Jumat, 8 Agustus 2025

'Mereka pergi bermain sepakbola, tapi tak pernah pulang' – Empat bocah dibunuh dengan kejam di Ekuador, mengapa perang terhadap geng kriminal dikritik?

Pada 8 Desember 2024, empat anak laki-laki Ekuador pergi bermain sepak bola, tetapi tidak pernah kembali. Beberapa minggu kemudian…

BBC Indonesia
'Mereka pergi bermain sepakbola, tapi tak pernah pulang' – Empat bocah dibunuh dengan kejam di Ekuador, mengapa perang terhadap geng kriminal dikritik? 

Jasad-jasad itu ditemukan di dekat pangkalan militer di Taura.

"Kami berdoa kepada Tuhan: 'Semoga mereka bukan anak-anak kami.'

"Mereka menemukan jenazah anak-anak itu Selasa dan Jumat mereka menelepon kami dari tempat kejadian perkara.

"Mereka meminta kami untuk datang ke sana. Pada hari yang sama kami melakukan tes DNA."

Pada saat itu, seorang hakim telah meminta agar kasus tersebut diselidiki sebagai dugaan "penghilangan paksa" dan 16 tentara ditangkap.

'Ibu, bapak, mayat-mayat itu adalah anak-anak kalian'

Pada tanggal 31 Desember, para kerabat menghadiri sidang resmi atas para tentara ini. Saat itulah mereka menerima konfirmasi akhir.

"Ketika sidang selesai, jaksa datang kepada kami dan berkata: 'Baiklah, ibu, bapak, saya harus katakan kepada kalian bahwa saya tidak akan berbohong kepada kalian tentang apa pun. Sayangnya, mayat-mayat yang ditemukan di Taura adalah anak-anak kalian,'" kenang Arroyo.

"Itu mengerikan sekali, istri saya sampai histeris. Itu sangat mengerikan."

Kunjungan berikutnya adalah kamar jenazah.

"Saya melihat kedua anak saya. Kaki mereka adalah satu-satunya yang tersisa dan karena Ismael memiliki kapalan dan bunion (benjolan tulang yang terbentuk pada sendi di pangkal jempol kaki.), seperti pemain bola, saya dapat membedakannya, karena kepalanya juga tidak ada.

"Yang satunya, hanya tersisa tangan, kelingking, rambutnya, sebagian tengkoraknya, dan sebagian wajahnya."

Ayah Ismael dan Josué bercerita bahwa keluarganya ingin meminta kuburan digali kembali untuk diselidiki (ekshumasi), karena mereka masih belum benar-benar yakin atas apa yang terjadi pada mereka.

"Mereka memberi kami jasad dua anak itu, tetapi mereka tidak memberi tahu kami bagaimana mereka meninggal, apakah mereka disiksa, ditembak, atau organ mereka diambil."

"Mereka memberi kami kerangka, dalam keadaan membusuk, terbakar habis, kepala anak saya hilang, itu mengerikan," ujarnya.

"Kami ingin jenazah tersebut diuji DNA secara internasional. Kami menginginkan keadilan."

"Mereka adalah empat anak yang tidak berdaya—bayangkan melakukan semua ini kepada mereka secara kejam dan jahat sekali."

'Mereka adalah segalanya bagi saya'

Luis Arroyo tiba di kompleks pemakaman Ángel María Canales pada 1 Januari dengan medali yang tergantung di lehernya—Ismael telah memenangkannya dalam kompetisi sepak bola—sebagai penghormatan atas impian seumur hidup putranya untuk menjadi pemain sepak bola profesional.

"Anak-anak saya sangat penyayang, ramah, mereka tidak punya masalah dengan siapa pun."

"Mereka selalu berdedikasi pada studinya, sepak bola."

"Mereka berkata kepada kami: 'Ayah, Ibu, aku akan bermain sepak bola profesional, aku akan keliling dunia, aku akan membelikan kalian rumah, Ibu... aku akan mengeluarkan kalian dari sini.' Itulah impian anak saya."

"Ismael Arroyo dan Josué Arroyo akan selalu ada di hati saya."

"Saya tahu bahwa Tuhan telah menempatkan mereka di surga, mereka adalah malaikat kecil, saya akan selalu mencintai mereka dan saya tidak akan beristirahat sampai keadilan ditegakkan."

"Kematian mereka tidak akan luput dari hukuman. Mereka segalanya bagi saya, kekuatan pendorong saya, landasan hidup saya."

'Anak-anak saya bukan penjahat'

Arroyo menegaskan anak-anaknya didiskriminasi karena warna kulitnya.

Mereka bukanlah anak pertama—maupun terakhir—yang hilang akibat kebijakan keamanan yang penuh kekerasan oleh pemerintahan Daniel Noboa.

"Ini adalah strategi pemerintah yang buruk: mengirim orang-orang ini untuk membunuh di jalanan."

"Presiden mendukung tindakan memalukan para tentara ini, menutupi berbagai hal dan mendiskriminasi anak-anak kami, mencoreng nama mereka sendiri," katanya.

"Mereka ingin menggambarkan anak-anak kami sebagai teroris, pencuri, penjahat. Anak-anak saya bukanlah penjahat, mereka juga tidak mencuri, tidak ada bukti bahwa mereka mencuri apa pun," katanya, mengacu pada tuduhan awal Kementerian Pertahanan bahwa anak-anak di bawah umur tersebut terlibat dalam perampokan sebelum ditangkap.

Luis Arroyo mengatakan bahwa dia ketakutan dan meminta otoritas Ekuador untuk melindunginya dan keluarganya.

"Saya takut dengan kejadian ini, saya ingin kabur dari Ekuador. Kami merasa sendirian, tanpa perlindungan, hidup kami bisa dalam bahaya."

Sumber: BBC Indonesia
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan