Kamis, 21 Agustus 2025

SWF Disebut Bisa Jadi Pembeda Indonesia di Tengah Fragmentasi Investasi Global

SWF membantu menjaga pipeline investasi asing tetap hidup ketika biaya modal global dan ketidakpastian masih tinggi.

Penulis: Wahyu Aji
Instagram @prabowo
KANTOR DANANTARA - Gedung Wisma Danantara Indonesia yang menjadi kantor pusat Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, di Jalan Jenderal Gatot Subroto. SWF membantu menjaga pipeline investasi asing tetap hidup ketika biaya modal global dan ketidakpastian masih tinggi. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sovereign Wealth Fund seperti Danantara dan Indonesia National Investment (INA) dinilai bisa menjadi pembeda Indonesia di tengah fragmentasi iklim investasi global.

Danantara dibentuk pada Februari 2025 untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan aset negara dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional melalui investasi strategis.

Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan keberadaan SWF membantu menjaga pipeline investasi asing tetap hidup ketika biaya modal global dan ketidakpastian masih tinggi.

Baca juga: Komisi XI DPR Setujui RKAP 2025 Danantara, Rosan Ngaku Bisa Langsung Geber Investasi

“Peran SWF sebagai alat penarik yang menurunkan risiko proyek dan mempercepat financial close,” katanya kepada wartawan, Kamis (21/8/2025).

Josua mengatakan peran SWF harus dikombinasikan dengan kepastian regulasi dan insentif selektif agar bisa berperan maksimal.

Menurutnya, SWF bisa berperan dalam beberapa hal. Pertama sebagai co-investment atau anchor di proyek dengan risiko konstruksi tinggi tetapi memiliki dampak ekonomi besar.

Ini misalnya di sektor hilirisasi mineral dan kawasan industri.

Kedua sebagai asset-recycling untuk membebaskan fiskal dari aset brownfield dan memutar dana ke aset hijau.

Ketiga, sebagai credit enhancement atau guarantee untuk proyek dengan mismatch tenor.

Akumulasi Penanaman Modal Asing (PMA) Semester I-2025 mencapai Rp432,6 triliun.

Ini bahkan lebih tinggi dari Semester I-2024 yang sekitar Rp363,3 triliun.

Dengan pipeline hilirisasi mineral yang masih dominan dan belanja modal pemerintah yang mendorong komponen investasi pada PDB di Q2-2025, ia memperkirakan PMA penuh di 2025 berada di kisaran Rp880-930 triliun.

“Lima negara asal PMA utama adalah Singapura, Hong Kong RRT, Tiongkok, AS, dan Malaysia. Ini mengindikasikan continued interest pada rantai pasok ASEAN, logistik, dan telekomunikasi,” katanya.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan