Di Tengah Pandemi Justru Home Center Jepang Perebutkan Shimachu
Home Center Shimachu yang cukup baik beroperasi, banyak disukai ibu-ibu di Jepang, kini diperebutkan dua perusahaan besar Jepang salah satunya
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Di tengah pandemi Corona yang membuat lesu banyak pengusaha, justru Home Center Shimachu yang cukup baik beroperasi, banyak disukai ibu-ibu di Jepang, kini diperebutkan dua perusahaan besar Jepang salah satunya perusahaan ritel furniture besar Nitori.
"Kami sedang mempertimbangkan kemungkinan pertumbuhan melalui M & A (merger / akuisisi perusahaan), mengambil alih Shimachu menjadi anak perusahaan kami," ungkap sumber di Nittori.
Namun pihak Shimachu kepada Tribunnews.com mengomentari, "Kami belum menerima proposal konkret (dari Nitori) dan belum memutuskan apapun."
Sebelumnya DCM Holdings, sebuah perusahaan home center besar pula, sedang melakukan tawaran pengambilalihan (TOB) untuk menjadikannya anak perusahaan yang sepenuhnya dimiliki, dan jika Nitori memulai akuisisi, kemungkinan besar akan berkembang menjadi persaingan ketat memperebutkan Shimachu.
DCM menginvestasikan hingga 163,6 miliar yen dan melakukan TOB untuk Shimatada dengan harga 4200 yen per saham dari tanggal 5 hingga 16 November 2020 dan Shimachu setuju dengan hal tersbeut.
Jika Nitori menerobos dengan tawaran pengambilalihan yang tidak bersahabat, harga yang lebih tinggi, itu akan menjadi pertarungan sangat ketat dengan DCM.
Shimachu memiliki penjualan furniture yang kuat dan memiliki sekitar 60 toko di Saitama, perfektur Kanagawa, dan Tokyo.
DCM, yang merupakan terbesar kedua di industri dalam hal penjualan, memiliki sekitar 680 toko di Jepang
tetapi di wilayah metropolitan Tokyo memiliki pijakan yang lemah dan memiliki keuntungan dalam memanfaatkan jaringan toko Shimachu bila berhasil mengambil alih.
Di sisi lain, Nitori telah memperluas sekitar 560 toko di Jepang dan terus berkembang, dengan penjualan dan keuntungan yang meningkat selama 33 tahun berturut-turut hingga tahun fiskal yang berakhir Februari 2020, menggunakan harga murahnya sebagai senjata.