Dua dari tiga polisi terdakwa tragedi Kanjuruhan divonis bebas, keluarga korban kecewa: 'Sudah banyak yang meninggal, kok malah bebas'
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (16/03), menjatuhkan vonis bebas terhadap dua dari tiga polisi yang menjadi terdakwa…
Dua dari tiga anggota polisi yang menjadi terdakwa tragedi Kanjuruhan dinyatakan bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (16/03). Sementara satu lagi divonis satu tahun 1,5 tahun bulan penjara.
Majelis hakim menyatakan eks-Kasat Samapta Polres Malang, AKP Bambang Sidik Achmadi dan eks-Kabag Ops Polres Malang, Kompol Wahyu Setyo Pranoto, tidak terbukti melakukan pidana karena kealpaan seperti diatur oleh pasal 359, pasal 360 ayat 1, dan pasal 360 ayat 2 KUHP.
"Tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagai dakwaan kesatu, dan dakwaan kedua, dan dakwaan ketiga jaksa penuntut ... memerintahkan agar terdakwa dibebaskan/dikeluarkan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan," kata ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya, seperti dilaporkan wartawan Ahmad Musthofa Azany di Surabaya untuk BBC News Indonesia.
Sebelumnya, AKP Hasdarmawan, mantan Danki 1 Brimob Polda Jawa Timur, dihukum satu tahun enam bulan. Ia disebut memerintahkan anggotanya untuk menembakkan gas air mata ke arah sentel ban (lintasan tepi lapangan) dan tribun Stadion Kanjuruhan.
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Hasdarmawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati, dan menyebabkan orang lain luka berat dan menyebabkan orang lain luka sedemikan rupa sehingga mengakibatkan sakit sementara," kata Abu Amsya di persidangan.
Ketiga anggota polisi menjalani sidang vonis di PN Surabaya pada hari Kamis.
Vonis terhadap para terdakwa lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sebelumnya, dalam sidang tuntutan yang digelar pada Kamis, 23 Februari lalu, para terdakwa dituntut 3 tahun penjara.
Menurut majelis hakim, hal yang meringankan hukuman Hasdarmawan adalah karena sang terdakwa ikut melakukan penyelamatan, mengabdi kepada negara, dan tidak berbelit-belit dalam memberi keterangan. Terdakwa juga belum pernah ditahan.
Susiani, 38 tahun, yang kehilangan putranya dalam tragedi Kanjuruhan menilai putusan hakim tidak adil.
"Seharusnya dihukum seadilnya ya. Orang sudah banyak yang meninggal, kok sekarang malah sudah bebas," kata Susiani dengan suara terbata-bata.
Ibu asal Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang itu menyaksikan jalannya persidangan terhadap terdakwa Bambang Sidik Achmadi. Dalam beberapa momen, dia tampak menangis sambil memegangi foto anak sulungnya, Hendra (16 tahun).
Pernyataan Susiani diamini oleh Nur Fadilah, pendamping keluarga korban dari LBH Surabaya. Menurut Nur Fadilah, putusan majelis hakim PN Surabaya tidak mencerminkan keadilan.
"Ini tidak mencerminkan keadilan untuk seluruh korban yang ada di Malang. Harapan dari keluarga korban kemarin, permintaan kepada hakim dihukum seberat-beratnya sesuai dengan apa yang telah dilakukan para pelaku," jelasnya.
Sekjen Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andy Irfan, sebagai pendamping dari dua saksi pelapor tragedi Kanjuruhan, Wahyu dan Bagas Satria, menyatakan bahwa hasil putusan hakim merupakan "putusan dari peradilan yang sesat".
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.