Polemik pengiriman lokomotif pabrik gula berumur hampir 100 tahun ke Belanda untuk 'direstorasi' dan 'dipinjamkan' - 'Disayangkan, bukankah ada museum kereta api di Indonesia'
Pengiriman dua lokomotif berumur hampir 100 tahun milik dua pabrik gula di Kediri dan Pemalang ke Belanda untuk 'dirawat' dan 'dipinjamkan'
Ia mengatakan bahwa alasan dilakukannya pengiriman kereta uap itu ke Belanda adalah agar dapat dilakukan restorasi yang lebih intensif. Namun, ia tidak menyebut berapa lama kurun waktu peminjaman itu berlaku.
“Untuk mengaktifkan kembali lokomotif tersebut sehingga nilai sejarah lokomotif tetap terjaga. Selain itu, supaya lokomotif mendapatkan perawatan lebih intensif, serta meningkatkan hubungan baik antara Indonesia – Belanda,” kata Aris kepada BBC Indonesia.
Selama ini, ia mengeklaim perusahaan sudah melakukan perawatan rutin terhadap kereta uap itu karena memilik nilai historis yang tinggi.
Di sisi lain, PT Perkebunan Nusantara IX, yang merupakan perusahaan yang menaungi Pabrik Gula Sumberhardjo mengatakan bahwa pengiriman kereta uap ke Belanda hanya bersifat sementara.
“Dikirimkan ke Belanda untuk dilakukan restorasi karena memiliki nilai sejarah dan budaya bagi kedua bangsa,” tulis keterangan resmi yang diterima oleh BBC News Indonesia.
Menurut keterangan tersebut, perjanjian pinjam pakai tersebut dilakukan antara PTPN III (Persero) Holding Perkebunan (yang diberi kuasa oleh PTPN IX) dengan Smalspoorweg Stichting, selaku pemilik Museum Stoomtrein Katwijk Leiden.
Status lokomotif itu pun masih merupakan barang milik eks-Pabrik Gula Sumberharjo dan memiliki masa berlaku pinjam pakai selama jangka waktu lima tahun.
“Upaya perawatan lokomotif yang sudah dilakukan PTPN IX adalah dengan menempatkan lokomotif di garasi khusus lokomotif (remise) dan dilakukan kegiatan pembersihan.
“Kondisi lokomotif uap No. IX saat ini masih dapat dipergunakan namun tetap membutuhkan perbaikan dan penggantian beberapa spare part,” tulis pernyataan tersebut.
Baca juga:
Bagaimana tanggapan Direktur Jenderal Kebudayaan?
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, mengaku dirinya tidak mengetahui secara detil mengenai perjanjian pinjam pakai dua lokomotif bersejarah tersebut dengan PTPN IX dan PTPN X.
Ia mengonfirmasi bahwa kedua kereta uap itu tidak berstatus cagar budaya.
“Benda yang belum/tidak ditetapkan sebagai cagar budaya bisa saja dipindahtangankan. Saya tidak tahu dasar pertimbangan PTPN untuk mengirimnya ke Belanda,” katanya.
Namun, pihaknya juga menyayangkan kepergian kedua lokomotif tersebut karena di Indonesia ada pula museum kereta api dan cagar budaya yang dapat melestarikan aset sejarah tersebut.
“Ya, tentu ikut menyayangkan karena ada museum kereta api di Ambarawa dan juga BPCB Jawa Timur yang seandainya dimintai bantuan tentu bisa membantu,” ujar Hilmar.
Pengamat perkeretaapian Tjahjana Indra Kusuma mengatakan bahwa ini bukan pertama kalinya benda berkaitan dengan sejarah perkeretaapian Indonesia dikirimkan ke luar negeri dan akhirnya menjadi artefak yang dipajang di museum.
Dua museum di antaranya merupakan Frankfurt Feldbahn Museum di Jerman dan Museum Statfold Barn di Inggris.
Bahkan, menurut hasil penelusuran Indra, terdapat sekitar tujuh lokomotif dari eks-pabrik gula Indonesia yang kini menjadi artefak pajangan di museum luar negeri.
Berikut daftar lengkapnya:
Frankfurt Feldbahn Museum, Jerman:
- Lokomotif dari eks-PG Gending, Probolinggo No. 4, konfigurasi roda penggerak 0-4-4-0T (Mallet), lebar rel 600 mm, produksi Orenstein & Koppel, SN 3002, 1909, direstorasi 1999
Museum Statfold Barn, Tamworth, Inggris:
- Lokomotif dari eks-PG Sragi, Pekalongan No. 1, roda penggerak : 0-4-2T, lebar rel 600 mm, produksi Krauss, SN 4045, tahun 1899, direstorasi tahun 2008
- Lokomotif dari PG Sragi, Pekalongan No. 14, roda penggerak 0-6-0T, lebar rel 600 mm, produksi Orenstein & Koppel, SN 10705, 1923
- Lokomotif dari PG Pakis Baru, Pati No. 1, 0-4-0T, lebar rel 700 mm, produksi Orenstein & Koppel, SN 614, 1900, direstorasi tahun 2006
- Lokomotif dari eks-PG Pakis Baru, Pati No. 5, 0-4-4-0T (Mallet), lebar rel 700 mm, produksi Orenstein & Koppel, SN 1473, 1905, direstorasi tahun 2007
- Lokomotif dari eks-PG Jatibarang, Brebes No. 9, 0-4-4-0T (Mallet), lebar rel 600 mm, produksi Arnold Jung Lokomotivfabrik, SN 4878, 1930, direstorasi tahun 2011
- Lokomotif dari eks-PG Trangkil, Pati No. 4, 0-4-2T, lebar rel 600 mm, produksi Hunslet, SN 3902, 1971.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.