Selasa, 7 Oktober 2025

Program MBG Diklaim Bangun Ekosistem Ekonomi Rakyat Lewat SPPG

pelaksanaan MBG lewat Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bukan sekadar soal penyajian makanan

Penulis: Lita Febriani
Editor: Sanusi
Lita Febriani/Tribunnews.com
SATGAS PANGAN - Acara Food Bussiness Opportunity Zona Pangan yang digelar HIPMI, di Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025). Hingga saat ini, BGN mencatat sudah ada 10.681 SPPG yang beroperasi di seluruh Indonesia. (Tribunnews.com/Lita Febriani). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini tengah berjalan kembali jadi sorotan. Di tengah kritik usai terjadinya kasus keracunan siswa, adapula masukan agar kegiatan memasak MBG sebaiknya dilakukan langsung di kantin sekolah atau dikelola masyarakat setempat.

Mengenai hal tersebut, Badan Gizi Nasional (BGN) menjelaskan bahwa pelaksanaan MBG lewat Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bukan sekadar soal penyajian makanan, tapi strategi membangun ekosistem ekonomi berdaya dari bawah.

Baca juga: Kepala BGN Ungkap Prabowo Perintahkan Konsolidasi Nasional SPPG untuk Atasi Keracunan MBG

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyampaikan, penyaluran dana MBG melalui SPPG dinilai lebih efektif. Pasalnya uang program tidak berhenti di meja makan, tapi berputar di rantai pasok pertanian, peternakan, hingga pemberdayaan ibu rumah tangga. 

"Kita tidak menggunakan metode dimana uang dikirim ke orang tua, kemudian orang tua suruh masak itu, karena satu sisi kita khawatir bahwa uang ini tidak akan terpapat. Kemudian tidak membentuk ekosistem," kata Dadan dalam acara Food Bussiness Opportunity Zona Pangan yang digelar HIPMI, di Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025). 

Menurutnya, satu unit SPPG dapat melayani sekitar 3.000 anak, sehingga membutuhkan pasokan pangan dalam jumlah besar setiap bulan.

Dadan menambahkan, misalnya untuk kebutuhan beras diperkirakan mulai dari lima ton beras. Kemudian ribuan butir telur, hingga ratusan kilogram pisang dan ayam. 

Kebutuhan masif ini, disebut justru membuka ruang tumbuhnya usaha baru di sekitar lokasi, dari petani, peternak, hingga produsen bahan makanan lokal. "Program MBG ini identik dengan program kemandirian dan ketahanan pangan," imbuhnya. 

Melalui SPPG, setiap unit layanan memperoleh anggaran rata-rata Rp 10 miliar per tahun, dengan sekitar 99 persen bahan baku berasal dari produk pertanian lokal. 

Selain menggerakkan sektor produksi, program ini juga melibatkan relawan dan tenaga profesional, termasuk ibu rumah tangga yang kini mendapat penghasilan tambahan. 

"Ibu-ibu yang selama ini tidak bekerja jadi bisa bekerja dan kemudian bisa mendapatkan tambahan penghasilan, sehingga kemiskinan ekstrim bisa kita hilangkan di lokasi dimana SPPG berdiri," ucap Dadan. 

Baca juga: Sejumlah Lembaga Sipil Kompak Bentuk MBG Watch, Publik Bisa Pantau hingga Adukan Soal Isu MBG 

Hingga saat ini, BGN mencatat sudah ada 10.681 SPPG yang beroperasi di seluruh Indonesia. Seluruh unit tersebut dibangun melalui kemitraan tanpa dana APBN, dengan kontribusi mitra minimal Rp 2 miliar per SPPG

"Saya sangat berterima kasih kepada seluruh mitra yang sudah bergabung menyukseskan program MBG, satu sisi mereka yang jadi mitra juga akan mendapatkan insentif yang cukup menarik," ungkap Kepala BGN. 

Targetnya, jumlah layanan akan terus diperluas hingga mencapai 25.400 unit di daerah progresif dan 6.000 unit di wilayah tertinggal.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved