Senin, 8 September 2025

Sekelumit Kisah Letnan Irak Memburu Militan ISIS Pembunuh Ayahnya

Bagi seorang letnan angkatan darat Irak ini, operasi militer untuk merebut kota Mosul dari tangan ISIS bukan sekadar tugasnya sebagai seorang tentara

Editor: Adi Suhendi
nena-news.it
Ilustrasi Tentara Irak. 

TRIBUNNEWS.COM, MOSUL - Bagi seorang letnan angkatan darat Irak ini, operasi militer untuk merebut kota Mosul dari tangan ISIS bukan sekadar tugasnya sebagai seorang tentara.

Sang letnan menganggap operasi militer ini sekaligus sebagai misi pribadi untuk menuntaskan dendamnya kepada kelompok militan itu.

Selama tiga tahun, sang letnan memburu dua anggota ISIS yang dia yakini sebagai pembunuh ayah kandungnya.

Sepanjang perburuannya, sang letnan sudah membunuh sejumlah anggota ISIS yang ditawan setelah menginterogasi mereka.

Sang letnan mengakui semua pembunuhan yang dilakukan tanpa rasa penyesalan sedikit pun.

Sang letnan berjanji, jika dia menemukan kedua orang itu maka dia menjanjikan "kematian yang perlahan" hingga mereka memberi tahu di mana jenazah sang ayah dikuburkan.

Setelahnya, sang letnan berjanji akan menggantung mayat kedua orang itu di desa tempat ayahnya terbunuh.

Dendam membara

Sang letnan, yang tak mau memberikan namanya itu, mengatakan, ayahnya adalah seorang perwira angkatan darat yang memerangi Al Qaeda pada 2007.

Setelah ISIS menduduki desa tempat ayahnya tinggal di sebelah selatan kota Mosul, suku-suku yang dulu diusir militer karena terkait Al Qaeda kembali dan digunakan ISIS untuk menguasai desa itu.

"Dua orang menangkap ayah saya saat dia berada di luar rumah. Keduanya adalah mereka yang sebelumnya diusir karena terkait Al Qaeda," kata sang letnan.

Saat itu, sang letnan sedang bertugas di tempat lain dan kabar buruk tersebut diperolehnya dari para tetangga yang juga memberi tahu identitas pembunuh sang ayah.

Anggota ISIS juga membunuh paman sang letnan serta puluhan kawan dan kerabatnya di desa itu.

Letnan muda itu kemudian menyimpan foto lama kedua anggota ISIS tersebut di telepon genggamnya.

Dan beberapa tentara lain ikut membantu mencari kedua anggota ISIS tersebut.

Saat pasukan Irak merebut desa kampung halaman sang letnan, dia kemudian mulai menginterogasi para tawanan ISIS.

"Saya hanya bertanya kepada sebagian besar dari mereka. Namun, bagi mereka memiliki darah di tangannya saya bunuh saat itu juga," ujarnya tanpa penyesalan.

Sang letnan mengklaim sudah membunuh lebih dari 40 anggota militan, baik dalam pertempuran atau usai interogasi.

"Sebagian besar dari mereka memang tak terkait kematian keluarga saya. Namun, saya bukan orang egois, saya juga membalaskan dendam warga lain Irak," kata dia.

Saat operasi merebut Mosul berlangsung, sang letnan mendengar kabar bahwa seorang buruannya berada di kota Tal Afar, di sebelah barat Mosul.

Dan saat pasukan Irak masuk ke Kota Tua Mosul, dia mendapat informasi soal seorang buruannya yang lain.

"Kolega saya, seorang perwira intelijen, menahan dia di desa saya. Saya katakan kepada dia, untuk menjaga dia karena saya akan datang," kata dia.

Orang yang ditahan itu adalah paman dari target kedua sang letnan.

Pria itu ditinggal sendiri bersama sang letnan di sebuah ruangan kosong.

"Saya tidak menyiksanya. Saya bahkan melepas borgol plastik di tangannya dan memberinya minum," kenang dia.

"Dia memohon agar tak dibunuh saat saya menginterogasi dia. Dia begitu ketakutan hingga dia tak bisa berdiri," lanjut dia.

Pria itu kemudian memberitahu sang letnan bahwa buruannya masih hidup dan berada di Kota Tua Mosul.

"Setelah dia memberikan keterangan, saya kirim dia ke neraka," kata sang letnan.

Sang letnan mengaku kurang suka dengan ide membawa para anggota ISIS itu ke pengadilan, karena tersangka bisa menyuap aparat agar kembali bebas.

"Saya tahu beberapa orang mengatakan pembunuhan semacam ini tak benar, tapi mereka adalah ISIS, mereka bukan manusia. Saya adalah salah satu yang masih punya rasa kemanusiaan," ujarnya.

"Saya harap bisa menemukan buruan saya yang kedua hidup-hidup. Sebab, saya akan memastikan dia tak akan mati dengan cepat sebelum memberitahu di mana jenazah ayah saya dikubur," dia menegaskan.

Risiko bagi Irak

Luapan dendam seperti itu mewarnai operasi militer Irak menghadapi ISIS.

Rasa dendam itu yang memicu banyaknya pembunuhan ekstra judisial terhadap terduga anggota ISIS.

Salah satunya adalah ketika tentara Irak melemparkan para tersangka anggota ISIS dari tebing Sungai Tigris.

Kepada Associated Press, empat perwira Irak dari tiga angkatan yang berbeda mengaku pasukannya memang membunuhi anggota ISIS yang sudah menyerah dan tak bersenjata.

Keempat perwira itu, sama seperti sang letnan tak diketahui namanya, sebab praktik yang mereka lakukan melanggar hukum internasional.

Semua perwira yang diwawancarai Associated Press yakin bahwa perang melawan ISIS harus dikecualikan dari aturan internasional karena kebrutalan kelompok itu.

"Saat warga sipil menunjuk seseorang dan menyebut dia sebagai anggota Daesh (ISIS), ya kami langsung tembak dia," kata perwira itu.

"Saat Anda menghadapi orang-orang yang membunuh teman-teman dan keluarga Anda, maka ya kadang prajurit kami bertindak keras. Namun, semua ini masalah pribadi bagi kami," tambah perwira itu.

Namun, pembunuhan berdasar balas dendam seperti itu berisiko mengembalikan Irak ke dalam siklus kekerasan yang pernah mencengkeram negeri itu.

Periset Human Right Watch di Irak, Belkis Willie mengatakan, ISIS bisa merekrut banyak anggota karena banyak orang yang marah dengan berbagai jenis kekerasa seperti penahanan tanpa alasan, penyiksaan, dan pembunuhan ekstra judisial.

"Jika kekerasan berlanjut maka yang akan terjadi adalah semua pemuda Arab Sunni akan berbondong-bondong bergabung dengan organisasi militan apapun setelah ISIS musnah," ujar Belkis.

Meski militer Irak menegaskan tak mentoleransi aksi kekerasan prajuritnya, Belkis menegaskan, sejauh ini tak ada prajurit atau komandan yang ditahan akibat aksi brutal mereka.

Pertumpahan darah ini menunjukkan betapa perang melawan ISIS ini amat bersifat pribadi bagi para personel militer.

Sebab, di saat ISIS mencaplok sebagian besar wilayah Irak, mereka secara khusus mengincar para personel militer dan keluarga mereka.

Salah satunya terjadi di dekat kota Tikrit di saat ISIS membantai 1.700 personel militer Irak yang sudah menyerah dan memasukkan jenazah mereka ke sebuah kuburan massal.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Irak Brigadir Jenderal Tahseen Ibrahim mengatakan, pemerintah tidak menerima laporan adanya pembunuhan berlandaskan dendam.

"Tak ada pembunuhan semacam itu baik yang dilakukan militer maupun warga sipil. Semua terkendali dan kami tak akan membiarkan insiden semacam itu terjadi karena isu ini sangat sensitif dan bisa memicu kekerasan," ujar Ibrahim. (The New York Post/ Associated Press)

Penulis: Ervan Hardoko

Berita ini sudah dimuat di Kompas.com dengan judul: Kisah Letnan Irak yang Buru Anggota ISIS Pembunuh Sang Ayah

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan