Klinik transgender Dili: nasib LGBT di Timor Leste lebih baik dibanding di Indonesia?
Sebuah klinik di Dili melayani transgender dan dikelola transgender, mulai dari staf, relawan, hingga penyuluh kesehatannya. Bagaimana nasib
Sampai kemudian ia bekerja di Codiva, dan mengelola klinik C4.
Yang membuatnya bahagia, sejak didirikan sampai sekarang, kliniknya mendapat sambutan baik,.
"Sama sekali tidak ada warga yang menentang, mereka mendukung semua," katanya berseri-seri.
Romi berkisah, sejak didirikan tahun 2017 hingga akhir Maret ini klinik yang dikelolanya sudah menangani lebih dari 210 orang.
"Jadi dari komunitas (LGBT) yang kunjung ke klinik sampai akhir bulan maret ini untuk akses test HIV itu, transgender ada 142, MSM (male having sex with man, atau gay) 57 orang, dan juga perempuan 12 orang."
"Dari 210 yang tes HIV, empat orang dinyatakan positif, yang lalu dirujuk ke rumah sakit, kata Romiyati pula.
Letak klinik yang agak tersembunyi di dalam kompleks ruko itu, jauh di bagian belakang, dengan teralis kayu dan tanpa papan nama memberikan rasa aman dan terlindung bagi kaum LGBT yang membutuhkan layanannya ,juga yang membutuhkan aktivitas dan pertemuan bersama sesama LGBT.
Itu yang dirasakan seorang perempuan transgender berusia 24 tahun, yang menggunakan nama Indonesia, Melani Putri.
"Bertemu dengan sesama komunitas di sini, membuat saya merasa bebas, senang, dan lebih percaya diri," katanya.
Dia baru saja lulus Fakultas Peternakan Universitas Nasional Timor Lorosae (UNTL), dan masih belum bekerja. dan sementara ini jadi relawan, antara lain dengan membagi-bagi selebaran tentang pendidikan seks dan HIV/AIDS.
- Kembalinya anak Timor Leste yang ‘diambil paksa’ oleh TNI
- Bendera pelangi LGBT yang berkibar di seluruh dunia
- 'Saya tak pernah bahagia': kisah kaum LGBT yang dipaksa menikah
Menurutnya, di lingkungan komunitasnya ia bisa berkespresi bebas, dengan mengenakan busana dan riasan yang dia inginkan.
"Tapi keluarga saya belum tahu. Biaralah nanti mereka tahu sendiri."
Ditanyakan, bagaimana caranya keluarga tahu dengan sendirinya, ia menjawab: "Ya saya akan membawa pasangan hidup saya ke keluaga saya," katanya sembari tersenyum.
Dalam suatu kesempatan lain, Melani, Pepy dan Romiyati tampak sedang berkumpul bersama sejumlah anggota komunitas LGBT lain di sebuah salon sederhana yang tak sedang sibuk, di Komoro, hanya beberapa menit jalan kaki dari Bandara Dili.