Senin, 18 Agustus 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Analis Militer Israel: Kedodoran di Rafah, IDF Bakal Labrak Netanyahu Minta Ubah Strategi Perang

IDF akan 'melabrak' Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk meminta “kejelasan strategis” dan merekomendasikan mengakhiri perang

khaberni
Pasukan Pendudukan Israel (IDF) saat melancarkan agresi militer ke Jalur Gaza. Selama sembilan bulan pertempuran, IDF belum bisa mencapai target perang, memberangus gerakan Hamas. 

Analis Militer Israel: Kedodoran di Rafah, IDF Bakal Labrak Netanyahu Minta Ubah Strategi Perang

TRIBUNNEWS.COM - Amos Harel, seorang analis militer di surat kabar Haaretz, Jumat (21/6/2024) menganalisis kalau tentara pendudukan Israel (IDF) berencana mengubah bentuk perang di Jalur Gaza, di akhir invasi Rafah, dalam beberapa minggu mendatang .

Harel menambahkan, pihak IDF juga akan 'melabrak' Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk meminta “kejelasan strategis” dan merekomendasikan untuk mengakhiri perang dalam bentuknya yang sekarang.

Baca juga: Pakar Militer: Jeda Pertempuran Indikasikan Jenderal Israel Mulai Mbalelo, Siap-siap Resign Massal

"IDF juga akan meminta Netanyhu untuk memusatkan perhatian pada serangan terhadap target Gerakan Perlawanan Hamas, dengan mengklaim kalau hal ini akan “memberikan peluang bagi Tentara Israel untuk melakukan langkah lainnya,” kata Harel dikutip dari Khaberni

Dia menjelaskan kalau “langkah-langkah lain” yang dimaksud mencakup upaya untuk mengaktifkan kembali kontak mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza dan kesepakatan pertukaran tahanan, meskipun “kemungkinan hal tersebut saat ini tampaknya tidak besar.”

Analis surat kabar Ibrani itu menambahkan kalau jika langkah IDF dalam desakannya ke Netanyahu itu berhasil, maka itu berarti bahwa tentara IDF akan memaksimalkan peluang itu untuk mereorganisir kembali pasukannya.

Baca juga: Pakar Militer: 19 Brigade Israel Kelelahan di Gaza, Qassam Ubah Prinsip Tempur Jadi Silakan Masuk

"(Di sisi lain) Amerika Serikat akan berusaha mencapai “kesepakatan politik” untuk mengakhiri eskalasi antara Tel Aviv dan Hizbullah," kata Harel.

Sementara itu, para pemimpin entitas pendudukan Israel mengakui kalau Tel Aviv tidak mencapai tujuannya dalam perang di Gaza.

Namun, Netanyahu bersikeras, memberangus Hamas adalah satu di antara target perang yang ditetapkan.

Sebelumnya, pada Selasa (18/6/2024, Amos Harel juga menyatakan akan terjadi konflik besar antara komandan tentara Israel (IDF) dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, sebagai akibat dari berlanjutnya perang di Jalur Gaza yang sudah berlangsung selama sembilan bulan.

Hal ini juga diungkapkan dalam artikel analitis di surat kabar Ibrani "Haaretz", oleh Amos Harel, yang bertepatan dengan berlanjutnya agresi Israel di Jalur Gaza.

Belakangan, analisis Harel itu terbukti seiring pengakuan juru bicara IDF Daniel Hagari yang menyatakan kalau memberangus Hamas adalah seperti melempar abu ke mata publik, bahwa Hamas adalah sebuah ideologi dan tidak mungkin dibasmi.

Baca juga: Bentrok Dimulai, Netanyahu Sekak Tentara Israel yang Akui Hamas Tak Bisa Dihancurkan

Baca juga: Pakar Militer: Jeda Pertempuran Indikasikan Jenderal Israel Mulai Mbalelo, Siap-siap Resign Massal

Kesegeraan konflik besar ini seiring pengakuan Tel Aviv atas terjadinya kerugian dan kegagalan mencapai tujuan perang Israel.

