Anggota Komisi IX DPR Sayangkan Pembahasan RUU Omnibus Law Tetap Berjalan
Ribka Tjiptaning menyayangkan sikap DPR RI yang akan terus melanjutkan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, di tengah wabah virus corona.
Penulis:
Endra Kurniawan
Editor:
Ayu Miftakhul Husna
Komentar KPCDI
_Palembang_2274.jpg)
Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), Tony Samosir menyesalkan ketidaksiapan rumah sakit rujukan dalam menangani pasien Covid-19, khususnya bagi pasien cuci darah.
Tony menyebut seorang pasien cuci darah bernama Suhantono dinyatakan dengan status PDP (Pasien Dalam Pengawasan) Covid-19 tidak mendapatkan pelayanan maksimal di satu rumah sakit milik pemerintah di Jakarta.
"Di sana pasien dirawat di ruang isolasi. Sayangnya, si pasien tidak segera dilakukan tindakan hemodialisa, harus menunggu hasil apakah pasien positif virus tersebut atau tidak,” ungkap Tony dalam keterangan tertulisnya, Selasa (31/3/2020).
Menurut Tony kalau harus seminggu lagi cuci darah maka nyawa si pasien akan terancam.
Apalagi si pasien sudah beberapa hari tidak melakukan hemodialisa.
“Racun dan cairan sudah menumpuk. Pasien saat ini menderita sekali. Bila nyawanya melayang bukan karena virus corona, tetapi tidak mendapat pelayanan cuci darah"
"Status PDP kan belum tentu positif terinfeksi?” tandas Tony yang juga pasien transplantasi ginjal ini.
Baca: Update Corona Dunia 13 April 2020 Pukul 14.00 WIB: Tembus 1,8 Juta Lebih Kasus, Sembuh 427.806
Tuntut Lengkapi Fasilitas
Tony menjelaskan pihaknya telah mendengar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) telah mengeluarkan SOP untuk menangani pasien gagal ginjal dalam situasi wabah virus corona ini.
“Kami mendukung langkah pencegahan yang diatur oleh organisasi profesi bila pasien ODP, PDP apalagi suspect virus corona harus dikarantina, dan tidak cuci darah berbarengan dengan pasien lainnya"
"Jadi, tuntutan kami lengkapi semua rumah sakit dengan fasilitas hemodialisa dalam ruang isolasi, terutama rumah sakit rujukan dan termasuk di wisma atlet,” serunya.
Tony memandang, dengan fasilitas hemodialisa tidak tersedia ditambah dengan situasi merebaknya Covid-19 membuat pasien cuci darah rentan.
“Apalagi, pasien cuci darah itu sangat rentan demam karena infeksi benda asing seperti alat kateter dan sesak karena kelebihan cairan” jelasnya lagi.
Dalam situasi krisis ini, Tony juga meminta BPJS Kesehatan tidak melakukan pemutusan kerja sama dengan rumah sakit yang memiliki layanan hemodialisa.
Seperti yang terjadi di satu rumah sakit di Kota Medan telah diputus kerjasamanya dengan BPjS Kesehatan.
"Sekitar 70 pasien cuci darah di sana kebingungan karena rumah sakit lainnya sudah melakukan kebijakan tidak menerima lagi pasien dari luar, dalam situasi wabah virus corona"
"Nyawa mereka sekarang terancam karena belum ada solusi yang jelas,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)