Senin, 1 September 2025

Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI

IHSG Pagi Ini Anjlok hingga 3 Persen Imbas Aksi Unjuk Rasa di Berbagai Daerah

Aksi demonstrasi yang meluas ke berbagai daerah dan menimbulkan kerusakan menjadi sinyal negatif bagi pelaku pasar.

Tribunnews/Jeprima
PERGERAKAN IHSG - Pengunjung bermain handphone di depan layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta Pusat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Senin (1/9/2025) dibuka anjlok 2,69 persen atau 210 poin ke level 7.620. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Senin (1/9/2025) dibuka anjlok 2,69 persen atau 210 poin ke level 7.620.

Indeks sempat turun lebih dalam hingga 3,51 persen atau 274 ke level 7.555.

Namun, tekanan berkurang sekitar pukul 09.16 WIB, indeks melemah 2,05 persen ke level 7.671.

Sebanyak 642 saham melemah dan 48 saham menguat, sisanya 262 saham stagnan.

Baca juga: IHSG Berakhir Anjlok 1,53 Persen, Analis: Imbas Aksi Demonstrasi

Diketahui pada perdagangan Jumat (29/8/2025), IHSG sempat anjlok hingga 7.765 sebelum ditutup melemah 1,53 persen di posisi 7.830. 

Sebelumnya, Direktur Infovesta Utama, Parto Kawito, menilai skala aksi demonstrasi yang meluas ke berbagai daerah dan menimbulkan kerusakan menjadi sinyal negatif bagi pelaku pasar.

“Sepertinya asing dan investor domestik akan melakukan aksi jual dalam beberapa hari ke depan,” ujarnya dikutip dari Kontan.

Tekanan tersebut sudah terlihat pada perdagangan Jumat (29/8), ketika investor asing membuang sejumlah saham berkapitalisasi besar (blue chip).

Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tercatat menjadi yang paling banyak dilepas dengan net sell Rp 1,1 triliun.

Disusul saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 169,3 miliar, dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADRO) Rp 109,3 miliar.

Pengamat pasar modal Lanjar Nafi menambahkan, investor asing cenderung mengutamakan kepastian selain keuntungan.

“Gejolak dalam negeri langsung menyerang faktor kepastian. Ketika ketidakpastian meningkat, risiko dianggap naik,” jelasnya.

Menurut Lanjar, dalam jangka pendek investor asing akan mengambil posisi defensif. Mereka tidak serta merta keluar sepenuhnya, namun akan menghentikan aliran dana baru. Ada tiga indikator yang kini dipantau asing.

Pertama, nilai tukar rupiah sebagai barometer utama kepercayaan. Kedua, pergerakan yield obligasi negara, di mana kenaikan signifikan menandakan investor meminta premi risiko lebih tinggi. Ketiga, konsistensi dan kejelasan arah kebijakan pemerintah.

Lanjar menekankan, otoritas pasar seperti Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus proaktif memberikan kepastian.

“Konferensi pers rutin atau rilis data harian mengenai aktivitas pasar dapat membantu meredam rumor. Selain itu, BEI perlu lebih aktif memberikan notasi UMA pada saham yang bergerak tidak wajar, hingga berani melakukan trading halt jika terjadi volatilitas ekstrem,” katanya.

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan