Rabu, 29 Oktober 2025

Kereta Cepat

Usai Dicolek Luhut, Kajian Rencana Penyelesaian Utang Kereta Cepat Dikebut Danantara

Pada pertengahan pembangunan, turut terjadi pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dolar AS.

Diaz/Tribunnews
UTANG KERETA CEPAT - Chief Executive Officer (CEO) Danantara Indonesia Rosan Roeslani ketika ditemui di kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2025). Ia menyebut akan menyelesaikan kajian rencana penyelesaian utang proyek kereta cepat pada akhir tahun ini. 
Ringkasan Berita:
Kajian penyelesaian utang kereta cepat ditargetkan rambung akhir 2025.
 
KAI merupakan BUMN yang menanggung beban utang proyek kereta cepat paling besar.
 
Tidak ada rencana menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang kereta cepat.

 

 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Chief Executive Officer (CEO) Danantara Indonesia Rosan Roeslani menyebut akan menyelesaikan kajian rencana penyelesaian utang proyek kereta cepat pada akhir tahun ini.

Saat ini, proses kajian untuk penyelesaian utang kereta cepat masih berjalan. Jika sudah selesai, ia memastikan akan memaparkannya terlebih dahulu ke kementerian/lembaga terkait.

Kementerian/lembaga itu seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, dan Dewan Ekonomi Nasional yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan.

"Jadi kami akan presentasikan agar penyelesaiannya komprehensif, bukan yang sifatnya bisa potensi masalah lagi. Enggak. Kami mau komprehensif," kata Rosan ketika ditemui di kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2025).

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Dugaan Markup Proyek Kereta Cepat Whoosh, KPK: Silakan Sampaikan Laporan Resmi

Kajian ini tidak hanya berfokus pada aspek finansial. Rosan menilai, perlu juga dipertimbangkan langkah agar ke depan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI tidak terbebani lebih berat.

Menurutnya, jika beban KAI semakin besar, hal itu bisa berdampak pada kualitas layanan kereta api.

Diketahui, KAI merupakan BUMN yang menanggung beban utang proyek kereta cepat paling besar.

Sebab, dalam konsorsium Indonesia yang menjadi pemegang saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), KAI memegang porsi saham terbesar.

Rosan juga mengungkap kajian yang sedang berjalan ini juga dilakukan bersama Pemerintah China karena proyek KCIC merupakan salah satu program Presiden China Xi Jinping.

"Kami juga komunikasi dengan pemerintah China, dengan NDRC (National Development and Reform Commission)-nya," ujar Rosan.

"Ini buat mereka menjadi hal yang sangat penting karena ini adalah program dari Presiden Xi Jinping pada waktu itu. Jadi, tolong bersabar," sambungnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mempertanyakan ribut-ribut soal pembayaran utang proyek kereta cepat atau Whoosh.

Menurut Luhut, saat ini yang perlu dilakukan cukup restrukturisasi utang.

Selain itu, ia menegaskan tidak ada rencana menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang ini.

"Kita ribut soal Whoosh, itu masalahnya apa sih? Whoosh itu kan tinggal restrukturisasi saja. Siapa yang minta APBN? Tak ada yang pernah minta APBN," kata Luhut dalam acara "1 Tahun Pemerintah Prabowo-Gibran: Optimism On 8 persen Economic Growth" di Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).

Luhut mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak China terkait dengan restrukturisasi utang Whoosh.

Pihak China pun disebut sudah setuju terkait dengan rencana restrukturisasi utang Whoosh yang ditawarkan Luhut.

Namun, ia mengakui bahwa proses eksekusinya sempat terhambat karena adanya pergantian pemerintahan di Indonesia.

Kini, hanya tinggal menunggu Keputusan Presiden (Keppres) terbit agar tim yang menangani restrukturisasi bisa segera dibentuk.

"Sekarang perlu ditunggu Keppres supaya timnya segera berunding dan sementara Chinanya sudah bersedia kok, enggak ada masalah," ujar Luhut.

Luhut juga mengungkapkan bahwa pihak China sebenarnya masih berminat melanjutkan Whoosh hingga ke Surabaya.

Namun, mereka ingin persoalan utang ini diselesaikan terlebih dahulu.

Luhut juga telah berkoordinasi bersama CEO Danantara Indonesia Rosan Roeslani terkait dengan hal ini.

Ia meminta Rosan untuk segera membentuk tim restrukturisasi utang Whoosh begitu Keppres-nya keluar. Dafta orang yang terlibat pun juga sudah disodorkan nama-namanya oleh Luhut ke Rosan.

"Kemarin saya sudah bilang sama Pak Rosan, saya bilang, 'Rosan, segera aja bikin itu. Orangnya ini, ini, ini. Kau bikin keppresnya, ya.' Dia bilang, 'Saya bicara [dulu ke] presiden.'," ucap Luhut.

"Jadi saya tidak melihat juga masalah yang lain," pungkasnya. 

Sebagai informasi, dikutip dari Kompas.com, investasi pembangunan Whoosh mencapai 7,27 miliar dollar AS atau Rp 120,38 triliun.

Namun, dari seluruh investasi itu, total sebesar 75 persen dibiayai melalui utang ke China Development Bank (CDB) dengan bunga tiap tahunnya sebesar 2 persen.

Dari segi pembayaran utang, skema yang disepakati yaitu tetapnya besaran bunga yang disepakati selama 40 tahun pertama

Pada pertengahan pembangunan, turut terjadi pembengkakan biaya (cost overrun) yang mencapai 1,2 miliar dolar AS.

Pihak PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) pun menarik utang lagi dengan bunga yang lebih tinggi yakni sebesar 3 persen.

Adapun separuh utang untuk membiayai cost overrun itu berasal dari tambahan pinjaman CDB. Sementara sisanya dari patungan modal BUMN Indonesia dan pihak China.

Direktur Utama (Dirut) PT KAI kala itu, Didiek Haryanto mengatakan besaran bunga utang pembangunan Whoosh dari CBD terbagi menjadi dua tergantung pada denominasi utang.

Total utang 542,7 juta dollar AS diberikan dalam denominasi dollar AS sebesar 325,6 juta dollar AS (Rp 5,04 triliun) bunganya 3,2 persen dan sisanya sebesar 217 juta dollar AS (Rp 3,36 triliun) diberikan dalam denominasi renminbi alias yuan (RMB) dengan bunga 3,1 persen.

"Tingkat suku bunga flat selama tenor 45 tahun. Untuk loan (denominasi) dollar AS 3,2 persen, untuk loan dalam RMB 3,1 persen," ujarnya

Didiek mengatakan, utang dari CBD ini digunakan untuk menutupi porsi cost overrun KCJB yang ditanggung oleh konsorsium Indonesia sebesar 75 persen dan 25 persen sisanya akan dipenuhi dari PMN yang bersumber dari APBN Indonesia.

"Pinjaman dari CDB merupakan pendanaan cost overrun dari pinjaman porsi konsorsium Indonesia 542,7 juta dollar AS. Untuk porsi equity porsi konsorsium Indoensia telah dipenuhi dari PMN," tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved