Rabu, 29 Oktober 2025

MSCI Update Bikin IHSG Terkoreksi, Investor Disarankan Pilih Emiten Berfundamental Kuat

IHSG melemah dua hari beruntun setelah munculnya kekhawatiran pasar terhadap proposal baru Morgan Stanley Capital International (MSCI).

Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
IMBAS MSCI KE IHSG - Layar digital menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (7/10/2025). IHSG melemah dua hari beruntun setelah munculnya kekhawatiran pasar terhadap proposal baru Morgan Stanley Capital International (MSCI), terkait metode perhitungan free float atau Foreign Inclusion Factor (FIF) di pasar saham Indonesia. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah dua hari beruntun setelah munculnya kekhawatiran pasar terhadap proposal baru Morgan Stanley Capital International (MSCI), terkait metode perhitungan free float atau Foreign Inclusion Factor (FIF) di pasar saham Indonesia.

MSCI atau Morgan Stanley Capital International adalah penyedia indeks saham global yang digunakan untuk memantau performa pasar di berbagai negara. Indeks ini kerap dijadikan patokan oleh dana pensiun, reksa dana, dan investor institusi dunia.

Beberapa jenis indeks yang populer antara lain MSCI World yang berisi saham negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang, serta MSCI Emerging Markets yang berisi saham negara berkembang termasuk Indonesia.

Pada perdagangan Selasa (28/10), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun 24,52 poin atau 0,3 persen ke level 8.092.

Investor asing melakukan aksi jual dengan nilai net foreign sell (NFS) Rp1,2 triliun. Pelemahan ini mengikuti pelemahan IHSG hari sebelumnya yang tercatat ambles 1,87%. Bahkan kemarin IHSG sempat tutup lebih dari 3,3% pada perdagangan intraday.

Dalam riset terbarunya, UOB Kay Hian Sekuritas menilai penurunan indeks bersifat sementara, dan investor disarankan untuk tetap fokus pada emiten berfundamental kuat dengan valuasi menarik, khususnya dari kelompok big-cap laggards.

“Perubahan ini masih berada pada tahap konsultasi hingga 31 Desember 2025, dan belum memiliki dampak langsung terhadap perdagangan,” tulis analis UOB Kay Hian, Willinoy Sitorus dalam riset 28 Oktober 2025.

MSCI tengah mempertimbangkan penggunaan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai acuan tambahan dalam menghitung free float saham Indonesia.

Dalam usulan tersebut, MSCI akan mengambil nilai free float terendah antara estimasi internal dan data KSEI, di mana kepemilikan korporasi dan pihak non-publik akan dikeluarkan dari perhitungan.

Baca juga: Pandu Sjahrir: Jangan Sampai Aturan Baru MSCI Rugikan Saham Fundamental Indonesia

Menurut UOB Kay Hian, skema baru ini dapat menyebabkan beberapa saham berisiko dikeluarkan dari indeks MSCI Indonesia, seperti ICBP, KLBF, INDF, CPIN, AMRT, AMMN, dan CUAN, bila batas free float minimum dinaikkan.

Namun, analis menilai reaksi pasar yang menekan IHSG kali ini lebih bersifat jangka pendek.

“Kondisi ini justru bisa dimanfaatkan untuk melakukan akumulasi pada saham-saham dengan fundamental solid, yang valuasinya telah menarik setelah terkoreksi,” tulis riset tersebut.

Baca juga: Masuk Indeks MSCI dan Akuisisi Kilang Minyak di Singapura, Ini Prospek Saham Milik Orang Kaya di RI?

UOB Kay Hian merekomendasikan beberapa saham pilihan yang dinilai berpotensi unggul dalam jangka menengah, antara lain Bank Central Asia (BBCA), Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Sumber Alfaria Trijaya (AMRT), Adi Sarana Armada (ASSA), Adaro Andalan Indonesia (AADI), Archi Indonesia (ARCI), Harum Energy (HRUM), Indah Kiat Pulp & Paper (INKP), dan Japfa Comfeed Indonesia (JPFA).

Riset menambahkan, perubahan metodologi MSCI ini baru akan berlaku pada Mei 2026, bersamaan dengan pembaruan global terhadap sistem free float adjustment yang lebih komprehensif.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved