Selasa, 9 September 2025

50 Tahun perang Vietnam, mengapa AS kalah dalam pertempuran ini?

Pada peringatan 50 tahun sejak penarikan terakhir pasukan AS, kami mewawancarai dua ahli untuk menjelaskan mengapa AS kalah dalam…

Sejak tahun 1968 hingga selanjutnya, liputan media sebagian besar tidak mendukung perang. Gambar-gambar warga sipil yang tidak berdosa terbunuh, cacat, dan disiksa ditayangkan di TV dan surat kabar. Banyak orang Amerika merasa ngeri dengan itu dan berbalik menentang perang.

Aksi protes besar-besaran bermunculan di seantero negeri.

Pada salah satu demonstrasi pada 4 Mei 1970, empat mahasiswa demonstran damai di Universitas Negeri Kent di Ohio ditembak mati oleh Garda Pengawal Nasional.

Apa yang disebut sebagai "Pembantaian di Negara Bagian Kent" itu hanya membuat lebih banyak orang menentang perang.

Kebijakan wajib militer yang tidak disukai publik juga berdampak buruk pada moral masyarakat. Begitu pula dengan gambar-gambar peti mati tentara AS yang dipulangkan. Sekitar 58.000 prajurit AS tewas atau hilang dalam perang tersebut.

Menurut Profesor Vu, ini menjadi keuntungan besar bagi utara. Meskipun mereka kehilangan lebih banyak, negara totaliter mereka memiliki kendali mutlak atas media sehingga bisa memonopoli informasi.

"AS dan Vietnam Selatan tidak memiliki kapasitas dan kemauan untuk membentuk opini publik sebagaimana yang bisa dilakukan oleh Komunis," kata dia.

"Mereka memiliki sistem propaganda besar-besaran. Mereka menutup perbatasan dan menekan perbedaan pendapat. Siapa pun yang tidak setuju dengan perang dikirim ke penjara."

AS gagal memenangi hati masyarakat Vietnam Selatan

Ini adalah perang yang sangat brutal yang membuat AS menggunakan berbagai senjata mengerikan.

Penggunaan napalm (pembakar petrokimia yang membakar pada suhu 2.700C dan menempel pada apa pun yang disentuhnya) dan Agen Oranye (bahan kimia yang digunakan untuk menggunduli hutan tempat musuh bersembunyi, juga membunuh tanaman pangan sehingga menyebabkan kelaparan) memberi persepsi buruk terhadap AS di antara penduduk desa.

Misi "cari dan hancurkan" telah membunuh warga sipil tak berdosa yang jumlahnya tidak terhitung dalam peristiwa seperti pembantaian My Lai 1968, di mana tentara AS membunuh ratusan warga sipil Vietnam dalam salah satu insiden paling dikenal dari perang ini.

Kematian korban sipil ini mengasingkan penduduk lokal yang juga tidak cenderung mendukung Viet Cong.

"Ini bukan berarti sebagian besar orang Vietnam Selatan berkomitmen menjadi komunis - kebanyakan orang hanya ingin melanjutkan hidup mereka dan sebisa mungkin menghindari perang," kata Middup.

Profesor Vu setuju bahwa AS kesulitan memenangkan hati dan pikiran orang Vietnam.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan