Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
IHSG Pagi Ini Anjlok hingga 3 Persen Imbas Aksi Unjuk Rasa di Berbagai Daerah
Aksi demonstrasi yang meluas ke berbagai daerah dan menimbulkan kerusakan menjadi sinyal negatif bagi pelaku pasar.
Editor:
Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Senin (1/9/2025) dibuka anjlok 2,69 persen atau 210 poin ke level 7.620.
Indeks sempat turun lebih dalam hingga 3,51 persen atau 274 ke level 7.555.
Namun, tekanan berkurang sekitar pukul 09.16 WIB, indeks melemah 2,05 persen ke level 7.671.
Sebanyak 642 saham melemah dan 48 saham menguat, sisanya 262 saham stagnan.
Baca juga: IHSG Berakhir Anjlok 1,53 Persen, Analis: Imbas Aksi Demonstrasi
Diketahui pada perdagangan Jumat (29/8/2025), IHSG sempat anjlok hingga 7.765 sebelum ditutup melemah 1,53 persen di posisi 7.830.
Sebelumnya, Direktur Infovesta Utama, Parto Kawito, menilai skala aksi demonstrasi yang meluas ke berbagai daerah dan menimbulkan kerusakan menjadi sinyal negatif bagi pelaku pasar.
“Sepertinya asing dan investor domestik akan melakukan aksi jual dalam beberapa hari ke depan,” ujarnya dikutip dari Kontan.
Tekanan tersebut sudah terlihat pada perdagangan Jumat (29/8), ketika investor asing membuang sejumlah saham berkapitalisasi besar (blue chip).
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tercatat menjadi yang paling banyak dilepas dengan net sell Rp 1,1 triliun.
Disusul saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar Rp 169,3 miliar, dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADRO) Rp 109,3 miliar.
Pengamat pasar modal Lanjar Nafi menambahkan, investor asing cenderung mengutamakan kepastian selain keuntungan.
“Gejolak dalam negeri langsung menyerang faktor kepastian. Ketika ketidakpastian meningkat, risiko dianggap naik,” jelasnya.
Menurut Lanjar, dalam jangka pendek investor asing akan mengambil posisi defensif. Mereka tidak serta merta keluar sepenuhnya, namun akan menghentikan aliran dana baru. Ada tiga indikator yang kini dipantau asing.
Pertama, nilai tukar rupiah sebagai barometer utama kepercayaan. Kedua, pergerakan yield obligasi negara, di mana kenaikan signifikan menandakan investor meminta premi risiko lebih tinggi. Ketiga, konsistensi dan kejelasan arah kebijakan pemerintah.
Lanjar menekankan, otoritas pasar seperti Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus proaktif memberikan kepastian.
“Konferensi pers rutin atau rilis data harian mengenai aktivitas pasar dapat membantu meredam rumor. Selain itu, BEI perlu lebih aktif memberikan notasi UMA pada saham yang bergerak tidak wajar, hingga berani melakukan trading halt jika terjadi volatilitas ekstrem,” katanya.
Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI
Jurnalis Dibungkam: Kekerasan dan Intervensi Warnai Aksi Unjuk Rasa 25–30 Agustus 2025 |
---|
Respons Grab Soal 2 Mitra Ojol Meninggal Dunia dan 3 Orang Dirawat di Rumah Sakit Imbas Demo |
---|
Rencana Demo 1 September 2025: Peserta Aksi, Lokasi Unras, hingga Tuntutan |
---|
Masyarakat Diajak Jaga Persatuan dan Tolak Aksi Anarkisme Demi Kepentingan Sesaat |
---|
Intip Isi Garasi Adies Kadir Kader Golkar yang Dinonaktifkan, Paling Murah Pajero SUV |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.