Warga Gaza Utara Kembali ke Rumah, Antara Suka dan Duka
Di bawah gencatan senjata Israel-Hamas, warga Palestina mulai kembali ke rumah mereka di Gaza utara. Banyak yang menemukan rumahnya…
Beberapa warga Palestina juga sudah berkemah sejak Sabtu (25/01) malam, demi menjadi yang pertama melintas.
"Selama dua hari terakhir, kami tidur di tempat terbuka, menunggu tentara Israel membuka pos pemeriksaan Netzarim sehingga kami bisa pulang ke Gaza utara, dan melihat apa yang tersisa dari rumah kami yang hancur, jika masih ada yang tersisa," kata Rizek Ayoub, seorang pejalan kaki yang sedang dalam perjalanan ke Kota Gaza bersama 57 kerabatnya.
Kepulangan ke utara membawa suka dan duka
"Namun, suasananya relatif gembira," kata Amani Zahd, yang sedang melakukan perjalanan ke wilayah rumahnya di distrik al-Nasr, Kota Gaza.
"Pemandangannya mengerikan dan cukup aneh. Ada begitu banyak orang, tetapi mereka bahagia. Meskipun semua orang menderita, ada kebahagiaan di dalamnya, dan saya merasakan itu juga," katanya kepada DW. "Saya yakin, masa depan akan jauh lebih baik."
Beberapa warga juga telah mengantisipasi kepulangan yang menyakitkan, bukan hanya karena mereka kehilangan rumah saja. Tamer al-Farani, seorang karyawan LSM lokal, berharap untuk akhirnya bisa menguburkan orang-orang terkasihnya, yang masih berada di bawah reruntuhan rumah yang hancur akibat serangan udara di Gaza utara.
"Saya kehilangan kontak dengan saudara perempuan saya, suaminya, dan keempat anak mereka pada 1 Desember 2024. Saat itu, mereka tinggal di sebuah rumah di daerah Tal al-Zaatar di Kamp Jabaliya bersama keluarga lainnya," kata al-Farani melalui telepon dari Deir al-Balah di Gaza tengah, saat dia bersiap untuk pergi.
"Dua minggu kemudian, kami mendengar dari orang lain bahwa bangunan tempat mereka tinggal runtuh dibom, dan semua orang di dalamnya meninggal. Itu adalah bangunan empat lantai, dan banyak dari mereka yang masih terkubur di bawah puing-puing," kata al-Farani.
Sesaat mereka kembali ke utara, dia berharap bisa mendapat kejelasan tentang apa yang terjadi dan mencari kerabatnya di tengah reruntuhan itu.
"Kami diberitahu bahwa Pertahanan Sipil tidak memiliki peralatan, tetapi kami akan menggunakan tangan kami dan apa pun yang kami miliki untuk menemukan jenazah mereka," kata pria berusia 27 tahun itu. Dia berharap bisa menguburkan anggota keluarganya.
Pertahanan Sipil adalah layanan darurat dan penyelamatan di Gaza. Badan ini mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa "berdasarkan informasi yang diberikan oleh warga, kami telah mencatat nama-nama dan lokasi ratusan orang yang masih hilang."
Dikatakan pula, pemulihan jenazah di sana cukup sulit, dan kemajuan pencarian juga lamban karena kurangnya peralatan.
Masih ada 6.800 kasus orang hilang di Gaza
Palang Merah Internasional, yang juga mendirikan saluran hotline bagi kabar orang-orang hilang, menyebutkan kan 9.200 warga Gaza dilaporkan hilang sejak awal konflik pada Oktober 2023 hingga Desember 2024. Dari jumlah tersebut, 6.800 kasus di antaranya masih dalam penyelidikan.
Ada kemungkinan, Israel menahan beberapa dari mereka yang hilang. Sementara yang lainnya, mungkin telah tewas selama konflik berlangsung. Beberapa anak yang terpisah dari keluarganyajuga sudah dipersatukan kembali dengan kerabatnya.
"Kami ingin menyembuhkan luka kami dan membangun kembali kehidupan kami, walau hanya sedikit," kata al-Farani. "Angka kehilangan ini cukup besar, dan begitu banyak orang yang masih hilang. Namun, kami harus menemukan cara untuk memulainya kembali."
Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.