"Pasukan Israel yang kelelahan memerlukan waktu istirahat, tetapi Netanyahu memaksa tentara Israel untuk terus berperang di Gaza," kata Harel.

Baca juga: Pakar Militer: IDF Mundur dari Rafah Karena Divisi Lapis Baja Jebol, Israel Membual Gempur Hizbullah

Foto saat tank Mesir dikerahkan di dekat penyeberangan Rafah dengan Gaza, pada 31 Oktober 2023 lalu
Foto saat tank Mesir dikerahkan di dekat penyeberangan Rafah dengan Gaza, pada 31 Oktober 2023 lalu (AFP)

Akhiri Invasi di Rafah

Harel menjelaskan, para pemimpin militer Israel ingin mengakhiri operasi di Rafah (Gaza selatan), untuk memberikan waktu istirahat bagi pasukan dan bersiap menghadapi kemungkinan eskalasi di utara (Lebanon).

"Tetapi Perdana Menteri masih bersikeras (melanjutkan perang) dan kedua belah pihak kemungkinan besar akan bentrok dalam waktu dekat," kata dia.

Harel menekankan bahwa "hubungan yang sangat tegang antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pimpinan tentara Israel serta Dinas Keamanan Umum (Shin Bet) akan segera menghadapi hambatan lain." 

Atas situasi itu dia berharap menteri Pertahanan Yoav Galant sekali lagi mengambil posisi profesional sejalan dengan posisi tentara, dengan fokus pada tujuan perang. 

“Gallant dan para jenderal berusaha untuk mengakhiri operasi di Rafah lebih awal, beralih ke pendekatan yang melibatkan serangan terbatas di Jalur Gaza, dan membuat tentara fokus pada persiapan kemungkinan perang habis-habisan dengan Hizbullah di utara," katanya.

Baca juga: Skenario Gencatan Senjata Gaza Gagal, Hizbullah Punya 1 Juta Rudal, Israel Menyerang 1 September

Kepala Staf Umum Tentara Israel (IDF) Herzi Halevi (tengah) saat pertemuan dengan para perwiranya di Khan Yunis pada 23 Desember 2023. Halevi belakangan diminta mundur oleh para bawahannya di Staf Umum IDF karena dianggap gagal mencapai target perang setelah delapan bulan invasi ke Gaza.
Kepala Staf Umum Tentara Israel (IDF) Herzi Halevi (tengah) saat pertemuan dengan para perwiranya di Khan Yunis pada 23 Desember 2023. Halevi belakangan diminta mundur oleh para bawahannya di Staf Umum IDF karena dianggap gagal mencapai target perang setelah delapan bulan invasi ke Gaza. (khaberni/HO)

Analis militer tersebut menilai kalau Netanyahu, menurut semua indikasi, enggan IDF meninggalkan Gaza, dan tidak setuju dengan urgensi dan pentingnya hal yang diutarakan oleh Gallant dan Kepala Staf Angkatan Darat Israel Herzi Halevy untuk mencapai kesepakatan penyanderaan dengan Hamas."

"Diperkirakan akan terjadi konfrontasi badai, dan perselisihan antara Perdana Menteri, Gallant, Halevy, dan Direktur Shin Bet Ronen Bar berkaitan dengan jenis pencapaian sejauh ini, dan langkah-langkah yang diperlukan tentara Israel pada saat ini," katanya.

“Pada rapat kabinet pada hari Minggu, Netanyahu mengambil sikap garis keras, dan dalam wawancara radio di FM 103, ajudan dekatnya, Brigadir Jenderal (res) Evi Eitam, mengatakan bahwa perang akan berlangsung selama tiga tahun: satu tahun di Gaza, satu tahun di Lebanon, dan akhirnya... Tahun ketiga untuk membentuk segala sesuatu yang berhubungan dengan Iran.”

(oln/khbrn/*)

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan