Kamis, 30 Oktober 2025

Kebijakan Kemasan Seragam Rokok Dinilai Sulitkan Konsumen Bedakan Produk Legal dan Ilegal

Petani tembakau dan pemangku kepentingan lainnya sering kali hanya dilibatkan di tahap akhir, tanpa ruang untuk memberikan masukan yang substansial.

TRIBUNNEWS/AKBAR PERMANA
ROKOK ILEGAL - Wujud dari sejumlah rokok tanpa cukai atau rokok ilegal yang ditemukan di pedagang rokok, marketplace, maupun media sosial. Penyeragaman kemasan akan membuat produk legal dan ilegal terlihat serupa, sehingga menyulitkan konsumen dalam membedakan keduanya. 
Ringkasan Berita:
  • Rencana penyeragaman kemasan rokok bertujuan mengurangi daya tarik visual produk tembakau agar tidak menarik minat remaja dan calon perokok baru.
  • Namun hal ini menuai kritik, karena dinilai tidak menyentuh akar persoalan, yaitu maraknya peredaran rokok ilegal yang lebih murah dan mudah diakses.
  • Kekhawatiran Soal Rokok Ilegal Produk legal dan ilegal akan terlihat serupa, sehingga menyulitkan konsumen membedakan keduanya dan berisiko memperkuat pasar rokok ilegal.

 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menerapkan kebijakan penyeragaman kemasan rokok dengan warna yang sama (plain packaging) sebagai upaya menekan angka perokok pemula mendapat penolakan dari berbagai pihak.

Kebijakan ini dinilai tidak menyentuh akar persoalan dan justru berpotensi memperburuk peredaran rokok ilegal yang lebih murah dan mudah diakses oleh remaja.
 
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji mengungkapkan bahwa ia menghadiri rapat koordinasi Kemenkes yang membahas draft Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).

Dalam rapat tersebut, Kemenkes menjelaskan bahwa plain packaging diperlukan untuk menekan prevalensi perokok pemula.

Baca juga: Ekonom Ingatkan Potensi Kebocoran Penerimaan Negara dari Rokok Tanpa Cukai

Agus menilai bahwa penyeragaman kemasan bukanlah solusi yang tepat. Menurutnya, akar masalah terletak pada ketersediaan rokok illegal yang semakin marak, bukan pada tampilan kemasan.

“Yang pertama, bagaimana Kemenkes, Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), saling berkoordinasi dan berkomunikasi dalam membuat aturan. Jangan lari ke gambar dulu,” katanya, Selasa (28/10/2025).
 
Agus juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Ia menjelaskan bahwa produk rokok legal telah memiliki pengakuan resmi dari Kementerian Hukum dan HAM, termasuk logo dan hak cipta.
 
“Kalau ini disahkan, maka yang akan terjadi, dalam pemikiran kami, rokok-rokok yang legal itu dipaksa perang untuk bertempur dengan rokok ilegal,” jelasnya.
 
Ia menambahkan bahwa penyeragaman kemasan akan membuat produk legal dan ilegal terlihat serupa, sehingga menyulitkan konsumen dalam membedakan keduanya.

Kondisi ini dinilai dapat menciptakan ketimpangan regulasi dan secara tidak langsung melegitimasi produk ilegal.
 
Agus juga mengkritisi proses perumusan regulasi yang dinilai tidak inklusif.

Menurutnya, petani tembakau dan pemangku kepentingan lainnya sering kali hanya dilibatkan di tahap akhir, tanpa ruang untuk memberikan masukan yang substansial.
 
“Setiap perancangan kebijakan yang berkaitan dengan pengendalian tembakau, tidak melibatkan semua komponen. Mereka hanya membuat sesuai kepentingan kesehatan saja,” ungkapnya.
 
Ia menyebut pola ini telah terjadi dalam perumusan UU Kesehatan, PP Nomor 28 Tahun 2024, dan berbagai regulasi lainnya. Agus khawatir kebijakan plain packaging akan disahkan di “tikungan terakhir” tanpa uji publik yang memadai.
 
“Ini yang bikin khawatir, jadi tidak mengakomodir sebuah visi ataupun nafas negara ini bahwa semua aturan itu harus melibatkan semua komponen karena negara kita dibuat dibangun itu Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan Negara Kesehatan Republik Indonesia,” tutupnya.

Dari Kemenkes

Kebijakan kemasan seragam rokok muncul sebagai bagian dari upaya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menekan angka perokok pemula, dan dirancang sebagai turunan dari PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, yang mengatur pengendalian konsumsi produk tembakau.

Kemenkes menyatakan bahwa kemasan rokok yang polos dan seragam (tanpa logo, warna merek, atau desain menarik) bertujuan mengurangi daya tarik visual bagi remaja dan calon perokok baru.

Konsep ini mengacu pada praktik plain packaging yang telah diterapkan di beberapa negara seperti Australia dan Inggris.

Namun kebijakan ini menuai penolakan. Penyeragaman kemasan dinilai dapat memperburuk peredaran rokok ilegal, karena produk legal dan ilegal menjadi sulit dibedakan oleh konsumen 

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved