Konflik Rusia Vs Ukraina
Sekutu Putin Keluarkan Peringatan Apokaliptik ke Barat atas Sanksi yang Diterima Rusia
Sekutu Putin, Dmitry Medvedev kembali memperingatkan peristiwa Apokaliptik ke Barat atas sanksi yang diterima Rusia.
Penulis:
Inza Maliana
Editor:
Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Dmitry Medvedev, mantan Presiden Rusia yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia mengeluarkan peringatan kepada Barat.
Medvedev yang merupakan sekutu Presiden Vladimir Putin, mengeluarkan peringatan atas sanksi yang diterima Rusia dari negara Barat dan sekutunya.
Peringatan tersebut disampaikan melalui akun Telegramnya pada Jumat (13/4/2022).
Medvedev menulis peringatan tentang apa yang dia pikir akan terjadi selanjutnya atas beragam sanksi.
Peringatan itu ditulis dengan judul "Dunia setelah sanksi anti-Rusia (bukan perkiraan sama sekali)".
Dalam peringatan itu, Medvedev membayangkan 10 langkah, dimulai dengan runtuhnya rantai pasokan dan runtuhnya maskapai asing yang dilarang terbang di atas Rusia.

Langkahnya kemudian bergerak melalui krisis energi, harga yang lebih tinggi, perlambatan ekonomi digital, dan krisis pangan internasional dengan "prospek kelaparan di masing-masing negara".
Setelah itu, muncul krisis moneter dan keuangan yang mungkin terjadi di beberapa negara.
Ia memperkirakan, krisis itu dimulai dengan inflasi yang tinggi dan penghancuran sistem hukum untuk melindungi properti pribadi.
"Ini semua mengarah pada konflik militer regional baru, dengan teroris menjadi lebih aktif karena mereka percaya Barat telah disibukkan dengan Rusia," tulis Medvedev, dikutip dari Sky News.
Baca juga: Intel Inggris: Bergabungnya Finlandia-Swedia ke NATO Bakal jadi Hari Buruk bagi Putin
Kemudian, Medvedev menulis ada epidemi baru, penurunan lembaga internasional, dan aliansi internasional baru negara-negara berdasarkan kriteria Anglo-Saxon pragmatis daripada ideologis yang akan datang berikutnya.
"Semua ini akan menciptakan "arsitektur keamanan baru" yang mengakui "kelemahan konsep-konsep kebarat-baratan dari hubungan internasional seperti "ketertiban berdasarkan aturan" dan sampah Barat lainnya yang tidak masuk akal."
"Runtuhnya gagasan Amerika sebagai dunia sentris; kehadiran kepentingan yang dihormati oleh komunitas dunia di negara-negara yang berada dalam tahap konflik akut dengan dunia Barat," jelasnya.
Peringatkan Potensi Perang Nuklir
Sebelumnya, Dmitry Medvedev juga ikut memperingatkan negara Barat jika dua negara tetangga, Finlandia dan Swedia bergabung dengan NATO.
Selain itu, Medvedev juga menuturkan, peningkatan dukungan militer Barat ke Ukraina ikut memicu konflik antara Rusia dan NATO.
Menurutnya, konflik-konflik tersebut bisa membawa risiko berubah menjadi perang nuklir besar-besaran.
"Negara-negara NATO memompa senjata ke Ukraina, melatih pasukan untuk menggunakan peralatan Barat, mengirim tentara bayaran dan latihan negara-negara Aliansi di dekat perbatasan kita meningkatkan kemungkinan konflik langsung dan terbuka antara NATO dan Rusia," katanya dalam sebuah posting Telegram, dikutip dari Reuters.

"Konflik seperti itu selalu memiliki risiko berubah menjadi perang nuklir besar-besaran."
"Ini akan menjadi skenario bencana bagi semua orang," tambahnya.
Seperti diketahui, Rusia dan Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki kekuatan nuklir terbesar di dunia.
Rusia memiliki sekitar 6.257 hulu ledak nuklir.
Sementara, tiga kekuatan nuklir NATO, dari Amerika Serikat, Inggris dan Prancis, memiliki sekitar 6.065 hulu ledak gabungan.
Hal ini menurut Asosiasi Kontrol Senjata yang berbasis di Washington.
Putin juga mengatakan "operasi militer khusus" di Ukraina diperlukan karena Amerika Serikat menggunakan Ukraina untuk mengancam Rusia.
Baca juga: Finlandia Bergabung dengan NATO adalah Ancaman bagi Rusia: Ekspansi Buat Dunia Tidak Stabil dan Aman
Untuk itu, Putin mengklaim Moskow harus bertahan melawan penganiayaan terhadap orang-orang Rusia.
Putin, yang mengatakan Ukraina dan Rusia pada dasarnya adalah satu orang, menyebut perang itu sebagai konfrontasi yang tak terhindarkan dengan Amerika Serikat.
Putin pun menuduh AS mengancam Rusia dengan ikut campur di 'halaman belakangnya' melalui perluasan NATO ke arah timur.
Ukraina mengatakan sedang memerangi perampasan tanah gaya kekaisaran dan bahwa klaim genosida Putin adalah omong kosong.
Ukraina mengatakan, invasi Putin hanya memperkuat keinginan rakyat Ukraina untuk berpaling ke barat dari orbit Rusia.
(Tribunnews/Maliana)