan bahwa lebih dari 6 persen konsumen akan mengurangi frekuensi penggunaan atau menunggu diskon jika tarif naik," ujar Tulus di Jakarta, Jumat (25/7/2025).
Tulus Abadi diketahui sebelumnya menjabat sebagai Ketua Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) sejak 2015 hingga 2025.
Di sisi lain, mitra pengemudi hanya memperoleh tambahan pendapatan bersih Rp8.000–Rp15.000 per hari jika potongan aplikator tetap 20 prrsen, seperti yang disimulasikan oleh IDEAS.
"FKBI merekomendasikan penyesuaian potongan komisi aplikator menjadi maksimal 15 persen sebagai titik keseimbangan yang adil," ucap Tulus.
Simulasi menunjukkan bahwa dengan potongan 15 persen, pengemudi memperoleh pendapatan bersih Rp122.187 per hari (kenaikan 15 persen), sementara harga konsumen tetap berada dalam rentang wajar Rp14.375–Rp16.912 per trip.
“Kenaikan tarif hanya akan berdampak positif jika aplikator tidak mengambil porsi berlebih. Potongan 15 persen adalah batas rasional agar konsumen tetap terlindungi dan pengemudi memperoleh manfaat nyata,” ujar Tulus.
FKBI juga menekankan perlunya transparansi penggunaan potongan komisi, serta pelibatan konsumen dan mitra dalam proses penetapan tarif dan skema kerja.
Dalam ekosistem digital yang inklusif, keadilan relasional antara aplikator, pengemudi, dan konsumen harus menjadi prinsip utama.
Oleh sebab itu, FKBI mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan dan Komisi V DPR RI untuk nenetapkan batas maksimal potongan komisi 15 persen secara nasional. Lalu, menyusun formulasi tarif berbasis WTP–ATP per zona.
"Mewajibkan audit dan pelaporan berkala atas penggunaan potongan oleh aplikator. Juga melibatkan lembaga perlindungan konsumen dalam proses regulasi transportasi daring," kata Tulus.
FKBI juga meminta agar Kementerian Komunikasi dan Digital, serta Kementerian Ketenagakerjaan ikut terlibat aktif dalam persoalan ojek online.
Sebab kedua kementerian ini seharusnya punya tanggung jawab besar dalam upaya menciptakan ekosistem ekonomi digital yang adil dan keberlanjutan.
"Mendesak Kemenhub, Komdigi, Kemenaker dan DPR untuk membuat regulasi yang komprehentif thd keberadaan ojeg online, terutama terkait standar pelayanan yang menyangkut keamanan dan keselamatan; termasuk standardisasi mitra driver," tambah Tulus.
Kini Ojol Rekam Kejahatan Dapat Rp500 Ribu dari Polisi, Bagaimana Caranya? |
![]() |
---|
Ada 7 Juta Pengemudi, BNN RI Berharap Komunitas Ojol Jadi Garda Terdepan Kampanye Antinarkotika |
![]() |
---|
Anak Driver Ojol di Ponorogo Lolos Beasiswa Kedokteran UMY, Motor Tua Jadi Saksi Perjuangan |
![]() |
---|
Maxim Apresiasi Mitra Pengemudi Lewat Program Best Driver di Berbagai Kota |
![]() |
---|
Populer Regional: Oknum TNI Aniaya Ojol di Pontianak - Miras Oplosan Tewaskan 5 Orang di Mamuju |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.