Selasa, 12 Agustus 2025

Tak lolos jalur zonasi PPDB, siswa dari keluarga miskin terpaksa daftar ke sekolah swasta

Perhimpunan Pendidikan dan Guru menyebut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada 2023 kacau balau lantaran adanya berbagai persoalan…

Jarak dari rumah ke lokasi SMP negeri pilihan pertama sekitar 1,3 kilometer dan 1,6 kilometer ke SMP negeri pilihan kedua. Sementara passing grade jalur zonasi ke dua SMP negeri tersebut hanya berjarak sekitar 500 meter.

"Saya kecewa banget dengan sistem pendidikan sekarang ini. Anak saya terus saja tergeser dari daftar sampai hilang. Anehnya, di sini banyak yang daftar ke sekolah yang sama dan lolos, padahal rumahnya lebih jauh," ungkap ibunda Yassarah, Yeni Saeni, kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Yeni mengaku sempat ditawari seseorang yang mengaku bisa meloloskan anaknya ke SMP negeri tujuan dengan imbalan sejumlah uang. Namun tawaran itu ditolaknya.

"Ada teman saya minta Rp4 juta. Astaghfirullah sampai segitunya sekolah zaman sekarang," ucap Yeni.

Dia berharap seleksi penerimaan siswa di sekolah negeri bisa kembali ke sistem NEM (Nilai EBTANAS Murni) di mana prestasi akademik siswa betul-betul dihargai dan si anak bisa bersekolah di sekolah negeri yang sesuai dengan kemampuan akademisnya.

Apa saja masalah-masalah dalam pelaksanaan PPDB?

Kepala bidang litbang pendidikan di Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Feriyansyah, mengatakan apa yang dialami Anastasia juga terjadi pada keluarga tidak mampu lainnya di banyak daerah.

Mereka -yang disebut sebagai siswa jalur afirmasi- tidak tertampung di sekolah negeri. Padahal tujuan dari kebijakan PPDB sesungguhnya agar anak dari keluarga miskin bisa mengakses sekolah negeri.

Faktor utama mengapa mereka tidak lolos jalur zonasi, menurut Feri, karena ketidakjelasan penyelenggara PPDB yakni dinas pendidikan menentukan zonasi sekolah.

Berdasarkan pantauannya, dinas kerap menggunakan fitus aplikasi peta google maps ketika menetapkan zonasi.

"Ini kan aneh, di lapangan banyak yang mempertanyakan zonasi kok seperti itu?" ujar Feri kepada BBC News Indonesia.

Sementara situasi di lapangan tidak sesederhana itu.

Kebanyakan sekolah-sekolah negeri dan swasta, kata Feri, berada di pusat suatu wilayah atau sebarannya tidak merata. Sedangkan pertumbuhan masyarakat semakin tinggi dan semakin lama semakin ke area pinggiran.

Kalau mau menggunakan sistem zonasi, maka otomatis anak-anak yang tinggal di daerah pinggiran kota tidak bisa mendaftar ke sekolah yang dituju.

Belum lagi semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin sedikit pula jumlahnya.

Halaman
1234
Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan