Belajar Sejarah Jepang ke Samurai Museum Shinjuku
Dari sanalah muncul masyarakat klan samurai yang dipimpin oleh Shogun.
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Pemberontakan Hogen antara tahun 1156-1158 menyebabkan tahap pertama feodalisme di Jepang, sedangkan pemberontakan Heji tahun 1160 diikuti oleh perang.
Dari sanalah muncul masyarakat klan samurai yang dipimpin oleh Shogun.
Kunjungan ke Samurai Museum Shinjuku yang ada di dalam kawasan hiburan Kabukicho Tokyo ini bukan asal museum mengenai para Samurai.
Ternyata kita bisa belajar salah satu tonggak sejarah Jepang mengenai awal mulanya keberadaan Samurai atau kesatria di Jepang.
Pada tahun 1274 dan 1281, pasukan Mongol yang kuat dengan kapal unggul dan senjata mencoba untuk menyerang Jepang, tapi angin topan yang disebut kamikaze atau topan, merusak baik armada maupun tentara musuh yang saat itu militer luar Jepang dari Mongolia.
Namun dengan topan tersebut dan juga tentu dijaga para Samurai terutama di Selatan Jepang, Jepang terselamatkan.
Pertengahan abad ke-14 Jepang kemudian melihat perdagangan baru dengan China, saat itu diperintah oleh dinasti Ming, dianggap menguntungkan.
Di 1574, selama periode baru perselisihan internal, sebuah kapal Portugis dipaksa oleh badai mendarat di Jepang. Ini lah awal mula pihak luar Jepang (asing) memperkenalkan senjata api dan misionaris ke Jepang.
Tahun 1587, diputuskan bahwa Kristen berpengaruh negatif bagi masyarakat Jepang, sehingga semua misionaris diusir, sekolah dan gereja dibakar dan Daimyo (bawahan Shogun) dipaksa untuk memperbaharui iman ke-Budha-an mereka.
Kristen tidak boleh kembali ke Jepang hingga abad ke-19.
Pada periode Tokugawa antara 1603 - 1868 terlihat kekuasaan terpusat, ekonomi stabil dan kaum bangsawan subordinasi.
Ini membawa perdamaian dan kemakmuran untuk bangsa 31 juta jiwa saat itu.
Kebijakan isolasi berlangsung selama lebih dari 200 tahun. Pada tanggal 8 Juli 1853, Komodor Matthew Perry dari Angkatan Laut Amerika Serikat tiba di Yokohama dengan 4 kapal perang modern dan menampilkan kekuatan meriam kapal-kapalnya.
Sejak saat itu memungkinkan pemakaman Kristen yang terus diamati pihak Jepang yang merasa ketakutan dengan kapal meriamnya Perry juga meminta agar Jepang membuka perdagangan dengan Barat.
Kapal menyeramkan ini dikenal sebagai Kurofune, Kapal Hitam.
Saat itu pula para Samurai pun ikut berperan membantu Shogun dan seolah menjadi tamengnya menghadapi pihak barat.
Tahun berikutnya, Perry kembali dengan tujuh kapal dan menuntut bahwa shogun menandatangani Perjanjian Perdamaian dan Amity, membangun hubungan diplomatik formal antara Jepang dan Amerika Serikat.
Dalam lima tahun, Jepang telah menandatangani perjanjian serupa dengan negara-negara Barat lainnya.
Perjanjian ini adalah tidak sama, yang telah dipaksakan Jepang melalui diplomasi kapal meriam, dan ditafsirkan oleh Jepang sebagai tanda imperialisme Barat memegang sisa benua Asia.
Dari sanalah muncul berbagai transaksi dagang beserta permasalahannya.
Sejarah ini sangat menarik dengan keikutsertaan para Samurai ikut berjuang pula dan mungkin sejarah itu beserta perangkat baju, pedang Samurai dan sebagainya bisa dijumpai di Museum tersebut.
Saat ini ada diskon menggunakan Kupon yang ada di pintu masuk Museum tersebut, dari 1500 yen menjadi 1000 yen per orang.
Bahkan setiap jam 2 siang ada pelatihan menggunakan pedang gratis di Museum ini.
Bagi yang berada di Tokyo, mungkin menarik mengunjungi Museum ini sambil belajar sebagian dari sejarah Jepang khususnya mengenai Samurai Jepang dan perlengkapannya.