Jumat, 22 Agustus 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Beda dengan NATO dan Uni Eropa, Rusia Respons Positif 'Peta Jalan' Ukraina yang Dibuat China

China menginginkan solusi diplomatik untuk konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
Kantor Pers Kepresidenan Ukraina via AP
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengamati penghancuran kendaraan militer Rusia, 19 November 2022. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, MOSKWA - Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa China secara tulus menginginkan solusi diplomatik untuk konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, namun hambatan utama untuk perdamaian adalah kepemimpinan Ukraina dan pendukungnya di Barat.

"Kami sangat menghargai keinginan tulus dari teman-teman China kami untuk berkontribusi pada penyelesaian konflik di Ukraina dengan cara damai," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Maria Zakharova dalam sebuah pernyataan.

Ia mengomentari 12 poin 'peta jalan' China yang dimaksudkan untuk mengakhiri permusuhan secara damai.

Dikutip dari laman Russia Today, Sabtu (25/2/2023), kedua negara juga menyepakati Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), norma-norma hukum internasional, dan prinsip keamanan yang tidak terpisahkan.

Baca juga: Setahun Operasi Militer Rusia di Ukraina, AS Terapkan Sanksi Baru terhadap Sektor Pertambangan Rusia

"Pertimbangan tersebut menginformasikan proposal Rusia untuk jaminan keamanan, yang dibuat untuk Amerika Serikat (AS) dan NATO pada Desember 2021, proposal yang ditolak oleh negara Barat," jelas Zakharova.

Mengenai Ukraina, kata dia, 'Rusia terbuka untuk mencapai tujuannya melalui cara politik dan diplomatik'.

Ia pun menjelaskan kriteria untuk 'perdamaian yang komprehensif, adil dan berkelanjutan'.

"Ini melibatkan negara Barat yang harus mengakhiri pasokan senjata dan tentara bayaran di Ukraina, mengakhiri permusuhan, kembalinya Ukraina ke status netral non-blok, pengakuan atas realitas teritorial baru yang telah berkembang sebagai hasil dari hak rakyat atas diri sendiri, penentuan, demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina, serta penghapusan semua ancaman yang berasal dari wilayahnya," tegas Zakharova.

Zakharova menekankan bahwa semua warga negara Ukraina, termasuk penutur bahasa Rusia dan etnis minoritas harus dijamin hak-haknya tidak dapat dicabut, dan Ukraina harus mengakhiri 'semua tindakan pembatasan ilegal dan tuntutan hukum yang dipolitisasi'.

Baca juga: NATO: Ukraina Kini Jadi Medan Pertempuran Logistik, Jangan Remehkan Rusia

Menurut Kementerian Luar Negeri Rusia, hambatan utama perdamaian saat ini adalah larangan Ukraina untuk bernegosiasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, yang diberlakukan oleh pemerintah di Kiev pada akhir September 2022.

Di sisi lain, NATO dan Uni Eropa (UE) telah menolak proposal China begitu saja, dan mengatakan bahwa China 'tidak memiliki kredibilitas' saat datang ke Ukraina, karena tidak bergabung dengan Barat untuk memusuhi Rusia.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan