Ingin Gabungkan Islam-Konghucu, Xi Jinping Berencana Buat Alquran Versi China
Xi Jinping berencana untuk membuat Alquran versi China dalam rangka untuk menggabungkan agama Islam dengan Konghucu.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Presiden China, Xi Jinping berencana 'memodifikasi' Alquran dengan memasukan nilai-nilai Islam dan Konghucu.
Dikutip dari Radio Free Asia (RFA), modifikasi Alquran ini adalah upaya 'sinifikasi' terhadap Islam.
Sebagai informasi, istilah sinifikasi merujuk pada proses pengubahan atau modifikasi dengan disesuaikan terhadap budaya China.
Adapun upaya semacam ini telah dirancang sejak tahun 2018.
Sementara pada akhir bulan Juli 2023, sekelompok pejabat pemerintah China dan akademisi telah bertemu di Urumqi, ibu kota Xinjiang untuk pembahasan penerapan sinifikasi ini.
Xinjiang merupakan wilayah di barat daya China yang mayoritas penduduknya beragama Islam khususnya etnis Uighur.
Baca juga: Vladimir Putin akan ke China Temui Xi Jinping, Perjalanan Pertama sejak jadi Buronan ICC
Di sisi lain, menurut pemberitaan dari kantor berita Xinhua, para pejabat dan akademisi menilai eksekusi untuk sinifikasi terhadap Islam belum berjalan signifikan.
Adapun pada tahun 2018 lalu, Institut Pusat Sosialisme China yang merupakan bagian Kelompok Kerja Front Persatuan Partai Komunis, telah menyusun 32 poin rencana nasional untuk sinifikasi tiga agama monteistik utama di China yaitu Protestan, Katolik, dan Islam.
Rencana ini pun disebut bakal dilaksanakan dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Berdasarkan rencana tersebut, beberapa daerah di China dianggap telah 'dipenuhi dengan ideologi ekstremis.'
Sehingga dianggap 'menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan.'
"Beberapa menihilkan ideologi tradisional Islam China," demikian tertulis dalam rencana tersebut seperti dilaporkan RFA.
Dengan rencana tersebut, Partai Komunis China (PKC) pun berusaha memperkuat pengaruh China dengan membuat Alquran dan Hadist dalam versi terjemahan baru.
Dalam terjemahan tersebut, nantinya akan 'menggunakan Konfusianisme untuk menafsirkan kitab suci.'
Adapun penafsiran merujuk dari koleksi terjemahan dan tulisan Islam Dinasti Qing dalam bahasa Mandarin.
Tulisan tersebut dikenal sebagai Kitab Han.
Baca juga: Pemerintah China Larang Minoritas Muslim Uighur Beribadah Puasa
Sedangkan Kitab Han merupakan konsep Konfusianisme untuk menjelaskan teologi Islam.
Alhasil, pemerintah China bersama dengan pejabat ingin memadukan Islam dengan Konfusianisme dengan cara merilis Alquran baru yang diterjemahkan dalam bahasa Tiongkok dan merujuk terhadap 'semangat zaman.'
"Sinifikasi Islam di Xinjiang harus merefleksikan aturan historis terkait bagaimana masyarakat berkembang terhadap konsolidasi kekuatan politik, penenangan masyarakat, dan pembangunan budaya budaya," kata profesor di Institus Pusat Sosialisme China, Wang Zhen.
Islam Dianggap Ancaman di China

Partai Komunis China telah sejak lama menganggap Islam sebagai ancaman terhadap keunggulan mereka.
Selama lebih dari sedekade, pemerintah China kerap menganiaya Muslim di negara tersebut seperti etnis Uighur dan Hui.
Baca juga: Perjalanan Karier Dilraba Dilmurat, Aktris Keturunan Suku Minoritas Uighur
Sejumlah Muslim Hui mengungkapkan bahwa Muslim di China tidak lagi mempertahankan gaya hidup yang sejalan dengan aturan Islam tradisional.
"Pemerintah China memulai dengan menghancurkan tempat keagamaan di mana umat Islam mempraktikan keyakinannya dan kemudian memaksa kami berasimilasi dengan norma-norma agama yang ditetapkan oleh mereka," ujarnya seorang perempaun bermarga Ma.
Tanggapan Novi Basuki
Penulis Novi Basuki memberi tanggapan terkait kabar Xi Jinping berencana 'memodifikasi' Alquran.
Novi Basuki menyebut yang diganti adalah penerjemahan penafsiran terhadap Alquran.
Hal itu disampaikan Novi Basuki melalui video yang diunggah di akun TikTok @novi.basuki, Senin (25/9/2023).
"Padahal bukan Alqurannya yang direvisi, tapi penerjemahan penafsiran terhadap Alquran itu supaya penafsiran dan penerjemahannya bisa selaras dengan zaman yang terus berubah," ungkapnya.
Novi Basuki lantas mencontohkan istilah salat yang tidak ditemukan dalam Alquran terjemahan bahasa mandarin.
"Kenapa harus terminologi konfusianisme yang harus dipakai di Tiongkok, karena misalnya dalam Islam ada istilah salat, dalam Alquran terjemahan mandarin tidak akan pernah ditemukan istilah salat," papar dia.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.