Jumat, 5 September 2025
DPR RI

Anggota Komisi IX DPR Sayangkan Pembahasan RUU Omnibus Law Tetap Berjalan

Ribka Tjiptaning menyayangkan sikap DPR RI yang akan terus melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, di tengah wabah virus corona.

Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Aliansi Forum Ormas dan Harokah Islam (Formasi) Jawa Barat menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jawa Barat, Jumat (13/3/2020). Dalam aksinya, mereka menolak secara penuh Omnibus Law RUU Cipta Kerja karena dinilai beberapa pasalnya menghilangkan hak-hak rakyat, serta mengabaikan banyak aspek dan hal demi mengutamakan kepentingan pengusaha. Tribun Jabar/Gani Kurniawan 

TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi IX DPR RI, Ribka Tjiptaning menyayangkan sikap DPR RI yang akan terus melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, di tengah wabah virus corona.

Menurut Ribka, saat ini bukan waktu yang tepat untuk melanjutkan pembahaan rancangan undang-undang tersebut.

“Teman-teman saya di parlemen ini tidak peka terhadap masalah besar yang sedang dihadapi rakyat Indonesia."

"Mereka telah memanfaatkan situasi wabah virus corona untuk segera meng-goal-kan RUU Cipta Kerja menjadi UU,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews, Senin (13/04/2020).

Ribka memandang tugas terpenting dari DPR saat ini adalah membantu pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap upaya percepatan penanggulangan Covid-19.

Utamanya dalam fungsinya pengawasan sesuai dengan amanat UUD NKRI 1945 pasal 20 A ayat 1.

“Parlemen harus fokus menjalankan fungsi pengawasan kepada pemerintah yang sedang berjibaku mengatasi wabah virus yang mematikan itu."

"Banyak hal yang masih belum optimal dikerjakan pemerintah dan perlu pengawasan parlemen,” tegasnya.

Baca: Soal Omnibus Law Cipta Kerja, Baleg DPR: Kami Terima Penugasan, Kalau Mundur Langgar UU

Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI Ribka Tjiptaning.
 Anggota Komisi IX DPR RI, Ribka Tjiptaning (Foto: Oji/od)

Dalam keterangan tertulisnya, Ribka juga menyoroti fasilitas yang minim untuk penyintas pasien cuci darah saat berlangsungnya pandemi Covid-19.

Berdasarkan laporan yang diterimanya dari Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) telah ada dua anggotanya meninggal dunia.

"Satu lagi meninggal setelah delapan hari tidak dilayani cuci darah karena dinyatakan PDP (Pasien Dalam Pengawasan)."

"Alasannya menunggu hasil pemeriksaan apakah positif atau negatif dari covid-19. Tapi, faktanya rumah sakit tidak mempunyai fasilitas hemodialisa di ruang isolasi,” terangnya.

Lebih lanjut, Ribka meminta Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 untuk segera melengkapi semua rumah sakit rujukan dengan fasilitas hemodialisa di ruang isolasi, seperti protokol yang telah dikeluarkan PENEFRI (Perhimpunan Nefrologi Indonesia).

“Kalau protokol ini tidak dijalankan akan banyak lagi pasien gagal ginjal meninggal dunia karena dinyatakan PDP. Dua pasien gagal ginjal yang meninggal itu hasil tes swab-nya ternyata negatif."

"Mereka meninggal bukan karena terinfeksi virus corona, tetapi tidak mendapat pelayanan cuci darah karena dikategorikan ODP, PDP dan suspect covid-19,” tutupnya.

Baca: Sofyan Djalil: Omnibus Law Cipta Kerja, Solusi Kurangi Tingkat Pengangguran

Halaman
12
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan