Selasa, 12 Agustus 2025

Tak lolos jalur zonasi PPDB, siswa dari keluarga miskin terpaksa daftar ke sekolah swasta

Perhimpunan Pendidikan dan Guru menyebut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada 2023 kacau balau lantaran adanya berbagai persoalan…

Koordinator Nasional P2G, Satriawan Salim, mencontohkan di DKI Jakarta, jumlah calon peserta didik baru tahun 2023 untuk jenjang SMP/MTs adalah 149.530 siswa. Tetapi total daya tampung sekolah hanya 71.489 siswa atau sekitar 47,81%.

Di jenjang SMA/MA/SMK situasinya juga sama. Jumlah calon peserta didik baru tahun 2023 mencapai 139.841 siswa, sedangkan total daya tampung hanya 28.937 siswa atau 20,69%.

Adapun daya tampung jenjang SMK justru lebih sedikit lagi hanya 19.387 siswa atau 13,87%.

"Data itu menunjukkan kondisi sekolah negeri di Jakarta, makin tinggi jenjang sekolah, makin sedikit ketersediaan bangkunya," jelas Satriawan.

"Implikasinya adalah dipastikan tidak semua calon siswa bisa diterima di sekolah negeri. Akhirnya swasta menjadi pilihan terakhir."

Persoalan lain yang dicatat P2G yakni adanya praktik migrasi domisi melalui Kartu Keluarga (KK) calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orangtua.

Praktik ini umumnya berlangsung di wilayah yang punya sekolah "unggulan".

Modusnya dengan memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar. Seperti yang pernah terjadi di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur, dan terbaru di kota Bogor.

Dampak berikutnya dari kebijakan PPDB adalah adanya sekolah yang kekurangan siswa atau sekolah tersebut sepi peminat.

Penyebabnya karena jumlah calon siswa yang sedikit, kemudian jumlah sekolah negeri yang banyak dan berdekatan lokasinya satu sama lain, serta lokasi sekolah jauh di pelosok pedalaman atau perbatasan yang aksesnya sulit.

"Intinya sebaran sekolah negeri tak merata."

Berdasarkan pemantauan P2G, kasus ini terjadi di Magelang, Temanggung, Solo, Sleman, Klaten, Batang, dan Pangkal Pinang.

Di Batang, ada 21 SMP negeri kekurangan siswa pada PPDB 2022. Lalu di Jepara, dalam PPDB 2023 hingga akhir Juni tercatat 12 SMP negeri masih kekurangan siswa.

"Di Yogyakarta ada tiga SMA negeri yang masih kekurangan siswa. Di kabupaten Semarang dalam PPDB 2023 ini sebanyak 99 SD negeri tak dapat siswa baru sehingga guru harus mencari murid dari rumah ke rumah," ungkap Feriyansyah, Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G.

Masalah dalam PPDB yang juga sering muncul, kata Feri, adalah praktik jual beli kursi, pungli, dan siswa "titipan" dari pejabat atau tokoh masyarakat di wilayah tersebut.

Dari laporan yang masuk ke lembaga ini, kasus tersebut terjadi di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok.

Modusnya, sambung Feri, menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. Panitia PPDB sekolah yakni kepala sekolah, sebutnya, tidak punya kekuasaan untuk menolak.

"Jadi selama PPDB tak hanya jalur zonasi, prestasi, afirmasi yang ada, tetapi juga ada jalur intervensi, intimidasi, dan surat sakti," cetus Feri.

Kemendikbud harus evaluasi PPDB

Kepala bidang litbang pendidikan di Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Feriyansyah, mendesak Kemendikbud agar mengevaluasi kebijakan PPDB yang telah diberlakukan sejak 2017 tersebut.

Meski telah enam tahun berlangsung, tapi setiap tahun persoalan yang sama terus berulang dan semakin kacau.

Salah satu yang harus dibenahi menurut Feri adalah jalur zonasi. Di mana penyelenggaranya dinas pendidikan harus akuntabel, transparan, dan bertanggung jawab.

Untuk kepala daerah, Feri berpesan agar memperhatikan pola pembangunan yang menyertakan pendidikan.

"Harusnya kepala daerah itu ada kebijakan menambah kelas, karena sekolah negeri makin langka. Ketika pertumbuhan warganya bertambah, harusnya bisa diprediksi kebutuhan sekolah bakal meningkat. Tapi ini dibiarkan."

"Sekolah jadi makin mahal, karena permintaan tinggi, jumlahnya sedikit."

Apa tanggapan Kemendikbud?

Merespons masalah yang timbul dari kebijakan PPDB, Kemendikbud menilai hal tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (pemda).

Direktur Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah, Iwan Syahril, mengatakan pemda memiliki keleluasaan menentukan susunan calon peserta didik yang bisa mendaftar ke PPDB di daerah masing-masing.

Ini karena pemda dinilai yang paling mengetahui bagaimana kondisi serta apa yang menjadi kebutuhan terkait penyelenggaraan pendidikan di daerahnya.

Kata dia, setiap daerah memiliki empat jalur pendaftaran PPDB tahun ajaran 2023/2024, di antaranya:

  • Zonasi, SD paling sedikit 70%, SMP paling sedikit 50%, SMA paling sedikit 50%.
  • Afirmasi, paling sedikit 15%.
  • Perpindahan orangtua/wali, paling banyak 5%.
  • Prestasi nilai rapor, jika persentase kuota masih tersisa.

Menurut Iwan, empat jalur ini seharusnya memberikan kesempatan adil bagi setiap peserta didik. Jalur zonasi juga bukan satu-satunya seleksi yang ada di PPDB.

"Prinsip pelaksanaan PPDB dilakukan tanpa diskriminasi, kecuali bagi sekolah yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu," kata Iwan seperti dilansir Kompas.com, Kamis (13/07).

Sementara itu, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, mengakui proses PPDB 2023 masih terdapat kelemahan pada sisi sosialisasi dan pengawasan di tingkat daerah.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau dinas pendidikan setempat memberikan sosialisasi dan pengawasan secara ketat agar pelaksanaan PPDB berjalan dengan baik.

Pihaknya meminta sebelum penyelenggaraan PPDB tingkat SMP, pihak SD harus memberikan sosialisasi kepada orangtua murid kelas 6.

Kemendikbudristek juga akan mengevaluasi regulasi PPDB yang saat ini berlaku untuk mengatasi kecurangan administrasi, melakukan pengawasan yang lebih ketat di lapangan, dan membentuk satuan tugas di tingkat pemda.

Apa itu jalur zonasi?

Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru disingkat PPDB adalah suatu sistem penentuan wilayah atau zona geografis yang digunakan untuk membatasi area pendaftaran dan penempatan siswa pada sekolah-sekolah. Ini dilakukan untuk mempercepat pemerataan pada sektor pendidikan.

Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sistem zonasi merupakan kebijakan dari sistem rayonisasi. Rayonisasi itu sendiri lebih memperhatikan pada capaian siswa di bidang akademik, sementara sistem zonasi lebih menekankan pada jarak atau radius antara rumah siswa dengan sekolah.

Pelajar yang rumahnya lebih dekat dengan suatu sekolah lebih berhak mendapatkan pendidikan di sekolah tersebut.

Tujuannya:

  • Memeratakan akses pendidikan, karena dengan adanya jalur zonasi bisa membuat semua anak mendapatkan haknya untuk menerima pendidikan dengan jarak yang dekat
  • Mendekatkan lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga, sehingga orang tua akan lebih mudah ketika memantau perkembangan anak dan kegiatan sekolahnya.
  • Menghapuskan eksklusivitas dan diskriminasi, tidak ada lagi klasifikasi sekolah favorit dan tidak favorit.
  • Membantu pemerintah daerah dalam memberikan bantuan, untuk tercapai peningkatan kualitas pendidik.

Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan