Minggu, 28 September 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Armenia Putus Hubungan dengan Rusia dan Vladimir Putin Tak Bisa Menghentikannya

Perang Ukraina tersebut menguras sumber daya dan perhatian Rusia, sehingga terjadi kekosongan kekuasaan di Kaukasus Selatan. Armenia muak janji Moskow

Valery Sharifulin/TASS
BERPALING - Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Armenia menunjukkan tanda-tanda mulai berpaling dari Rusia dalam hubungan kedua negara bekas Uni Soviet tersebut. 

Sebagai informasi, CSTO adalah sebuah aliansi militer antar pemerintah di Eurasia yang terdiri dari enam negara pasca-Soviet: Armenia, Belarus, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Rusia, dan Tajikistan.

"Penolakan CSTO untuk campur tangan menghancurkan ilusi bahwa Rusia akan menepati janjinya," kata Jason Corcoran.

Ketika Nagorno-Karabakh, wilayah yang telah lama didukung oleh Armenia, diblokade dan kemudian dengan cepat direbut oleh Azerbaijan pada tahun 2023, pasukan penjaga perdamaian Rusia juga hanya berdiam diri.

"Bagi orang Armenia, ini adalah pengkhianatan. Perdana Menteri Nikol Pashinyan telah menangguhkan partisipasi Armenia dalam kegiatan CSTO dan menolak menghadiri pertemuan puncak baru-baru ini. Tokoh-tokoh senior dalam pemerintahannya mengatakan kepada saya minggu lalu bahwa Armenia tidak akan pernah menjadi peserta penuh lagi dan bahkan mungkin akan keluar sama sekali," papar Jason.

Berpaling ke AS dan Eropa

Armenia kini dengan cepat melepaskan ketergantungan lama pada Rusia sebagai penjamin keamanan utamanya dan beralih ke kebijakan diversifikasi strategis.

Tidak lagi puas menjadi satelit geopolitik, Armenia tengah mengupayakan hubungan yang lebih erat dengan Uni Eropa, memperkuat kerja sama dengan Amerika Serikat, dan berupaya menormalisasi hubungan dengan Turki.

"Perubahan ini bukan sekadar simbolis. Ini adalah langkah tegas untuk menambatkan masa depan Armenia di dunia multipolar, tempat keamanan tidak diserahkan kepada pihak yang tidak memihak, tetapi dibangun melalui kemitraan yang seimbang dan pragmatis," tulis ulasan Jason.

Pada akhir Mei, Jason mengatakan kalau dia menghadiri Dialog Yerevan kedua, sebuah forum internasional tentang perdamaian, keamanan, dan kerja sama.

Hal yang menonjol yang dia catat adalah bukan hanya siapa yang hadir, tetapi juga siapa yang tidak hadir.

"Ada pembicara dan politisi senior dari India, Prancis, Inggris, Jerman, Polandia, Hungaria, Slowakia, AS, Iran, dan Uni Eropa. Namun, yang perlu dicatat, tidak ada seorang pun dari Rusia yang hadir — sebuah tanda yang jelas tentang perubahan lanskap geopolitik kawasan tersebut," katanya.

Jason mengungkapkan, yokoh-tokoh senior dari partai Pashinyan menceritakan kepadanya tentang "aktor-aktor yang didukung Rusia yang mencoba mengganggu stabilitas demokrasi Armenia."

"Salah seorang bahkan menyindir kalau satu-satunya sisi baik dari hubungan Armenia dengan Rusia adalah bahwa mereka tidak berbagi perbatasan fisik, yang membatasi pengaruh langsung Moskow," katanya.

Apa yang dulunya mungkin merupakan pengaruh yang halus kini terasa seperti operasi psikologis Perang Dingin.

"Moskow berupaya merebut kembali Armenia — bukan dengan tank, tetapi dengan saluran Telegram, influencer berbayar, dan loyalis lanjut usia," kata Jason. 

Menurut Vedomosti, Sergei Kiriyenko, Wakil Kepala Staf Pertama Vladimir Putin, telah ditugaskan untuk menghidupkan kembali pengaruh Rusia di Armenia menjelang pemilihan parlemen 2026.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan