Senin, 8 September 2025

Demonstrasi di Berbagai Wilayah RI

Kerugian Material Imbas Aksi Unjuk Rasa di Berbagai Daerah Ditaksir Rp 1,2 Triliun

Gelombang aksi demonstrasi di berbagai daerah Indonesia pada 28–31 Agustus 2025 menimbulkan dampak besar bagi sosial dan ekonomi

|
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS/HERUDIN
KERUGIAN IMBAS DEMO - Kerugian material imbas demoterjadi terutama dari kerusakan infrastruktur publik seperti halte, kantor DPR, kantor kepolisian, serta sarana transportasi umum. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gelombang aksi demonstrasi di berbagai daerah Indonesia pada 28–31 Agustus 2025 menimbulkan dampak besar bagi sosial dan ekonomi nasional. 

Kerugian material terjadi terutama dari kerusakan infrastruktur publik seperti halte, kantor DPR, kantor kepolisian, serta sarana transportasi umum. 

Selain kerugian material, tercatat pula 10 warga sipil meninggal dunia dan meningkatnya rasa cemas di tengah masyarakat terkait potensi eskalasi lebih lanjut. 

Aksi massa ini merefleksikan keresahan publik atas isu transparansi, keadilan sosial, dan kebijakan publik yang dianggap belum sepenuhnya menjawab kebutuhan masyarakat.

Prasasti Center for Policy Studies melakukan pencatatan atas peristiwa terkait kebijakan publik di Indonesia, termasuk rangkaian demonstrasi akhir Agustus lalu. 

“Kami merekam peristiwa penting dengan tujuan agar dapat menjadi pijakan kebijakan publik di masa depan. Baik untuk menyelesaikan masalah, maupun untuk menghindarkan kita pada permasalahan yang sama,” ujar Nila Marita, Executive Director Prasasti dikutip Kamis (4/9/2025).

Prasasti Center for Policy Studies adalah sebuah lembaga pemikir (think tank) independen berfokus pada penelitian dan analisis di bidang ekonomi, geopolitik, dan kebijakan publik untuk mendukung pertumbuhan nasional Indonesia dengan pendekatan berbasis data. 

Baca juga: AHY Ungkap Anggaran Pemulihan Infrastruktur Akibat Demo Ricuh Capai Rp 950 Miliar

Terkait peristiwa demonstrasi pada 28-31 Agustus lalu, selain melakukan pencatatan peristiwa, Prasasti Center for Policy Studies juga menghitung total kerugian material yang ditimbulkan sepanjang aksi tersebut.

"Kami memperkirakan kerugian atas peristiwa ini mencapai Rp1,2 triliun. Angka kerugian ini hanya menghitung kerusakan infrastruktur, seperti halte, kantor DPR dan DPRD, kantor kepolisian, serta sarana transportasi publik. Dampak immaterial seperti penurunan produktivitas masyarakat tentu lebih sulit untuk diukur,” jelas Gundy Cahyadi, Research Director Prasasti.

Ia menyebut, kerusakan kendaraan baik milik masyarakat maupun pemerintah tidak masuk dalam perhitungan karena hingga hari ini tidak ada angka resmi mengenai jumlah kendaraan yang rusak.

Situasi menantang di akhir Agustus lalu juga berdampak pada kondisi pasar keuangan ikut mengalami tekanan dalam periode tersebut. 

Arus modal asing (net flow) di pasar saham yang sebelumnya menunjukkan surplus sebesar Rp731 miliar, dalam waktu singkat berbalik menjadi arus keluar sebesar Rp1,1 triliun. 

Perubahan yang sangat cepat ini merefleksikan sensitivitas kepercayaan investor terhadap situasi domestik. 

“Capital outflow sebesar Rp1,1 triliun itu menunjukkan adanya reaksi dari para pelaku pasar terhadap dinamika sosial-politik yang berlangsung,” jelas Gundy.

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun turut menggambarkan fluktuasi tersebut. 

IHSG yang semula menunjukkan tren positif dengan kenaikan dari 7.858 pada 25 Agustus hingga mencapai 7.952 pada 28 Agustus, kemudian anjlok ke level 7.830 pada 29 Agustus. 

“Meski pasar memiliki kemampuan untuk pulih dalam jangka menengah, kejadian ini menegaskan bahwa stabilitas sosial tetap menjadi faktor penting yang diperhatikan investor,” ujar Gundy.

Prasasti menekankan, demonstrasi adalah bagian dari praktik demokrasi di Indonesia dan merupakan saluran sah bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi. 

Namun, ketika aksi berlangsung dengan ketegangan yang tinggi, konsekuensi ekonominya dapat sangat besar. 

"Pengalaman ini menjadi alarm bagi kita akan pentingnya ruang dialog formal yang inklusif, agar aspirasi publik tidak hanya tersampaikan, tetapi juga benar-benar terakomodasi dalam kebijakan,” ujar Nila.

Lebih lanjut, Prasasti mencatat adanya langkah pemerintah dan DPR yang mulai membuka ruang diskusi langsung dengan masyarakat, termasuk pertemuan dengan perwakilan mahasiswa pada 3 September dan disiarkan langsung.

"Kami mengapresiasi upaya tersebut sebagai langkah awal. Terutama dengan adanya penghentian tunjangan perumahan sejak 31 Agustus serta janji evaluasi dan perbaikan secara menyeluruh yang akan dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” ujar Nila.

“Yang juga patut diingat, kita membutuhkan solusi berkelanjutan terkait penyampaian aspirasi. Ke depan, mekanisme dialog semestinya lebih terstruktur agar respon terhadap aspirasi publik dapat dilakukan lebih awal dan cepat,” tambahnya. 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan